01 March 2011

Sidang Penganiayaan Bonek Jember Berlarut-larut

Keluarga Ryan Bachtiar, Bonek Jember yang diduga dianiaya oleh oknum polisi khusus kereta api, merasa sidang terkait kasus anak mereka itu berlarut-larut.

Hal ini dikemukakan Wiwin Aryanto, ayah Ryan, saat menanti persidangan di Pengadilan Negeri Jember, Selasa (1/3/2011) sore. "Ini hampir empat minggu belum sama sekali tuntutan dibacakan oleh jaksa," keluhnya.

Proses persidangan yang tidak cepat dan bertele-tele ini menyita energi Wiwin. Setiap kali sidang penganiayaan terhadap Ryan digelar, bisa dipastikan ia tak bisa berjualan kue. Ia harus seharian menunggu sidang di pengadilan, padahal kemudian sidang ditunda karena berkas tuntutan dari jaksa belum selesai.

"Saya minta tolong kasus ini tak berlarut-larut, tolong segera diselesaikan, karena sangat mengganggu," kata Wiwin.

Mulanya, Wiwin berharap Nanang Moch. Sholeh, oknum polsuska yang menjadi terdakwa, mau membantu biaya pengobatan Rp 500 ribu per bulan selama dua tahun. Namun, Nanang menolak.

"Saya secara pribadi keberatan. Saya ini repot. Masalahnya, luka begitu (luka parah yang dialami Ryan_ karena apa saya juga bingung. Tapi karena mereka menuntut begini-begini ya okelah," kata Nanang secara terpisah.

Nanang menawarkan santunan Rp 2 juta kepada keluarga Ryan. Itu itikad kemanusiaan dari dirinya, apalagi secara institusional, kepolisian juga sudah memberikan bantuan kepada Ryan.

Wiwin sudah tak mau berharap banyak, saat Nanang menampik permintaannya memberikan bantuan Rp 500 ribu per bulan. "Karena Nanang tak ada tanggapan sama sekali, saya minta Nanang dihukum sesuai perbuatannya," katanya.

Nanang juga merasa terbebani karena perkara itu tak juga selesai. "Kepikiran juga. Tapi kalau saya pribadi saya pasrahkan sama jaksa. Kalau proses ini berjalan ya monggo. Pada intinya apa yang dituntut pihak korban saya jalani sesuai aturan hukum di Indonesia," katanya.

Sidang Selasa sore ini memutuskan penundaan kembali. Jaksa menyatakan, berkas tuntutan masih dimintakan supervisi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Majelis hakim dipimpin Sianturi akan menyidangkan kasus itu sepekan lagi.

Sebagaimana diberitakan, penganiayaan terhadap Ryan terjadi Minggu (17/1/2010) dinihari. Ryan bersama dua kawannya sepulang nonton pertandingan Persebaya melawan Arema di Surabaya, naik kereta api Mutiara Timur Malam tujuan Banyuwangi dari Stasiun Tanggul Jember.

Kehabisan uang saku karena harga tiket pertandingan yang melambung, mereka naik kereta api itu tanpa membayar karcis. Mereka berpikir, tidak akan ada pemeriksaan tiket penumpang. Toh, jarak Tanggul dengan Jember hanya 30 kilometer.

Sialnya ternyata kondektur melakukan pemeriksaan tiket. Ryan yang bersembunyi di toilet ketahuan. Ia mengaku tak punya tiket dan minta maaf. "Saya kehabisan uang," katanya.

Kondektur hanya memarahinya. Namun polsuska bernama Nanang langsung menghujani Ryan dengan pukulan di ulu hati dan wajah. Saat terjatuh, kepala pemuda yang baru berusia 17 tahun saat kejadian itu langsung ditendang oleh Nanang. "Saya juga dinyos (disundut) dengan rokok," kata Ryan, menunjukkan bekas sundutan di wajah dan bahunya.

Ryan pun pingsan. Ia menderita gegar otak, dan tempurung kepalanya harus diganti dengan tempurung kepala buatan. Ia juga terpaksa cuti sekolah di SMA Pahlawan selama dua tahun. "Psikiater memintanya cuti, Pak, karena kemampuan (otak)-nya cuma 60 persen," kata Wiwin, ayah Ryan. [wir]

No comments: