16 September 2010

KOMPETISI PSSI TANDINGAN BREAKAWAY LEAGUE 2010-2011

Mencoba Mencontek ‘Laporan Crawford’ di Australia

Erwiyantoro (Wartawan Facebook/Dari berbagai sumber)

EUFORIA lahirnya PSSI TANDINGAN, sebetulnya sudah didengungkan oleh kelompok pencinta bola di Facebook sekitar April 2010 lalu. Namun, wadah PSSI TANDINGAN untuk menggulirkan sebuah wadah kompetisi, sudah dimatangkan sekitar akhir Juli 2010 lalu. Adalah kubu Arifin Panigoro, yang sudah mendeklarasikan siap menggantikan kubu Nurdin Halid (kini menjadi lembaga status quo sepak bola nasional di republik ini).

Masih ingat, akhir tahun 2002 saat lembaga sepak bola Australia, membuat gebrakan yang super dasyat untuk menggulingkan mantan presiden Australia Soccer Association (ASA), Nick Greiner (Nurdin Halid-nya Australia). Karena dinilai, selama 30 tahun membangun sepak bola Australia gagal total. Pemicunya, saat gagal lolos ke World Cup 2002.



Namun, sebetulnya selama dipimpin Nick Greiner, tubuh organisasi ASA tersebut, memang sudah sangat rapuh, bobrok dan terlalu banyak korupsi. Dan puncaknya lembaga ASA (PSSI-nya Australia) ini dinilai bangkrut. Kondisi seperti inilah, yang membuat komunitas sepak bola Australia, yang berpikiran moderen, dan memiliki kapasitas sebagai manusia-manusia bisnis yang kreatif, mengirim surat kepada Senator Rod Kemp, Menteri Federal untuk Seni dan Olahraga Australia.



Surat rekomendasi tertanggal 2 September 2002 inilah, yang akhirnya dijuluki sebagai “Laporan Crawford”, dan kemudian dipublikasikan oleh Kementrian Olahraga Senator Rod Kemp. Dan, setelah digodok secara matang oleh tim yang menamakan dirinya Soccer Independent Review Committee atau Laporan Komite Review Independen Soccer, tertanggal 7 April 2003, akhirnya sepak bola Australia ‘Geger Kartosuro’.



Ada 4 poin, yang mempengaruhi carut marut sepak bola Australia saat dipimpin Mick Greiner (Nurdin Halid-nya) Australia, yang mendorong lembaga seperti Soccer Independent Committee, yang diketuai oleh David Crawford, mampu mendesak pemerintah Federal Australia, untuk melakukan penyelidikan ke PSSI-nya Australia yang sangat rapuh, penuh korupsi dan bangkrut.



Yaitu : A) Kegagalan Socceroos (tim nasional Australia) ke Piala Dunia dan Piala Konfederasi karena tidak ada dana yang memadai untuk mengirim pemain yang berlaga di kompetisi di level liga-liga Eropa, walaupun hanya untuk persahabatan dan Piala Oseania. B) Hasil penyidikan oleh program Four Corners Australian Broadcasting Corporation ke dalam konflik kepentingan di PSSI-nya Australia, sehingga salah urus di tingkat anggota Dewan di sepak bola Australia. C) Sangat konstan dalam pertempuran antara faksi politik dan kekuasaan legislatif yang timpang tindih antara mayoritas dan minoritas. Sehingga para anggotanya sangat buruk dalam mengabdi untuk sepak bola nasional. D) Perlawanan terbuka melawan terhadap pemerintah, dan bahkan menolak menerima rekomendasi dari pemerintah, bahkan opini publik juga sudah mendesak agar ada reformasi.





Cerita skandal sepak bola Australia itu, juga sempat diulas oleh seorang wartawan, Michael Vincent sebagai sebuah ‘Opera Sabun’ dari sosok Nick Greiner (Nurdin Halid-nya) Australia, yang dihabisin oleh semua media cetal dan media elektronik di Australia, sebagai bahakn guyonon, lelucon sekaligus bergaya sarkasme dan sadis hanya dalam 24 jam.



Michael Vencent, tanggal 28 Nobember 2002, sempat wawancara tokoh-tokoh yang ingin adanya reformasi besar-besaran di sepak bola Australia seperti Menteri Federal Senator Rod Kemp, juga sosok-sosok yang selama itu juga bercokol di sepak bola Australia dari kubu Nick Greiner (Nurdin Halid-nya) Australia. Misalnya, pemilik klub NSL, Perth Glory, Paulus Afkos.



“Saya tidak anti reformis, saya hanya menentang cara-cara Ian knop (ketua yang ditunjuk pemerintah Australia untuk mereformasi ASA dibawah Nick Greiner. Yaitu saat melacak penyelidikan permainan administrasi yang terjadi di sepak bola Australia, tanpa konsultasi para pemangku kepentingan dan juga anggota klub amatir” tutur Paulus Afkos, yang akhirnya juga ikut menjadi bagian dari reformasi sepak bola Australia.



Sementara itu, Senator Rod Kemp justru berkomentar, “Lebih cepat lebih baik, kalau awalnya semua penyelidikan akan berakhir Mei 2003, maka ternyata bisa lebih cepat yaitu April sudah bisa dieksekusi, sekaligus membentuk komite baru untuk menggodok sekaligus adopsi sepak bola moderen,” tegasnya.





Indonesia Mampukah?

Dengan menyontek semua masalah yang sudah terjadi di sepak bola Australia, maka tim sukses Arifin Panigoro bertemu dengan tokoh-tokoh sepak bola Australia secara intensif bulan Juli 2010 lalu. Agar membangun PSSI TANDINGAN, dengan segal aspek, mirip seperti yang sukses dilakukan oleh semua unsur yang terkait dengan sepak bola, pemilik klub, pemain, wasit dan juga para pemangku kepentingan (bupati, walikota, gubernur), stakeholder -pemilik klub seperti Nirwan Bakrie (Pelita Jaya), Yayasan Arema - Arema Indonesia atau Sihar Sitorus – Pro Titan (dulu, Pro Duta).



Sukses rekomendasi “Laporan Crawford”, sebetulnya beda-beda tipis dengan masalah yang sudah sangat akut dalam tubuh sepak bola nasional, khususnya PSSI. Selain pamor dan sosok Nurdin Halid, yang sudah dua kali masuk penjara, akibat kasus korupsi. Juga masalah sepak bola di Indonesia, benar-benar sudah sangat bobrok.



Sejak tim nasional Indonesia dikalahkan Laos 0 – 2 di Sea Games 2009 lalu, sebetulnya puncak keterpurukan Nurdin Halid yang sudah memimpin sejak 2003, sudah layak harus dicopot dari ‘kursi panas’ PSSI. Apalagi, ditambah tata cara aturan main kompetisi nasional, Liga Indonesia sudah tidak memiliki gengsi apa pun, sejak semua calon juara, calon degradasi dan calon promosi, sudah bisa diatur jauh-jauh hari.



Prestasi tim nasional Indonesia ‘jeblok, kompetisi Liga Indonesia sarat dengan atur mengatur skor dan atur mengatur gelar. Sementara, sistem pembinaan usia muda, tidak pernah berubah dari sistem turnamen ke turnamen, dan kemudian dibuatkan wadah ‘super team’ – terakhir ke Uruguay.





Dalam sistem atsmosfir sepak bola nasional, semakin hari semakin brutal, dengan maraknya tawuran antar suporter, serta tidak pernah lagi ada sportifitas dalam kepengurusan dan manajemen setiap anggota yang ikut kompetisi. Fungsi bisnis sepak bola tidak pernah dijalankan secara benar. Nyaris semua anggota ISL, memiliki Perusahaan Terbatas (PT) atau badan usaha yang bodong, sehingga semua syarat-syarat yang seharusnya wajib dimiliki setiap anggota ISL semuanya mudah ‘diplintir’ dalam kertas-kertas ilegal.



Yang paling miris, ketika pemerintah Indonesia lewat SBY yang mengusulkan adanya Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang pun, juga tidak digubris semua rekomendasinya. Ada tujuh butir, agar PSSI berbenah dan mereformasi semua unsur yang terkait dengan gerbong PSSI dibawah Nudin Halid, juga tidak mempan.



Kondisi seperti inilah, yang membuat kubu Arifin Panigoro yang sudah mendeklarasikan siap menggantikan posisi Nurdin Halid, mulai ancang-ancang untuk mendongkrak ambisinya. Salah satunya, menemukan partner yang punya jaringan ke sepak bola Australia, dan tentunya juga punya jaringan ke AFC dan FIFA. Maka, saatnya kubu Arifin menggodok sebuah wadah dan juga kompetisi PSSI TANDINGAN – dengan nama Breakaway League (mungkin bahasanya, lebih asyik disebut KOMPETISI KEMBALI ke ASALNYA. Inggris di EURO 1996 juga membuat motto – Coming Home.



Hasil Reformasi Australia

Ketika sepak bola Australia mampu direformasi, karena memiliki tujuan yang mulia, sama-sama ingin membangun prestasi sepak bola Australia ke level internasional. FFA – Football Federation Australia adalah lembaran baru, membuka reformasi sepak bola Australia dari lembaga yang bernama Australia Soccer Association (ASA). Dari sebuah nama baru sesuai dengan pergaualan dunia – FIFA. Maka, yang dibenahi pertama kalinya adalah,



1. Mengkritisi tata kelola manajemen dan struktur sepak bola di Australia sebagai sebuah rekomendasi utama.



2.Solusi berbasis untuk memberikan kerangka tata komperhesif dan struktur manajemen untuk olahraga yang membahas kebutuhan organisasi afiliasi dan stakeholder. Rekomendasi ini, termasuk penyesuaian sistem pemerintahan yang ada dan /atau integrasi kegiatan dan operasional.



3.Identifikasi semua hambatan yang sangat berpotensi menggagagalkan reformasi dan strategi untuk mengatasi semua hambatan



4. Rencana melaksanakan rekomendasi dari ‘Laporan Crawford’ .



Hasilnya, meskipun upaya awal untuk membatalkan proses reformasi, ternyata mayoritas reformasi dan rekomendasi telah dilaksanakan oleh Angota Dewan dan Asosiasi Sepakbola Negara. Secara khusus, ketahanan terhadap reformasi di tingkat nasional, sebagian besar hancur oleh ancaman Komisi Olahraga Australia, untuk menahan dana untuk sepak bola Australia.



Restrukturisasi pemerintahan Asosiasi telah menyebabkan pendekatan yang lebih demokratis dan pemberian hak memilih kelompok tidak terwakili sebelumnya (misalnya wasit, pemain wanita, futsal dll). Dalam istilah yang lebih besar, hal itu mengarah pada pengunduran diri dewan Soccer Australia secara massal dan penggantian mereka, dan langsung dipimpin oleh Frank Lowy.



Dewan Frank Lowy telah merombak total organisasi. Sekarang disebut Federasi Sepak Bola Australia, telah mencapai stabilitas keuangan. Hal ini juga mendapat kepercayaan dari komunitas bisnis, setelah diperoleh beberapa sponsor profit tinggi. Kompetisi domestik diluncurkan kembali (Hyundai A-League) dapat dilihat sebagai hasil sampingan dari perubahan diprakarsai oleh laporan Soccer Independen Review Komite.



Hasil Reformasi di Indonesia

Pemerintah dalam hal ini, Kementerian Pemuda dan Olahraga, harus aktif sebagai pelopor mendorong kubu Arifin Panigoro, segera menggelar Kompetisi PSSI TANDINGAN, entah apa pun namanya. Dan, kemudian dibentuk sebuah wadah tim bersama para anggota dewan di DPR, untuk segera membangun undang-undang yang terkait dengan semua dana olahraga untuk kepentingan lembaga olahraga, termasuk sepak bola.



Tanpa ada ikut campur dari pemerintah untuk mendorong reformasi sepak bola atau pun olahraga nasional. Maka, usaha Arifin Panigoro untuk membangun bendera PSSI TANDINGAN, akan sia-sia. Khususnya, jika menyangkut para pemangku kepentingan (kepala daerah), yang selama ini, masih diberi kesempatan memimpin lembaga-lembaga sepak bola di daerahnya masing-masing.



Rekomendasi ‘Laporan Crawford’ di Australia mampu digodok hanya sejak September 2002 hingga April 2003, sudah mampu mendobrak sekaligus mereformasi sepak bola Australia. Namun, di Indonesia, terlalu banyak kendala yang harus dihadapi para pemangku ‘reformasi’ di lembaga PSSI TANDINGAN, tanpa gerak cepat dari unsur lembaga pemerintah Indonesia, baik eksekutif maupun legislatif, bisa jadi akan memakan waktu panjang dan membosankan.



Namun kalau boleh dikatakan ibarat, siapa yang lebih dulu antara telur atau ayam. Maka, PSSI TANDINGAN, harus segera merilis dan meluncurkan sebuah wadah kompetisi PSSI TANDINGAN. Dengan merekrut sebanyak mungkin anggota Indonesia Super League (ISL), untuk menggangu kompetisi ISL yang segera digulirkan 26 September 2010 mendatang.



Yang menjadi masalah dalam membangun kompetisi PSSI TANDINGAN, ada banyak kendala yang akan segera dihadapi, khususnya manajemen setiap anggota peserta Kompetisi Breakaway League. Karena, masalah ISL pun sebetulnya juga sama, yaitu masalah manajemen dan infrastruktur dari setiap anggota ISL, atau pun anggota Divisi Utama, memiliki manajemen (pemangku kepentingan di daerah) dan memiliki infrastruktur yang sangat buruk.



Solusinya, adalah investasi sebuah wadah baru, yang bernama PSSI TANDINGAN dengan menggelar Kompetisi Breakaway League, adalah wajib dikeluarkan dana yang berlipat-lipat, selain untuk membiayai – menyuntik dana kepada setiap anggota (tentunya dikontrol), juga mengeluarkan dana tambahan untuk menyuntik setiap anggotanya, dalam mengelola manajemen dan membangun struktur organisasi yang sepadan, permanen dan wajib nyaris sama deri rekomendasi yang dikelola partner-nya Arifin Panigoro (mirip dengan rekomendasi ‘Laporan Crawford’.



Dalam ‘Laporan Crawford’ dijelaskan, bahwa setiap anggota biasa, anggota dewan atau pun direktur dan juga anggota pribadi yang dipilih dan memiliki suara dalam keikutsertaan dalam sistem manajemen organisasi sepak bola Australia, wajib dikontrol semua keuangan individunya, oleh lembaga independent - Ernst & Young.



Khusus masalah keuangan individu inilah, pihak pemerintah dan kementrian Pemuda dan Olahraga mendorong sekaligus membuat aturan baku yang kejam dan tanpa kompromi, bagi semua anggota pemilik klub (kompetisi profesional), atau pun anggota yang menjadi bagian dari struktur organisasi sepak bola Indonesia. Sementara itu, juga wajib ada aturan, bahwa pemangku kepentingan (pemerintahan di daerah), hanya bisa mengontrol, tanpa ikut campur dan terlibat langsung dalam sepak bola Indonesia.



Jika PSSI sesuai statuta PSSI yang disahkan AFC dan FIFA, wajib memiliki 108 anggota yang memiliki hak suara. Maka, lembaga PSSI TANDINGAN tidak perlu menggunakan standart yang sama seperti PSSI, AFC dan FIFA yaitu 108 anggota. Tapi, bisa menggunakan cara-cara yang dilakukan seperti sepak bola Australia yang kini hanya memiliki 61 anggota yang memiliki suara.



18 Anggota PSSI TANDINGAN

Untuk menggangu dan akhirnya membuat PSSI status quo milik Nurdin Halid kelimpungan, maka dalam waktu seminggu ke depan ini, wadah PSSI TANDINGAN harus segera me-launching wadah baru ini, dengan konsep yang jelas, tegas dan memiliki dampak yang super significan dalam mendobrak prestasi sepak bola nasional.



Misalkan, ada10 sampai 12 anggota ISL yang segera melepas baju ISL – milik PSSI, dan segera menggunakan baju semua PSSI TANDINGAN dengan motto yang sudah didengang-dengungkan kubu Arifin Panigoro dengan nama Breakaway League. Hanya dengan merebut 70% dari anggota ISL, maka tidak sulit mendapatkan enam (6) anggota Divisi Utama, misalkan PSMS Medan, PSIS Semarang, Persebaya Surabaya, Persita Tangerang, Persma Manado dan Persis Solo, maka lengkaplah sudah anggota PSSI TANDINGAN ber-merk Breakaway League Indonesia 2010-2011.



Sedangkan sisanya adalah anggota ISL. Misalnya, yang potensial sekaligus punya peluang untuk ikut di Breakaway Laegua Indonesia, dan sudah diberi uang muka seperti PSM Makassar dan Arema Malang. Sedangkan sisanya, PSPS Pakanbaru, Persib Bandung, Persija Jakarta, Persisam Samarinda, Persijap Jepara, Persema Malang, Persiba Balikpapan, Bontang FC, Persipura Jayapura.



Yang kemungkinan menolak, walaupun ada iming-iming dana pengelola tim peserta, entah Rp 20 miliar atau pun Rp 25 miliar atau lebih. Namun, sepertinya Sriwijaya FC Palembang, Semen Padang, Pelita Jaya, Persela Lamongan, Deltras Sidoarjo tetap akan loyal dengan kubu Nurdin Halid. Sedangkan Persiwa Wamena dan Persibo Bojonegoro, sepertinya sulit kalau diajak berkompetisi di level elit, selain masalah infrastruktur, juga masalah transportasi yang melelahkan, tidak memiliki Bandar udara yang memadai.



Untuk mengimbangi Divisi Utama Breakaway League, lembaga PSSI TANDINGAN juga sudah wajib membangun 18 tim di bawah divisi utamnya, sebut saja mereka anggota Divisi I. Mereka-mereka yang wajib dilirik, harus memiliki infrastruktur yang baik, dan memiliki kantung-kantung pembinaan yang selama ini menjadi lumbung pemain berbakat menuju sebagai pemain tim nasional Indonesia.



Misalkan, di Sumatera bisa mengajak Persiraja Banda Aceh, Pro Titan Medan, PSP Padang, PSBL Bandar Lampung, Persikota Tangerang, Persikab Kab. Bandung, Persiku Kudus, PSS Sleman, Persis Solo, PSIM Jogjakarta, Persiba Bantul, Gresik United, Perseden Denpasar, Mitra Kukar Tenggarong, Persis Sorong, Persidafon Dafonsoro, Perseman Manokwari.



Investasi dari Star TV

Mampukah Arifin Panigoro membangun imperium barunya sebagai orang nomor satu di PSSI TANDINGAN? Jawabnya, sangat mungkin, mengingat jaringan dan koneksitas sosok Arifin Panigoro sudah mendunia. Ibaratnya, kalau Arifin Panigoro mau memaksimalkan sosoknya mirip seperti misalnya Roman Abramovic, pemilik Chelsea, maka besok Pipin, panggilan akrabnya bisa memutuskan, “Ya, Siap.”



Pertanyaannya, berapakah investasi yang akan digelontorkan? Siapa saja yang akan ikut nimbrung dalam lembaran anyar, wadah PSSI TANDINGAN – Breakaway League? Karena, jika bicara legitimasi sebuah wadah, maka yang berbicara adalah politik bisnis sebuah organisasi. Lalu, siapa yang kira-kira menangkap peluang bisnis raksasa di sepak bola, dari dunia ketiga seperti Indonesia?



Start TV adalah tekevisi yang mendunia, nyaris perusahaan televisi milik Rupert Murdoch's ini, memiliki kutipan terbesar di dunia setelah mampu menjaring 53 negara di Asia. Dan, mampu ditonton 300 juta pelanggannya, serta disaksikan 120 juta pirsawan setiap harinya. Murdoch memiliki mayoritas pemilik saham STAR Broadcasting Corporation. Tahun 1993, Rupert Murdoch's News Corporation membeli saham Star TV 63,6% dan sisanya kemudian dilunasi 1 Januari 1993.



Rupert Murdoch’s adalah ‘super raja’ televisi dunia, dengan perusahaan News Corporation (dengan saham sebesar 50%) dan berduet dengan The Walt Disney Company (ESPN Inc. juga menyimpan 50% sahamnya), mampu membangun Star Sport. Yang ruang lingkupnya hanya masalah olahraga, termasuk sepak bola.



Sebetulnya, Star TV sudah pernah masuk ke wilayah televisi nasional, misalnya bekerjasama dengan ANTV milik Nirwan Bakrie tahun 2002. Namun, tahun 2009 lalu Star TV resmi mengundurkan diri dari ANTV, karena Star TV menilai bahwa ANTV tidak memiliki komitmen dalam melakukan bentuk kerjasamanya. Ini pula yang sebetulnya, membuat Star TV sangat ‘dendam’ dengan ANTV yang kini memiliki hak siar monopoli Indonesia Super League.





Menurut pengamatan saya, hanya televisi yang mampu membeli sebuah wadah kompetisi sepak bola Liga Indonesia, yang memiliki value (keuntungan) yang luar biasa, dalam perkembangan sepak bola di kawasan Asia. Dengan ditonton rata-rata sekitar 10 sampai 20 juta setiap pertandingan berarti adalah uang yang super menggiurkan di wilayah Indonesia.



Hanya dengan perhitungan bisnis yang super ‘njlimet’ dalam hitungan kalkulasi sepak bola modern, sebuah tivi se-raksasa milik Ruper Murdoch’s, yang mampu dan merasa tidak rugi, jika investasinya dari dana milik Star TV atau Star Sport. Mengapa Star TV berani? Dan, mengapa harus televisi? Mari kita hitung jawabannya.



Rp 2 sampai 3 TriliyunJadi kalau awalnya, pencinta bola Indonesia coba menebak-nebak, siapa yang akan membiayai kompetisi PSSI TANDINGAN dengan lebel – Breakaway League Indonesi 2010-2011. Maka, semuanya pasti tertuju kepada sosok Arifin Panigoro. Namun, jawabnya salah. Karena tidak harus Arifin Panigoro yang membiayai kompetisi yang kira-kira memakan dana sekitar Rp 2 sampai 3 triliyun. Arifin Panigoro yang sudah sangat canggih dalam melakukan manuver-manuver bisnis, cukup memiliki saham sebagai seorang yang punya jaringan dan koneksi.



Coba kita breakdown, setiap peserta anggota Breakaway League Indonesia 2010-2011, akan menghabiskan dana operasional, manejemen dan segala biaya produksi setiap tim, kira-kira nilainya Rp 25 miliar. Maka, jika ada 18 peserta yang ikut dalam kompetisi perdana PSSI TANDINGAN ini, total yang harus dikeluarkan pihak Star TV adalah Rp 450 miliar.



Agar, kompetisi ini benar-benar bisa dinilai layak oleh AFC dan FIFA, maka setiap lembaga sepak bola di suatu negara, wajib memiliki 18 sampai 20 anggota yang ikut kompetisi dibawahnya, misalkan Breakaway League Indonesia 2010-2011 adalah Divisi Utamanya. Maka, yang dibawahnya adalah anggota Divisi I. Syarat AFC dan FIFA, setiap kompetisi wajib ada tim yang terkena degradasi, dan ada tim yang naik sebagai tim promosi. Ini sudah merupakan Rule Game yang wajib ditaati setiap negara. Kalau, jumlah anggota Divisi Satu juga 18 tim, maka total yang harus dikeluarkan juga sama, yaitu Rp 450 miliar.



Konsep Star Sport maupun ESPN, adalah dua televisi yang selalu beribisnis secara total. Oleh sebab itu selalu mengambil semua pertandingan dengan cara seperti mengambil secara langsung. Artinya, kalau setiap Sabtu misalkan ada lima pertandingan, di mana dua pertandingan secara langsung (live). Maka, tiga partai lainnya juga diambil full sepanjang 90 menit. Dengan demikian, biaya produksi partai live dan partai delay, sebetulnya nyaris sama. Sedangkan Minggu diambil 4 partai sisanyanya



Jika ANTV selama ini untuk sekitar 7-8 kamera, dalam setiap pertandingan ISL membutuhkan anggaran produksinya sekitar Rp 80-100 juta. Maka, kalau Star (TV) Sport dengan maksimal menggunakan 15 sampai 20 kamera, bisa mengeluarkan anggaran sebesar Rp 300 juta. Bedanya, kalau ANTV satu musim, maksimal hanya 100 sampai 120 pertandingan. Maka, kalau Breakaway Laegue Indonesia versi PSSI TANDINGAN dipastikan mengambil semuanya – yaitu 306 pertandingan. Maka, total satu musim Star TV wajib mengeluarkan anggaran sebesar Rp 91.8 miliar. Dan, hal yang sama juga akan dikeluarkan sebesarp Rp 91.8 miliar untuk biaya produksi Divisi Satu.Sekarang, yang menjadi pertanyaannya siapa televisi swasta nasional Indonesia yang mendapat berkah dari hasil PSSI TANDINGAN menggelar Breakaway Laegue Indonesia 2010-2011 nanti? Jawabnya, bervariasi – tergantung Star TV mau bekerjasama dengan siapa yang mampu dan pantas mendapat hak siarnya. Jika Star TV memiliki MNC – yaitu RCTI, TPI dan Global TV, maka siarannya dijamin bisa ditonton ke pelosok Indonesia. Namun, jika Star TV jadi membeli SCTV pun, juga tidak masalah, karena masa depannya INDOSIAR (seang siap dijual oleh pemiliknya) pun juga pasti bisa disabet Star TV jika harus dijual. Maka, masa depannya Star TV juga punya tivi lokal, SCTV dan INDOSIAR.



Untuk membeli wadah televisi swasta Indonesia, baik dengan bentuk kerjasama atau membeli jam tayangnya. Maka, diperkirakan Star TV akan mengelaurkan dana lagi, kira-kira sebesar Rp 1 triliyun untuk menyewa satu televisi atau dua televisi, bahkan kalau konsep bisnis Star TV mampu menangkap dengan jeli, sanggup membeli jam tayang tiga tivi sekaligus untuk siarkan secara live dalam waktu yang bersamaan. Inilah bisnis gambar hidup di televisi di jaman globalisasi.



Mengingat event ini adalah event yang tidak punya ikatan apapun dengan PSSI Status Quo, maka PSSI Tandingan – Breakway League, dipastikan harus mengeluarkan anggara, khusus untuk perangkat pertandinga, misalkan wasit. Minimal untuk satu sampai dua musim ke depan, semua perangkat pertandingan, harus memiliki anggaran yang lumayan besar, khususnya untuk wasit dan dua wasit penjaga garis, serta 1 wasit cadangan, serta inspektur perrtandingan.



Jika, solusinya adalah para wasit di luar Indonesia, maka anggaran yang dibutuhkan lumayan besar, minimal untuk transportasi dan akomadasi untuk setiap pertandingan, selayaknya harus dari wasit kawasan Asia. Untuk satu musim, jika melihat ISL menggulirkan kompetisi selama ini, membutuhkan sekitar 200 wasit. Maka, jika mereka satu musim dianggarkan mendapat Rp 300 juta untuk satu musim, maka totalnya mencapai Rp 60 miliar.



Yang lumayan mahal dalam menggelar sepak bola nasional yang bersih sehat dan akuntabel, adalah membelanjakan dana Star TV untuk mengubah mainset (cara berpikir), para pelaku sepak bola itu sendiri. Dari pemain, pelatih, wasit, futsal, sepak bola wanita, sampai kepada para pengelola tim, manajemen ofisial tim modern hingga sampai kepada para pemangku pemerintahan di daerah yang masih berpikir primitif dalam mengelola organisasi sepak bola moderen.



Jika, Star TV mampu membangun impian sepak bola kea rah yang lebih modern, lebih santun dan lebih profesional. Maka, saatnya PSSI TANDINGAN dengan merk Breakaway League dijalankan sesegera mungkin, sekaligus merusak organisasi PSSI Status Quo di mata AFC dan FIFA yang pastinya akan dinilai tidak becus mengatur roda organisasi sepak bola negaranya, dan terbukti ada PSSI TANDINGAN.



Jika ada yang mencibir, mau kemana arah puncak dari kompetisi PSSI TANDINGAn – Breakaway League ini?. Mengingat impian setiap pemain dan setiap tim yang ikut kompetisi, adalah bisa memiliki mimpi-mimpi menjadi pemain nasional jika menjadi seorang pemain. Dan, bisa mewakili negaranya, jika timnya juara dan kemudian diutus menjadi wakil Indonesia ke level internasional – AFC Championship League.Jawabnya, Star TV dan para partnership Arifin Panigoro, sudah kenyang dengan pengalaman, memiliki jaringan ke organisasi dunia, FIFA maupun AFC, maka penilaian hasil kompetisi yang mendua ini, bisa di presentasikan ke AFC. Siapa yang lebih siap? Siapa yang lebih bagus membangun kompetisi? Siapa yang lebih bersih dan memiliki prospek yang saling menguntungkan? PSSI TANDINGAN atau PSSI Status Quo?

Jawaban terakhir, siapa yang lebih kuat me-lobby lembaga AFC dan FIFA dialah pemenangnya. Kita tunggu saja gebrakan kubu Arifin Panigoro, dan kita juga segera melihat reaksi kubu Nurdin Halid. Dan, pemenangnya adalah sepak bola Indonesia itu sendiri. (*)

No comments: