14 June 2009

Komunikatif, JK Juru Damai Piawai

Peran Muhammad Jusuf Kalla dalam penyelesaian konflik di Aceh sebenarnya tak perlu dipertanyakan. Dalam berbagai proses penyelesaian konflik, ia memang dikenal sebagai juru damai yang piawai.

Hal ini dikemukakan pengamat ilmu komunikasi Universitas Airlangga, Suko Widodo, Minggu (14/6/2009). Dalam kampanye di Aceh, Sabtu (13/6/2009), JK menjelaskan kepada para pendukungnya mengenai perannya dalam proses perdamaian di Helsinki. Ia juga menjelaskan bagaimana dirinya menandatangani persetujuan berdirinya partai lokal Aceh, setelah sebelumnya 10 kali membaca Surat Yasin.

"Kalau fakta itu benar adanya, ya tidak masalah disampaikan dalam kampanye. Kalau tidak benar, tentu menjadi black campaign (kampanye hitam)," kata Suko.

Namun, menurut Suko, selama ini peran JK memang cukup besar dalam penyelesaian konflik. "JK memang orang sipil yang memiliki pengalaman dan memahami bagaimana menyelesaikan konflik. Ia egaliter dan komunikatif," katanya.

Kemampuan JK melakukan komunikasi politik yang baik, menurut Suko, tampak saat deklarasi pemilu presiden damai di kantor Komisi Pemilihan Umum, beberapa waktu lalu. "Saya nilai, JK yang paling baik saat itu pernyataan politiknya," katanya.

Kemampuan JK dan perannya yang besar dalam perdamaian Aceh sebenarnya pernah diakui sendiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam acara pembubaran Badan Rehabilitas dan Rekonstruksi NAD-Nias, di Istana Negara, Jumat (17/4/2009).

“Keberhasilan perdamaian tak lepas dari negosiasi yang bagus dan perundingan yang bagus. Pak Jusuf Kalla berperan di situ,” ujar SBY, sebagaimana dikutip Sriwijaya Post Online.

Menurut SBY, tidak hanya Kalla yang mempunyai peran pada perdamaian konflik di Aceh. Pihak TNI dan Polri juga berperan pada proses menuju Aceh damai dalam naungan NKRI. Tidak ketinggalan, Aceh menjadi damai juga karena dukungan politik kebersamaan dari DPR, MPR, DPD, semuanya.

Kendati JK maupun SBY berhak melakukan klaim politik di masa kampanye, Suko berharap agar kedua pihak mempertimbangkan hubungan jangka panjang keduanya di pemerintahan saat ini. "Komunikasi politik itu kontekstual. Dalam suatu kompetisi seperti pemilu, tentu masing-masing pihak akan memanfaatkan sentimen informasi," katanya. [wir]

No comments: