15 February 2010



Tempurung Bonek Jember Remuk,
Pelaku Diduga Oknum Polisi KA


Seorang Bonek pendukung Persebaya asal Kabupaten Jember, Ryan Bachtiar (17), diduga menjadi korban penganiayaan oknum polisi khusus kereta api (polsuska). Gara-gara penganiayaan ini, Ryan mengalami gegar otak berat dan remuk sebagian tulang tempurung, dan belum memperoleh penanganan dengan baik hingga saat ini.

Kisah penganiayaan terhadap Ryan yang tinggal di Jalan Bungur Kelurahan Gebang Kecamatan Patrang ini sebenarnya terjadi sebulan lalu, seusai menyaksikan laga big match Persebaya versus Arema Malang di Surabaya. Penganiayaan terjadi di atas Kereta Api Mutiara Timur Malam jurusan Surabaya-Banyuwangi.

Ryan tak menyangka bakal mengalami nasib buruk Minggu dinihari (17/1/2010) itu. Kendati perjalanan darat dari Jember menuju Surabaya membutuhkan waktu lima jam, Ryan bersama sekitar 80 orang Bonek Jember tetap berangkat untuk menyaksikan Persebaya berlaga. Suporter Persebaya memang tersebar di sejumlah kota di Jawa Timur.

Wiwin Ariyanto, ayah Ryan, mengatakan, anaknya pamit hendak ke Surabaya untuk menonton Persebaya versus Arema, Sabtu (16/2/2010). Ryan pun bukannya tak bermodal. Ia membawa uang Rp 60 ribu, dengan asumsi Rp 20 ribu utuk membeli tiket masuk stadion, dan sisanya untuk biaya transportasi kembali ke Jember.

Sial, ternyata sesampainya di Gelora 10 November, tiket sudah habis. Ryan bersama kawan-kawannya terpaksa membeli tiket masuk stadion kelas ekonomi dengan harga Rp 40 ribu. Alhasil, ia tak punya cukup duit untuk membeli karcis kendaraan umum agar bisa kembali ke Jember.

Tak kekurangan akal, Ryan bersama dua kawannya, Andre dan Hendra, memilih menumpang truk dari Surabaya menuju Bangil, dan dari Bangil menuju Lumajang. Jelang Sabtu tengah malam sesampainya di Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember yang berbatasan dengan Kabupaten Lumajang, tiga sahabat ini turun dan memilih naik kereta api Mutiara Timur di stasiun Tanggul.

Jarak Tanggul dengan kota Jember hanya sekitar 30 kilometer. Tak punya duit lagi, tiga sahabat ini naik tanpa membayar tiket kereta api. Mereka duduk berpencar. Andre duduk di kursi gerbong depan, Ryan dan Hendra duduk di bangku gerbong belakang.

Sial, sedang enak-enak istirahat, mereka kepergok kondektur karena tak punya tiket. Tiga Bonek ini meminta maaf. Namun seorang oknum polisi khusus kereta api (polsuska) tak memberi ampun.

Menurut penuturan Ryan kepada orang tuanya, oknum tersebut menyundut bagian sebelah kelopak mata dan punggung Ryan dengan rokok. Andre mengatakan, polsuska itu menginjak-injak dirinya. "Saya lindungi kepala dengan tangan saya," katanya. Saat polsuska mengalihkan perhatian kepada Ryan, Andre memilih melompat keluar gerbong, kendati kereta api masih berjalan. Untunglah dia selamat.

Namun Ryan tidak selamat. Ia diduga dihajar oleh si oknum, sehingga bagian tempurung kepalanya remuk. Wiwin, ayah Ryan, mengatakan, dia harus mencari duit puluhan juta rupiah untuk melakukan operasi pencabutan serpihan tulang tengkorak yang masuk ke otak. Sampai saat ini biaya pengobatan sudah mencapai Rp 47 juta. Penghasilannya sebagai pedagang roti keliling tak cukup, sehingga Wiwin harus meminjam ke sejumlah kerabat.

"Kami sekeluarga sudah minta pertanggungjawaban ke Polwil Besuki dan PT KAI Daops 9," kata Wiwin. Namun, hingga sebulan setelah kejadian, bantuan maupun santunan tak juga datang. Padahal, Ryan butuh biaya agar bisa menjalani operasi tajap kedua, yakni memasang batok tempurung kepala buatan. [wir]

No comments: