04 November 2010



Ada Apa dengan Persid?

Genap sudah Persatuan Sepakbola Indonesia Djember (Persid) sewindu mengikuti kompetisi sepakbola Divisi I. Untuk kesekian kalinya, Persid gagal naik kasta ke Divisi Utama, setelah hanya bermain imbang 0-0 dengan Persepam Pamekasan dalam laga Grup D di Stadion Diponegoro Banyuwangi.

Apapun hasil pertandingan Persewangi Banyuwangi melawan Persewon Wondama, asal Persewangi tak kalah dengan selisih lebih enam gol, Persid berada di peringkat ketiga klasemen dengan nilai 4. Hanya juara dan runner up grup yang berhak lolos ke putaran selanjutnya.

Kegagalan ini memukul Persidmania, suporter fanatik tim berjuluk Macan Sangar ini. "Masa harus ikut wajib belajar sembilan tahun di Divisi I," keluh Wardoyo Achmad, Sekretaris Jenderal Gabungan Suporter Jember (Gangster).

Wardoyo memang layak kecewa. Betapa tidak, klub-klub lain yang dulu sekasta dengan Persid kini sudah menikmati aroma Liga Super Indonesia. Persibo Bojonegoro dan Persela Lamongan sempat menjadi kompetitor Persid. Bahkan, laga Persid melawan Persibo di Stadion Notohadinegoro Jember tahun 2003, sempat berjalan ricuh.

Penonton mengamuk dan merusak stadion, setelah Persid hanya bermain imbang 0-0. Saat itu, penonton marah, dan menuding Persid main mata saat melawan Persibo. Kecurigaan yang tak terbukti hingga kini itu dipicu oleh latar belakang Bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo yang berasal dari Bojonegoro.

Persid sebenarnya pernah mencatatkan prestasi gemilang di kancah sepakbola nasional. Tahun 2002, Persid menjadi juara kompetisi Divisi II. Keberhasilan Persid ini membuat Jawa Timur menggondol treble winner, karena Persik Kediri menjadi juara Divisi Utama, dan Persebaya menjadi juara Divisi I.

Persid dikenal sebagai tim jago kandang. Macan Sangar selalu bisa menerkam lawan-lawannya di Stadion Notohadinegoro. Tim sekelas Persebaya Surabaya pernah ditekuk 0-1 kompetisi Divisi I 2005/2006. Saat itu, pencetak gol Persid adalah Putut Widjanarko. Ironisnya, hingga Putut menjadi pelatih saat ini, Persid masih saja ngendon di Divisi I.

Walau berada di Divisi I, selama tiga tahun terakhir ini, status Persid sebenarnya sekelas dengan divisi ketiga. Saat kompetisi Divisi Utama menjadi kompetisi terpuncak Liga Indonesia, Divisi I adalah divisi strata kedua tepat di bawah Divisi Utama. Namun, setelah PSSI menggelar Liga Super Indonesia, Divisi Utama dijadikan strata kedua, dan Divisi I menjadi strata ketiga.

Apa yang salah dari Persid sehingga gagal naik kasta? Suporter dan ofisial menuding, Persid 'dirampok' tahun ini oleh faktor nonteknis. Satu sisi, ada yang menyebut kapasitas pemain Persid kurang mumpuni. Ada lagi yang menyatakan anggaran Persid dari APBD masih minim, sehingga kesulitan menjadi tuan rumah.

Tak ada faktor yang tunggal sebenarnya. Di satu sisi, Persid memang acap dikerjai secara nonteknis jika bermain di luar kandang. Namun itu sekaligus menunjukkan ketidaksiapan Persid bermain di luar kandang. Penyakit Persid ini cukup parah. Saya ingat, dulu di dinding luar stadion Notohadinegoro tertulis dengan cat semprot: Jago Kandang.

Dari sisi anggaran, Persid sebenarnya tak selamanya menikmati anggaran kecil. Pada masa Bupati Samsul Hadi Siswoyo, Persid cukup mendapat gelontoran dana dan membeli pemain-pemain bagus. Erick Ibrahim, Pari Sandria, Putut Widjanarko, adalah nama-nama pemain yang pernah beredar di Persid.

Pada masa Bupati MZA Djalal, Persid pernah digelontor Rp 5 miliar pada tahun 2007. Dengan modal itu, Persid bisa membeli pemain asing. Namun, hasilnya sekali lagi nihil. Malah yang terjadi belakangan adalah kisruh antarapemain dan pengurus. Pemain merasa pengurus mengabaikan hak-hak mereka.

Sejak geger pengurus dan pemain tahun 2007 itulah, Bupati Djalal mulai enggan ikut campur dalam urusan Persid. Anggaran untuk Persid pun mulai seret. APBD 2010 awal, Persid mendapat gelontoran Rp 800 juta, dan ditambahi Rp 500 juta pada Perubahan APBD. Jumlah yang dirasa kecil untuk meloloskan Persid ke Divisi Utama.

Bupati mulai mengarahkan ke cabang olahraga yang bisa secara instan mengangkat nama Jember di kancah nasional, yakni voli dan superkros. Untuk voli, dari Jember, lahirlah klub Jember Pemkab yang mengikuti rangkain seri kompetisi Proliga. Gagal menuai prestasi memang. Namun, nama Jember menggaung, setelah perhelatan Proliga di kota ini disiarkan secara rutin oleh salah satu stasiun televisi. Jember Pemkab sendiri kini sudah bubar.

Superkros juga membuat Jember disorot oleh televisi. Namun superkros membawa konsekuensi pahit. Diselenggarakan di stadion Notohadinegoro, acara itu membuat rumput stadion rusak. Persid pun terpaksa bertanding di Lumajang sebagai tuan rumah.

Tahun ini, Pemerintah Kabupaten Jember berencana membangun stadion yang lebih bagus. Bupati Djalal menyebutnya senayan kecil. Namun, apa boleh buat, prestasi Persid masih saja berada di Divisi I. Oalaah, Sid Persid. [wir]

No comments: