14 October 2008

Krisis Global dalam Pemberitaan Media Massa (1)
Sebagian Wartawan Masih Terjebak Sensasi

Sebagian media massa Indonesia masih terjebak sensasi saat memberitakan krisis ekonomi yang tengah terjadi. Ini menunjukkan ketidakmampuan sebagian wartawan Indonesia dalam meliput berita ekonomi.

Kritik ini dikemukakan Andreas Harsono, jurnalis dan direktur Yayasan Pantau, sebuah yayasan yang bergerak di bidang jurnalisme. Ia merasa ngeri membaca sejumlah berita mengenai krisis ekonomi di situs berita online.

"Judulnya-judulnya seram: 'Ada Isu Rush Setelah Bursa Disuspensi', 'Investor Asing Merusak IHSG', 'Pasar Saham AS Cuma Batuk, RI Muntah Darah'," kata Harsono yang kelahiran Jember, Jawa Timur, ini.

"Saya tahu, suasana ekonomi lagi goncang. Tapi 'muntah darah' Jakarta dan 'pusing' untuk Wall Street rasanya berlebihan. Krisis ini dimulai di Wall Street. Bukan di Jakarta. Tak benar pula memberitakan 'investor asing' bikin rusak," sambung Harsono dalam surat elektroniknya kepada beritajatim.com.

Saat ini, umat manusia sedang memasuki era internet dan perdagangan global dengan transaksi hitungan detik. Gosip di lantai bursa, bila masuk ke ranah media, menurut Harsono, bisa menciptakan transaksi yang tidak rasional. Ada krisis kepercayaan. Orang bisa cepat termakan gosip dan ngawur menjual saham. Buntutnya, saham-saham bisa jatuh berpuluh-puluh persen.

"Dampaknya, perusahaan yang terkena bisa kesulitan uang dan tidak mungkin mengurangi produksi, thus, pengurangan karyawan. Banyak bukti ratusan ribu, bahkan jutaan orang menganggur karena turunnya saham," kata Harsono. (*)

2 comments:

pelangihati said...

Berarti jurnalis itu sama dengan provokator dong, Mas? He..he...
Jadi inget omongan teman kalau dia itu paling males baca koran karena beritanya cenderung provokatif dan berlebihan. Rasanya sama saja dengan membaca tabloid gosip. Sensasional dan menggebu. Bahkan tak jarang opini terselip di sana.

Anonymous said...

Ya ndak juga i think oke ... wartawan tetap punya peran oke dalam mempercepat arus komunikasi... mosok kita mau seperti jaman baheula dimana kita seperti katak dalam tempurung tidak tau dunia lain kecuali tempurung itu.. jurnalis tetap sahabat kita... sahabat ada yang baik dan ada yang nakal.. pintar-pintarnya kita aja mencari sahabat yang baik