31 March 2013

Partai dan klub sepakbola jelas berbeda.

Namun di Indonesia, penindasan terhadap partai dan klub sepakbola oleh tangan-tangan politik bisa serupa.

Kita tentu masih ingat bagaimana Partai Demokrasi Indonesia yang dipimpin Megawati Sukarnoputri tidak diakui oleh pemerintah Orde Baru... Mega tidak boleh ikut pemilu, dan pemerintah hanya mengakui PDI yang diketuai Suryadi untuk ikut kompetisi liga politik bernama pemilu 1997...

Namun PDI asli yang dipimpin Mega tidak menyerah. Dan semua Massa PDI juga bisa membedakan mana partai sejati dan mana partai buatan pemerintah. Alhasil, PDI Suryadi tak mendapat dukungan politik dan kalah telak dalam kompetisi liga politik pemilu yang sudah diketahui 'juaranya' sebelum digelar....

Megawati pun terpaksa mengubah nama partainya menjadi PDI Perjuangan untuk membedakan dengan PDI buatan pemerintah.

Zaman berganti, rezim Orba runtuh. semua kembali ke nol. PDI yang asli yakni PDI Perjuangan akhirnya bisa ikut kompetisi pemilu. Dan Mega memutuskan tidak mengubah nama kembali menjadi PDI. Ia tetap pada PDIP untuk menunjukkan sejarah perlawanan partai itu terhadap penguasa, dan mereka akhirnya menang.

Kita tahu nasib Persebaya hari ini segaris dengan PDI Mega di masa Orde Baru. Pemerintah sepakbola Indonesia tidak mengakui Persebaya yang bermain di LPI. Namun sebagaimana PDIP dulu, sejarah perlawanan tak pernah lekang.

Kita menunggu: akankah kali ini Persebaya dipaksa kalah dan harus bermain dari Divisi III (divisi terbawah) dengan nama berbeda, yakni Persebaya 1927?

Yang jelas dalam sejarah, mereka yang punya tekad, boleh kalah, tapi tak pernah akan tunduk.

Terima kasih kepada Andhi BJ yang mengingatkan saya soal persamaan nasib PDI Mega masa Orba dan Persebaya saat ini.

No comments: