14 June 2009

Soal Sindiran Politik, SBY Tak Konsisten

Susilo Bambang Yudhoyono terlampau percaya diri, dan belum bisa membedakan diri sebagai kandidat presiden atau sebagai presiden yang saat ini menjabat. Hal ini berbuah pada inkonsistensi pernyataan soal etika berkampanye dan sindiran politik.

Dalam beberapa kali kesempatan, SBY selalu menekankan perlunya pernyataan beretika dengan tidak menyerang kandidat lain. Namun beberapa kali juga SBY melemparkan pernyataan di hadapan publik, yang bisa diartikan pihak lain sebagai serangan terhadap Muhammad Jusuf Kalla sebagai pesaing.

Sebut saja soal pernyataan mengenai dipilihnya Boediono sebagai calon wakil presiden, karena tidak memiliki vested interest dalam bisnis. SBY juga beberapa kali menekankan perlunya pejabat tidak merangkap dengan berbisnis.

SBY juga pernah menyampaikan, pentingnya seseorang tidak menonjolkan peran maupun merasa sebagai pihak yang berjasa kepada negara. Namun, di satu sisi, berbagai kampanye dan iklan menunjukkan klaim jasa SBY dalam pembangunan.

"Pak SBY juga kurang konsisten. Kadang lupa membedakan diri antara sebagai incumbent (pemimpin yang tengah berkuasa), atau sebagai kandidat presiden," kata Pengamat komunikasi politik Universitas Airlangga Suko Widodo, Minggu (14/6/2009). Potensi pelanggaran etika seperti itu sangat besar, ketika persaingan politik semakin ketat.

Namun, perlu ada riset dan survei lebih lanjut, apakah adu sindir seperti itu akan berdampak ke masyarakat. "Belum tentu itu sampai kepada masyarakat. Bisa saja rakyat hanya berpikir, yang penting dapat BLT (bantuan langsung tunai)," kata Suko. Dalam konteks ini, SBY memang lebih diuntungkan.

Suko menilai, SBY melemparkan sejumlah pernyataan itu karena merasa percaya diri. "Andaikan perolehan suara partainya, Partai Demokrat, kecil, ia tidak akan mengatakan itu," katanya.

Suko juga melihat, SBY hendak meniru gaya Amerika Serikat dalam memperlakukan wakil presiden. "Di Amerika, wakil presiden seperti ban serep. Itu hanya terjadi kalau partai pendukungnya kuat, dan dia tidak butuh koalisi. Oleh sebab itu, Pak SBY memilih Boediono, karena tidak ingin merepotkan. Bisa saja nanti urusan ekonomi diserahkan ke Pak Boediono, sementara Pak SBY lebih berkonsentrasi menghadapi persoalan sosial politik," katanya. [wir]

No comments: