11 April 2011

Hikayat Yahudi Tamansari

Kami bertemu di kafe Campus Resto, di Jalan Jawa, dekat kampus Universitas Jember di suatu sore. Suasana ramai. Kafe dipenuhi anak-anak remaja pendukung Arema yang sedang nonton tim pujaannya bertanding.

Selain saya, ada lima orang lagi yang meriung di meja bersama Benjamin Ketang. Ketang berkacamata, berpakaian batik dengan dibalut jaket 'army look' warna coklat kehijauan. Ada badge bendera Israel di bagian dada jaket.

"Saya kira baru pekan depan ke Jember," kata salah satu kawan.

Benjamin tersenyum. "Waktu saya kontak Sampeyan, saya sudah di Jember. Memang begitu. Saya harus pindah-pindah. Kalau saya bilang ada di Jakarta di HP, sebenarnya saya sudah di Bandung. Banyak yang menyadap."

Banyak yang menyadap. Benjamin mengucapkannya dengan enteng betul. Ia tak mau menjelaskan siapa saja yang menyadap. Tapi dengan posisinya sebagai direktur eksekutif Indonesia-Israel Public Affairs Committe (IIPAC), sebuah organisasi lobi ekonomi pro-Israel di Indonesia, tak berlebihan jika dia menjadi target penyadapan.

IIPAC mengupayakan agar Indonesia menjalin hubungan dengan Israel. Selama ini, secara kenegaraan, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Indonesia mendukung perjuangan rakyat Palestina agar lepas dari penjajahan Israel.

Saya pertama kali mengetahui dan membaca nama Ketang di majalah Warta Ekonomi yang mengangkat liputan utama soal bisnis Israel di Indonesia. Mulanya, saya mengira dia keturunan Indonesia timur. Tak saya sangka, dia asli warga Jember. Tepatnya di Desa Tamansari Kecamatan Wuluhan, sebuah kecamatan yang terletak sekitar 40 kilometer selatan pusat kota Jember.

Ketang tertawa, waktu saya menyebut dugaan asal-muasal dia. "Ya, mungkin juga saya ada keturunan dari sana (Indonesia timur)," katanya, ringan.

Ketang menyebutkan, ada darah Yahudi mengalir di urat nadinya. Saya setengah tak percaya. Apalagi, saya pernah mendapat cerita dari salah satu kawan, Ketang semasa kecil dan remaja biasa disapa Hamid. Nama Ketang adalah nama orang tua.

Namun Ketang yakin betul dengan asal-muasal darahnya. Di Indonesia, darah Yahudi mengalir dari orang Belanda dan Portugis yang pernah menjajah Indonesia. Ketang mendapat darah Yahudi dari generasi kelima moyangnya yang bernama Darinah. Darinah ini Yahudi Portugis.

Seberapa banyak jumlah warga keturunan Yahudi di Indonesia? Ketang menyebut angka 6.600 orang. Soal angka populasi warga keturunan Yahudi di Indonesia memang tak ada versi seragam. World Jewish Congress memperkirakan ada 20 orang.

"Kita komunikasi tertutup. Satu komunitas dengan komunitas lain tidak saling mengetahui," kata Ketang. Menjadi Yahudi di tengah mayoritas muslim seperti Indonesia memang tak lazim.

Ketang mengatakan, sebagian keturunan Yahudi itu ada di daerah Kembang Kuning Surabaya. Di Surabaya, memang terdapat sinagog, rumah ibadah kaum Yahudi, peninggalan masa kolonial Belanda. Tahun 1950-an, sebagaimana ditulis majalah Latitudes, jumlah Yahudi di Surabaya mencapai ribuan orang.

Isi botol Coca Cola yang diteguk Benjamin Ketang tinggal separuh. Siaran langsung pertandingan Arema di televisi layar besar di kafe Campus Resto baru saja selesai. Kini giliran lagu-lagu Dewa 19 mengentak dari perangkat audio kafe. Ahmad Dhani, pentolan band ini, disebut-sebut sebagai keturunan Yahudi dan sempat mendapat ancaman teror bom.

Ketang mengatakan, darah Yahudi Dhani mengalir dari salah satu klan di Eropa. "Saya lupa, Jerman atau Belanda."

Dhani sendiri kepada sejumlah media massa mengaku mempunyai garis keturunan Yahudi dari kakeknya, Jan Pieter Fredrich Kohler asal Jerman. Namun ia membantah, jika menganut agama Yahudi.

Ada beberapa tokoh di Indonesia yang diidentifikasi keturunan Yahudi. Ada yang pejabat, tanya saya. Ketang tersenyum, tak menjawab.

Ada kegiatan yang selalu dilakukan Ketang sejak tahun 2003 silam hingga saat ini. "Kalau ada keturunan Yahudi di mana pun di Indonesia, akan saya cari dan temui. Ya sekadar silaturahmi," katanya.

Sebelumnya kepada Warta Ekonomi, Ketang mengungkapkan, pengusaha keturunan Yahudi di Indonesia bergerak di berbagai sektor, mulai dari perkebunan hingga asuransi. IIPAC nantinya akan memberikan perlindungan hukum kepada mereka.

Senja sudah menelan Jember. Kafe Campus Resto masih didatangi banyak orang. Saya sudah selesai menghabiskan telur dadar di piring, dan bertanya kepada Benjamin Ketang soal agama. Ia lahir dari kalangan muslim, jadi saya penasaran, apakah tak ada pertentangan batin.

Suara Ketang agak meninggi. Tangannya bergerak-gerak. "Ini, ini, di Eropa, hal begini tak sopan untuk ditanyakan."

Ketang menampik menjelaskan lebih lanjut soal latar belakang dirinya sebagai muslim. Ia hanya bersedia menjelaskan ketertarikannya kepada Yahudi dan Israel. Semua berawal tahun 2001, saat ia menjadi bagian dari tim negosiasi kerjasama Indonesia-Israel.

Ketang mengatakan, IIPAC terbentuk setelah dirinya menjadi bagian dari tim negosiasi internasional Indonesia-Israel tahun 2001. Di Israel, Ketang sempat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Simon Peres, dan berdiskusi tentang peluang proyek yang dikembangkan di Indonesia.

Ketang lantas menyerahkan surat dari Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia saat itu. Dari situ, ada gagasan untuk membentuk semacam tim kerjasama. Ketang bersama kawan-kawannya lantas membentuk IIPAC yang berkonsentrasi pada urusan lobi bisnis. Jaringan ini mendapat rekomendasi dari Amerika Serikat dan Australia.

Di salah satu kota di Israel, Ketang bertemu dengan seorang rabi, pemimpin agama Yahudi. "Anda beruntung bisa ke sini," kata sang rabi.

Sang rabi lalu meminta kopiah hitam Ketang. "Saya suka songkok Anda."

Ketang mendapat lampu hijau dari Simon Peres, untuk belajar di Israel tahun 2002. Pilihannya adalah Hebrew University di Yerusalem, jurusan Peradaban Yahudi. Melenceng dari pendidikan strata satunya di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Jember yang dimasukinya tahun 1993.

Ketang tak bisa langsung masuk ke Israel. Ia diharuskan belajar bahasa Ibrani selama dua tahun. Ia baru bisa kuliah tahun 2004 hingga 2006.

Ketang tak merasa ada pertentangan internal dalam dirinya. Ia menolak menjelaskan soal urusan keberagamaannya. "Biarlah itu urusan saya dengan Tuhan. Bagi saya masalah teologi sudah selesai," katanya.

"Orang Yahudi tidak pernah mengajak orang lain masuk agama mereka. Mereka sangat tertutup. Kalau mau belajar silakan belajar. Agama Yahudi sendiri agama tauhid (monoteis). Di Taurat disebutkan, 'katakanlah Israel, Tuhan itu satu'. Itu saat Musa bertemu dengan Tuhan di Gunung Sinai."

Selama di Israel, Ketang lebih banyak belajar sebagai ahli taurat. Di sana, ia banyak mengenal kultur keberagamaan Yahudi, salah satunya Hari Sabat. "Di Israel, kalau malam sabtu (jumat malam), orang tak boleh susah. Mereka diminta bergembira. Sabtu pagi hingga sabtu malam, public transportation off semua, seperti Nyepi."

Anak pertama Ketang diberi nama untuk mengingatkan Hari Sabat ini: Atikah Shabad Kadisha. Usianya baru setahun.

Bagaimana pendapat keluarga Ketang? Ketang punya seorang kakak perempuan. "Kakak saya menentang. Tapi ya sudahlah, saya sudah besar."

IIPAC bergerak bawah tanah sejak berdirinya. Kelompok lobi pro-Israel ini sadar, publik Indonesia belum akan menerima mereka dengan tangan terbuka.

Tahun 2007, sepulang dari belajar di Israel, Benjamin Ketang yang ditugaskan menjadi direktur eksekutif mulai mengembangkan IIPAC bersama kawan-kawannya. Mereka mencoba melakukan lobi bisnis agar investasi dari Israel bisa masuk dan diterima pengusaha Indonesia. "Tapi kami underground dulu," katanya.

Sebagai gerakan bawah tanah, IIPAC ternyata lumayan cepat mengembangkan sayap. Kini sudah ada cabang organisasi ini di delapan provinsi, salah satunya di Jawa Timur. Banyak yang menawarkan diri ingin menjadi anggota, kata Ketang.

Namun jangan tanyakan di mana markas IIPAC. Organisasi ini berpindah-pindah alamat. Ketang menyodorkan kartu nama kepada saya. Dan saya terkejut, di kartu nama itu, markas IIPAC terdapat di tempat yang sangat jauh di luar Jakarta. "Kami mengantisipasi keamanan. Kami sangat hati-hati. Tapi kami punya kantor di Jakarta," katanya.

Sehari sebelum bom buku di Utan Kayu, 15 Maret lalu, Ketang berangkat ke Israel. Ia berada di Tel Aviv hingga 22 Maret. Namun, ia juga memantau perkembangan berita soal teror bom itu.

Tak khawatir jadi sasaran teror bom buku, tanya saya.

"Saya tak merasa jadi sasaran. Aku sih terserah kepada Yang Bikin Hidup," kata Ketang. Isi botol Coca-Cola di depannya nyaris tandas.

Benjamin Ketang mengeluarkan dua buku soal Yahudi di Indonesia. Satu buku karya Eggi Sudjana mengenai spekulasi hubungan Susilo Bambang Yudhoyono dan Israel, berjudul 'SBY Antek Yahudi AS?'. Satu lagi buku yang belum diterbitkan resmi, soal Yahudi di Indonesia, terutama Indonesia-Israel Public Affairs Committe (IIPAC).

"Saya diwawancarai untuk buku Eggi Sudjana, juga buku satunya," kata Ketang. Di dalam buku soal Yahudi di Indonesia, tercantum lampiran protokol organisasi IIPAC.

Dalam pasal 5 tercantum: IIPAC mendukung pencalonan presiden, para menteri, gubernur, bupati dengan pendanaan dari 10% dana Social Corporate Responsibility dan hibah/dana grant dari pendukung internasional Kerjasama bisnis dan investasi di Indonesia untuk kepentingan Indonesia dan rakyat Indonesia demokrasi, anti kekerasaan, pluralisme.

"Tahun 2014, kami akan mencari calon presiden atau partai mana yang bisa mendirikan diplomasi Indonesia-Israel. Yang kita butuhkan adalah siapa yang mau bekerjasama mendirikan kedutaan besar Indonesia-Israel," kata Ketang.

Ketang belum mau buka kartu partai atau calon presiden mana yang didekati. "Nantilah kita cari," katanya.

Ketang berharap, dengan adanya IIPAC, segera ada semacam kamar dagang Israel di Indonesia. Beberapa bulan ke depan, ia juga berharap pemerintah Indonesia membuka kesempatan investasi dari Israel masuk. Selama ini kamar dagang Israel untuk Indonesia bermarkas di Singapura.

Diketuai Emmanuel Shahaf, seorang CEO Technology Asia Consulting Ltd., kamar dagang ini didirikan tahun 2009. Sebagaimana dikutip dari wawancara dengan Warta Ekonomi, ekspor Indonesia ke Israel mencapai 800 juta dollar Amerika Serikat. Sementara impor Indonesia dari Israel hanya 16 juta dollar AS.

Masalah Palestina diakui menjadi hambatan. "Selama Israel tidak menyelesaikan konflik dengan Palestina, terdapat sedikit atau tidak ada kesempatan bagi hubungan diplomatik antara Israel dan Indonesia," kata Shahaf.

Benjamin Ketang berharap, tokoh-tokoh di Indonesia mau terbuka membuka kerjasama dengan tokoh Yahudi atau Israel untuk kemakmuran rakyat. "Jangan perdebatkan masalah teologi dan agama. Tak ada habisnya sampai dunia berantakan," katanya.

"Saya punya harapan, kekuatan investasi Israel bisa disinergikan untuk kesejahteraan Indonesia. Kekuatan Indonesia dengan sumber daya alam melimpah harus diintegrasikan dengan sistim internasional. Kuncinya Israel."

"Orang Yahudi di mana-mana tetap sama, memiliki solidaritas terhadap Israel Raya."

Saya bersalaman dengan Benjamin Ketang dan pamit bersama beberapa orang yang sedari tadi ngobrol bareng. Campus Resto masih ramai, walau tak seramai sorenya. Hari sudah gelap. [wir]

1 comment:

Data Asli B.ketang said...

siapa bilang orang ini muslim ? dia beragama kristen ...

http://aminbenahmed.blogspot.com/2012/11/dokumen-benjamin-ketang-pendiri-lsm.html