14 October 2008

Krisis Global dalam Pemberitaan Media Massa (2-Habis)
Menyedihkan, Ada Berita yang Bersumber dari Gosip

Memberitakan krisis ekonomi saat ini tak mudah. Wartawan harus waspada, dan senantiasa memperhatikan disiplin verifikasi.

Andreas Harsono, Ketua Dewan Yayasan Pantau, sebuah yayasan yang bergerak di bidang jurnalisme, mengatakan, para pemimpin media harus tahu informasi yang bergerak dalam hitungan detik.

"Mereka harus memastikan reporter mereka menulis fakta, bukan komentar apalagi gosip. Suatu komentar ngawur bisa berdampak pada kepanikan pasar. Saya kira inilah saat dimana para wartawan, diminta untuk bekerja lebih dan lebih keras lagi," kata Harsono melalui surat elektronik kepada beritajatim.com.

Harsono mengingatkan, jika media tak bisa diandalkan, atau hanya bisa diandalkan separuh, maka gosip campur berita akan memainkan peran lebih besar. "Saya sedih membaca ada berita di Jakarta, sumbernya ... 'gosip di lantai bursa saham'," katanya.

Media massa di Indonesia harus belajar dari pengalaman saat krisis ekonomi 1997-1998. Saat ini sensor terhadap media massa sudah kendor, sehingga media harus menerapkan disiplin jurnalisme bermutu.

"Orang harus belajar menyaring informasi. Internet menciptakan tsunami informasi. Tak semua informasi dari internet melewati proses verifikasi dengan disiplin baku," kata Harsono.

Wartawan tak boleh hanya terpaku pada pernyataan pakar. Wartawan harus bisa menentukan kriteria pakar dan pengamat. Menurut Harsono, banyak komentator yang disebut pengamat dan pakar ini belum pernah bikin analisis bermutu dan menulis buku serius.

"Cara lain adalah memberitakan proses --bukan komentar. Jadi, beritakan pergerakan saham. Beritakan suasana di lantai bursa. Amati pergerakan harga-harga bahan baku," kata Harsono.

"Cari info di pabrik-pabrik, para manajer, petugas pelabuhan, sopir truk dan sebagainya. Mereka bisa cerita banyak soal ekonomi," tambah Harsono. (*)

No comments: