30 January 2016

Karwonomics di Gerbang MEA

Tujuh tahun pemerintahan Soekarwo dan Saifullah Yusuf ditandai dengan era baru: Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community. Ini sebuah pasar bebas.

Menurut dokumen yang dirilis Kementerian Perdagangan RI, setelah krisis ekonomi melanda kawasan Asian Tenggara, para kepala negara Asean pada KTT Asean ke-9 di Bali, Indonesia, 2003, menyepakati pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) dalam bidang Keamanan Politik (ASEAN Political-Security Community), Ekonomi (ASEAN Economic Community), dan Sosial Budaya (ASEAN Socio-Culture Community) dikenal dengan Bali Concord II.

Untuk pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, ASEAN menyepakati pewujudannya diarahkan pada integrasi ekonomi kawasan yang implementasinya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint.

Masih menurut dokumen tersebut, AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN dalammewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint memuat empat pilar utama yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse.

(3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodi a, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen perndekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.

Pertanyaan besarnya: seberapa siapkah Jawa Timur menghadapi pasar bebas ini dengan semua konsekuensinya? Pakde Karwo mengingatkan, bahwa MEA bukan untuk dihindari, melainkan dihadapi. Masyarakat Jatim harus melakukan langkah-langkah, yang menurutnya, "tertata agar tetap bisa survive, bahkan menjadi regional champion."

Soekarwo menyadari pihaknya harus memberikan motivasi kepada masyarakat. Ia perlu meyakinkan kepada rakyat, bahwa Jatim memiliki modal kuat untuk menjadi pemenang dalam pasar bebas. Selama tujuh tahun memerintah, ia dan Gus Ipul berhasil menjadikan Jatim sebagai tulang punggung kekuatan ekonomi nasional. Di sektor pangan, Jatim menyumbangkan 17-18 persen produksi padi nasional. Belum lagi komoditas lainnya, seperti kedelai yang bisa menyumbangkan 40 persen produk nasional.

Dari sisi sumber daya manusia, Indeks Pembangunan Manusia Jatim terus meningkat. Catat saja, 2009-2013, kenaikan indeks mencapai 2,15 dari 71,06 menjadi 73,54. Dalam hal tata kelola pemerintahan (Indonesia Governance Index), Jatim berada di urutan kedua di atas DKI Jakarta dan di bawah Jogjakarta.

"Dukungan kinerja infrastruktur yang tertata optimal serta penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik dan lebih efisien menghasilkan nilai tambah investasi/perekonomian yang lebih baik pula, sehingga dari tahun ke tahun menurunkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR)," tulis Pakde Karwo dalam buku Pintu Gerbang MEA 2015 Harus Dibuka. Penurunan ICOR diharapkan bisa menarik minat investor.

Dengan semua modal itu, tak heran jika ikhtiar ekonomi Soekarwo yang bisa kita sebut Karwonomics memberikan bekal kepercayaan diri tinggi menghadapi MEA. "Saya ingin mewujudkan East Java Supercoridor, yang mana Jawa Timur akan mampu melihat dan dapat dilihat dari sudut 360 derajat dari semua belahan dunia," katanya.

"Dalam totalitas management resources, efektivitas tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik di bidang perencanaan, manajemen fiskal, dan konstruksi pelayanan publik akan terjadi key performance index improvement yang dalam ukuran-ukuran kualifikasinya, akan membuka jendela dunia, bahwa Jatim mampu menggerakkan ekonomi nasional maupun regional," katanya. [wir]

No comments: