13 February 2011

Tafsir Goenawan Mohamad atas Jatuhnya Mubarak
(Ribut Wijoto untuk beritajatim.com)


Bagaimanakah memahami revolusi yang terjadi di Mesir? Apakah peristiwanya sama seperti reformasi di Indonesia? Ataukah, bisa dibandingkan dengan revolusi Iran? Goenawan Mohamad mencoba menafsirkan gejala politik di negeri piramida tersebut.

Menurut penyair, jurnalis, yang juga pengusaha itu, pola pemerintahan di Mesir memang mirip zaman orde baru. Kekuasaan presiden tidak dibatasi dalam satu atau dua periode. Makanya, Presiden Hosni Mubarak bisa berkuasa sampai 30 tahun. Sama seperti Presiden Soeharto yang memimpin hingga 32 tahun.

Pandangan itu disampaikan melalui akun twitter @gm_gm, Sabtu (12/2/2011). Goenawan Mohamad (GM) melihat, mundurnya (dijatuhkannya) Hosni Mubarak, Jumat (11/2/2011), memang sesuatu yang harus terjadi. "Mubarak hrs dijatuhkan, krn tak ada pilihan. Menurut konstitusi Mesir, presiden tak dibatasi berapa kali ia bisa dipilih lagi," tulisnya.

Perihal proses revolusinya, GM melihat yang terjadi pada Mesir sangatlah spesifik. Berbeda dengan revolusi Rusia, revolusi Iran, dan berbeda dengan teori revolusi yang didengungkan Bung Karno. "Kesan saya, unsur spontanitas dlm Revolusi 2011 kuat. Mengagumkan tapi juga mencemaskan. Sebab kini tak jelas: what next? Who next?," paparnya.

Untuk lebih jelasnya, berikut petikan lengkap dari tafsir Goenawan Mohamad:

1. Nah, seperti saya janjikan tadi: ini ttg Mesir, terkait dgn mundurnya Mubarak. Hrs saya katakan: pengetahuan saya ttg Mesir tipis.

2. Mubarak hrs dijatuhkan, krn tak ada pilihan. Menurut konstitusi Mesir, presiden tak dibatasi berapa kali ia bisa dipilih lagi.

3. Tak adanya batas berapa kali presiden bisa dipilih lagi mirip rezim Suharto. Demokrasi menuntut ada batas waktu bagi yg berkuasa.

4. Kita tak tahu bgm kelak demokrasi di Mesir. Tapi bisa dicatat: Mesir melanjutkan tradisi revolusi yang tak memerlukan pembunuhan.

5. Revolusi Mesir 23 Juli 1952 menghabisi monarki. Raja Farouk dimakzulkan. Tapi tak ada spt yg terjadi dlm Revolusi Prancis + Rusia. Heikal, wartawan terkemuka dan teman Nasser (sekarang masih hidup) pernah bercerita: Nasser membaca "The Tale of Two Cities".

6. Dlm novel Charles Dickens itu tergambar betapa buasnya Revolusi Prancis. Nasser, menurut Heikal, tak mau itu terjadi.

7.Tapi elemen kekerasan tak mudah dihapuskan dari Revolusi. Apalagi Revolusi 1952 lebih bersifat 'nasionalistis" ketimbang 'demokratis'.

8. Nasser mengidamkan "nasionalisme Arab" yang bersatu. Hasrat persatuan bisa mengekang perbedaan. Gerakan Ikhwanul Muslimin ditindas.

9. Sifat represif ini berlanjut terus. Terutama setelah pengganti Nasser, Sadat, dibunuh dlm satu parade di tahun 1981.

10. Keadaan darurat pun dimaklumkan. Demo, mis. dlarang. Tapi tak ada kekuasaan yg bisa terus menerus jadi kediktaturan penuh.

11. Adanya parrtai oposisi tak bisa dicegah. Meskipun dibonsai. Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yg berkuasa mirip Golkar kita dulu.

12. Perilaku NasDem Mesir mirip Golkar ketika berkuasa: menginjak-injak partai lain, menguasai apa saja, dan korup.

13. Tapi pelan2 oposisi bergerak. Dlm pemilu Majelis Rakyat 2005 mis. wakil independen yg terkait dgn Ikhwanul Muslimin dpt 88 kursi.

15. Kalau tak salah, di Mesir ada 4 partai oposisi. Tapi tampaknya partai2 ini tak punya peran besar dalam revolusi hari-hari ini.

16. Slavoj Zizek menunjukkan bhw ada sesuatu yg 'universal' dlm protes di Lapangan Tahrir itu. Sesuatu yg mengimbau siapa saja.

17. Tiap Revolusi yg berhasil memang punya 'tenaga universal'. Ia melahirkan militansi dan dukungan yg luas.

18. "Tenaga universal' itu biasanya diartikulasikan dgn penanda (slogan, kata) 'kosong': belum diisi satu pandangan/kemauan sepihak.

19. Revolusi 2011 mudah mendapatkan 'tenaga universal' itu. Berbeda dari Revolusi Rusia, ia bukan agenda satu kelas atau satu partai.

20. Revolusi 2011 juga bahkan tak seperti Revolusi Iran: yg punya pemimpin kharismatis, Ayatullah Khomeini.

21. Revolusi Mesir 2011 juga tak punya 'teori revolusi' ala Lenin. Tak ada agenda ke depan yg dirumuskan dari analisa sosial-politik.

22. Jadi, Revolusi 2011 ini tak mengikuti teori Revolusi Bung Karno dalam "Re-So-Pim": revolusi dgn program sosialis dan pimpinan.

23. Kesan saya, unsur spontanitas dlm Revolusi 2011 kuat. Mengagumkan tapi juga mencemaskan. Sebab kini tak jelas: what next? Who next?

24. Saya tak bisa memprediksi. Yg terjadi di Mesir bagi saya menarik utk mengembangkan wawasan baru ttg 'revolusi'.

25. Mungkin inilah "kejadian' (l'evenement) dlm pengertian Alain Badiou. Bagi yg paham teori, spt @robertus_robet, silakan mengupasnya.

26. Sesekali, kita perlu ambil jarak dari 'politik-politikan' di Twitterland + di luarnya, dan memasuki dunia pemikiran. Ini kan Sabtu.

27. Sekian. Minta maaf jika ada yang tak berkenan di hati. [but]

No comments: