02 December 2010


Maut Semeter di Depan Hidung Dosen Unej Itu

Magrib sudah lewat. Kepala Hat Pujiati serasa kosong. Ia terkapar di dalam parit. Semeter di depan hidungnya, ban besar sebuah truk tangki yang diikuti percikan api, mendekati wajahnya...

Rabu (1/12/2010), Hat keluar dari kedai Pizza Hut di dekat alun-alun Jember. Perutnya sudah kenyang. Ia berpisah jalan dengan Lina, salah satu kerabatnya. Sang kerabat, teman makannya, menuju rumah kos, sementara ia memilih kembali ke rumahnya di Kecamatan Silo.

Matahari sebentar lagi ditelan senjakala. Hat harus segera tiba di rumah. Ia biasa menempuh jarak 20 kilometer lebih dari rumahnya ke pusat kota Jember. Berteman Honda Scoopy Matic yang baru dibelinya September lalu, ia percaya diri mondar-mandir Silo ke kampus Fakultas Sastra Universitas Jember, tempatnya bekerja.

Rencananya selepas magrib, Hat hendak menengok anak kawannya yang sakit di puskesmas. Sang kawan ini baru saja pulang dari Bali, dan tak punya sanak-kerabat dekat. Hat jatuh iba dan ingin membantu.

Namun, aneh juga. Petang itu, Hat merasa ada keengganan untuk kelua rumah. Namun, ia paksakan juga. Siapa lagi yang akan membantu sang teman jika bukan dirinya. Sebelum pergi, ia sempatkan menitipkan komentar di laman Facebook, situs jejaring sosial, berakun salah satu kawan.

Hat mengeluarkan Scoopy dan mengajak Alisa, adik sepupunya, ikut serta. Sepeda motor dipacunya lambat, keluar dari jalan kecil menuju jalan besar, Jalan Ahmad Yani.

Hari mulai gelap. Ia melihat sebuah truk besar mendekat. Sinarnya begitu terang. Hat merasa masih bisa menghindari truk yang belakangan diketahuinya sebagai truk tangki Pertamina. Truk yang melaju dari arah Banyuwangi menuju Jember itu membawa 24 ribu liter bahan bakar minyak.

Hat tak bisa menguasai kendaraannya. Orang-orang di sekitarnya menjerit-jerit. Alisa melompat, menghindari benturan dengan truk besar itu. Scoopy meluncur menuju parit, dan Hat terjerembab di dalamnya.

Lalu kosong. Kepala Had serasa kosong. Semeter di depan hidungnya, ban besar sebuah truk tangki yang diikuti percikan api, mendekati wajahnya...

Orang-orang berteriak-teriak. Sebagian bertakbir, menyerukan nama Tuhan. Hat tidak mendengar apa-apa lagi. Ia paksakan kakinya untuk melangkah. Terasa berat. Tapi, ia harus lari.

Seorang berbaju seragam Pertamina berteriak kepadanya: lari. Lari. Lari. Hat berusaha lari sebisanya. Orang-orang masih berteriak. Dua kali ledakan terdengar. Api membumbung setinggi 25 meter, menyambar tiga rumah dan kabel-kabel listrik. Silo gelap-gulita. Hujan rintik-rintik.

Tapi Hat masih bisa melihat cahaya. Api itu mengejarnya. Orang-orang berteriak. Dan, ia berlari sekitar 150 meter, menjauh. Ia kehilangan dompetnya. Hat bersyukur: petang itu, ia selamat.

Ia mencoba menghubungi keluarganya di rumah melalui ponsel. Gagal. Ia malah menghubungi salah satu mahasiswanya yang akan diuji skripsi keesokan pagi. "Dik, besok kami cari sekretaris penguji lain ya. Saya tidak bisa masuk," katanya.

Belakangan, Hat tersenyum geli mengingat peristiwa itu. Bagaimana bisa, setelah lolos dari maut ia justru menghubungi mahasiswa yang hendak mengikuti ujian skripsi. "Lebay," katanya, mengutip istilah anak-anak muda jaman sekarang untuk menyebutkan sesuatu yang sangat berlebihan.

Rabu malam itu, Silo seperti berada di zona perang. Tiga rumah terbakar, satu rumah rusak berat, dan dua rumah hancur, setelah sebuah truk pengangkut kayu menumbuk truk tangki BBM hingga terguling. Dua orang tewas. Saya mampir ke rumah Hat bersama Sri Wahyuni, kawan seangkatannya di masa kuliah dan sekarang bekerja sebagai wartawan. Jam menunjukkan pukul setengah sebelas. Ia belum bisa tidur. Jidatnya benjol. Bibirnya bengkak. Kakinya agak linu. "Yang sakit psikis, saya masih takut," katanya. Bahkan, untuk memejamkan mata.

Hat ditemani kedua orang tuanya. Ia agak kecewa, saat Wahyuni pamit pulang. "Saya pikir kamu tidur sini menemani saya," katanya.

"Lha, suami saya sama siap dong," sahut Wahyuni, tertawa.

Hat tersenyum. "I believe in miracle, finally." Akhirnya, ia percaya keajaiban itu memang ada. [wir]

No comments: