17 May 2011

Oh Nasib... TV pun Dirantai di Universitas Jember


Krisis kepercayaan, etika, dan moral melanda hingga kampus Universitas Jember. Perangkat televisi pun terpaksa dikerangkeng dan dirantai di ruang kelas.

Krisis moral dan etika ini menjadi bahasan Dekan Fakultas Sastra Universitas Jember Syamsul Anam, saat bertemu dengan wartawan, di di sela-sela acara Pekan Chairil Anwar 2011, di aula FS Unej, Selasa (17/5/2011).

Syamsul dengan blak-blakan mengecam etika dan moral masyarakat Indonesia, termasuk di kampus. Saat ini rasa kepercayaan antara sesama rakyat Indonesia sudah menipis. Yang muncul adalah kecurigaan dan rasa waswas, karena sudah tidak tahu lagi mana yang bisa dipercaya.

"Ini televisi sampai harus dibeginikan, sudah begitu digembok dan masih dilas gemboknya. Sebenarnya ya kurang bagus. Tapi kalau tidak dibeginikan, besok ya hilang," kata Syamsul, menunjuk satu set televisi di depan ruang kelas aula.

Bukan hanya televisi yang dikerangkeng. Pintu ruang kelas pun dikerangkeng. Berbeda dengan tahun 1990-an, saat ini pintu ruang kelas selain dikunci juga masih harus dirangkap dengan pintu jeruji yang tergembok.

Ini kenyataan pahit. "Di kampus, etika sudah tidak ada. Mahasiswa malah lebih menghormati tukang pentol cilok daripada dosennya," kata Syamsul.

Syamsul bercerita bagaimana seorang mahasiswa melayangkan SMS kepada dosen pada malam hari, saat sang dosen sedang beristirahat. Mahasiswa itu hanya ingin menanyakan apakah keesokan harinya ada ujian.

Syamsul bertanya-tanya, apakah ini karena tidak adanya lagi pelajaran budi pekerti. "Dulu ada pendidikan kesejahteraan keluarga. Anak itu diajarkan unggah-ungguh, tata krama, jam berapa berkunjung ke rumah orang. Sekarang sudah tidak ada, ditambah lagi dengan tayangan televisi yang mem-blow up peristiwa (negatif) yang mjudah ditiru," katanya.

Etos belajar mahasiswa juga lemah. Fakultas Sastra memasang zona hotspot gratis agar mahasiswa mudah mengakses internet, dan mengunduh bahan-bahan kuliah gratis. Tapi ternyata akses internet hanya digunakan untuk bermain Facebook dan chatting.

M. Ikhwan, salah satu dosen Fakultas Sastra, mengatakan, bangsa Indonesia tidak siap menghadapi pengaruh televisi dan internet. "Kita tak punya desain konsep budaya dan konsep politik yang jelas. Sehingga setiap elemen yang punya kepentingan, bisa mengail di air keruh. Kita tak bisa mengalahkan kapitalisme dan globalisasi. Tapi kita bisa menyiasatinya," katanya. [wir]

No comments: