17 January 2011

Jumadi

Jumadi bikin geger, Senin (17/1/2011). Di tengah dengar pendapat antara Ketua Komisi A DPRD Jember Jufriyadi dengan perwakilan demonstran di ruang komisi, ia mendadak mengguyurkan bensin ke tubuhnya sendiri dan mengancam akan membakar diri.

Aparat kepolisian sempat dibuat kelabakan. Jufriyadi terkaget-kaget. Sejumlah perwakilan demonstran sontak-kontak mematikan rokok mereka, agar tak menyulut bensin itu. Aksi itu digagalkan oleh aparat polisi yang langsung menggelandangnya ke luar ruang Komisi A.

Menurut catatan beritajatim.com, bukan sekali ini Jumadi mengancam hendak membakar dirinya sendiri. Selasa, 12 Oktober 2010, ia juga mengancam akan membakar diri dalam aksi unjuk rasa terkait kasus sengketa tanah, di depan Pengadilan Negeri Jember.

Jumadi menuding adanya permainan kongkalikong di tubuh PN Jember, dalam sengketa tanah itu. Dengan jengkel, ia lantas menyiramkan sebotol bensin ke tubuhnya sendiri. "Ayo, bawa ke sini koreknya sekalian. Bakar saya," teriaknya saat itu.

Aksi itu digagalkan oleh aparat polisi yang langsung menggelandangnya ke luar ruang Komisi A. Namun, Jumadi kesakitan dan harus dilarikan ke rumah sakit, karena tak sengaja bensin masuk ke telinganya.

Jumadi tampak tak menyesal. Ia mengatakan kepada saya, bahwa memang berniat membakar diri. "Biar dibaca kalau saya tidak main-main. Kalau dilepas (polisi), saya memang akan betul-betul membakar diri," katanya.

Jumadi sudah memancang skenerio matang. Ia sudah memakai kaos rangkap. Jadi, jika api membakar pakaiannya, tak akan menyentuh kulitnya. Tapi semua di leuar skenario, saat bensin masuk ke telinga. Alhasil, ia harus menghabiskan uang Rp 240 ribu untuk berobat ke dokter. Telinganya pun sempat diperban.

Jumadi mengaku tak kapok bikin aksi aneh. Namun, ia tak akan memaksakan diri untuk membakar diri. "Tidak akan ada aksi bakar diri, tapi ada aksi lain lebih parah," katanya.

Nama Jumadi mulai dikenal publik pada 22 Oktober 2008. Saat itu, di jalanan, ia berteriak-teriak sendirian meminta agar rakyat tidak memilih koruptor jadi wakil rakyat. Ia berjalan kaki dari kantor Pengadilan Negeri Jember, Komisi Pemilihan Umum Daerah, dan DPRD Jember diiringi tawa kecil sejumlah orang di jalan Kalimantan.

Berkopiah. Memakai jas biru tua dan bercelana hitam. Bersepatu kulit. Jumadi berjalan membawa sebuah kain putih yang dipakukan pada batang bambu, bertuliskan: "Anggota Dewan Bermasalah 1. Korupsi 2. Koruptor 3. Buronan KPK".

Sebulan kemudian, Kamis (13/11/2008), ia kembali melakukan demonstrasi tunggal di halaman gedung DPRD Jember. Kali ini memprotes proyek penerangan jalan umum senilai Rp 85 miliar yang menjadi program unggulan Bupati MZA Djalal.

Kamis siang itu, Jumadi datang dengan tampilan eksentrik. Ia menyeret sebuah gerobak sampah yang dipasangi papan tulisan di empat sudutnya. Papan itu antara lain berbunyi: "Listrik mati dana energi pusat belum turun"; "Maaf ya? Hanya untuk fariasi jalan"; "Listrik khusus hari raya"; "Matikan listrik hemat energi sarana pemerintah".

Siapakah Jumadi? Sebelum tenar sebagai demonstran, Jumadi Sehari-hari ia dikenal tukang servis kompor. Jangan tanyakan soal aliran politik kepada dia. Saat pemilu 2009 silam, Jumadi sibuk mengabdikan dirinya untuk banyak partai. Saya pernah bertemu dengannya pertama kali saat kampanye PDI Perjuangan di lapangan Mangli. Dengan berpakaian kaos merah bergambar Megawati, ia berada di atas panggung sebelah kanan panggung utama.

Saya sempat mengira Jumadi adalah simpatisan PDIP sejati. Tapi ternyata saya salah. Ia hadir setidaknya dalam kampanye tujuh partai politik. Saat kampanye PKB, Jumadi mengaku berjoget ria diiringi musik padang pasir.

Saat penghitungan suara di tingkat kecamatan, Jumadi justru menjadi saksi untuk salah satu calon legislator dari Partai Barisan Nasional. Kala penghitungan suara di tingkat kabupaten di Hotel Bandung Permai, Jumadi menjadi saksi untuk Partai Hati Nurani Rakyat.

Bahkan, saat menjadi saksi untuk Partai Hanura, Jumadi sempat diancam bakal digugat oleh salah seorang calon anggota DPRD Jember dari partai lain. Ini gara-gara Jumadi menyebut calon anggota DPRD itu pencuri suara saat pemilu. Kasus ini tak berlanjut.

Jumadi sepintas tampak lucu. Namun di mata wartawan, ulahnya tak selamanya lucu. Medio Juni 2009, ia pernah harus berurusan dengan polisi gara-gara dianggap mencatut nama wartawan dan media massa terkenal dalam acara pesta perpisahan sebuah taman kanak-kanak. Kepada kepala taman kanak-kanak, ia menawarkan agar acara perpisahan itu dimuat di dua media televisi dan satu media harian lokal. bTentu saja, Jumadi diberi uang terima kasih.

Sang kepala TK lantas mengumumkan kepada seluruh guru dan wali murid bahwa acara itu akan dipublikasikan media massa. Tunggu punya tunggu, acara perpisahan TK itu tak nongol di layar kaca maupun harian lokal Jember itu.

Para wartawan lantas menyerahkan Jumadi agar dibawa ke markas kepolisian resor Jember dengan mobil patroli. Namun, setelah dimintai keterangan, polisi membebaskan Jumadi. Tidak ada bukti yang memberatkannya. [wir]

No comments: