14 June 2009

SBY Pelindung, JK Operator Perdamaian

Sebenarnya peran antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dalam proses perdamaian Aceh tak perlu diperdebatkan. JK tetap harus diakui sebagai operator perdamaian yang mewakili pemerintah Indonesia.

Pengamat politik Fachri Ali mengatakan, SBY dan JK punya gagasan yang sama soal perdamaian Aceh. "Mereka ingin menyelesaikan persoalan Aceh secara damai, dan kesempatannya adalah saat mereka menjadi presiden dan wakil presiden," katanya, Minggu (14/6/2009).

Dalam konteks tersebut, JK adalah pelaksana perundingan. "Secara operational day to day, semua JK. Secara day to day, dia melaksanakan dan memilih orang-orang yang berangkat ke Helsinki (Finlandia)," kata Fachri.

Pengamat komunikasi politik Suko Widodo menambahkan, selama ini peran JK memang cukup besar dalam penyelesaian konflik. "JK memang orang sipil yang memiliki pengalaman dan memahami bagaimana menyelesaikan konflik. Ia egaliter dan komunikatif," katanya.

Kemampuan JK dan perannya yang besar dalam perdamaian Aceh sebenarnya pernah diakui sendiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam acara pembubaran Badan Rehabilitas dan Rekonstruksi NAD-Nias, di Istana Negara, Jumat (17/4/2009).

"Keberhasilan perdamaian tak lepas dari negosiasi yang bagus dan perundingan yang bagus. Pak Jusuf Kalla berperan di situ," ujar SBY, sebagaimana dikutip Sriwijaya Post Online.

Menurut SBY, tidak hanya Kalla yang mempunyai peran pada perdamaian konflik di Aceh. Pihak TNI dan Polri juga berperan pada proses menuju Aceh damai dalam naungan NKRI. Tidak ketinggalan, Aceh menjadi damai juga karena dukungan politik kebersamaan dari DPR, MPR, DPD, semuanya.

Fachri mengatakan, SBY berfungsi memberikan proteksi politik kepada JK. Sebab, saat itu banyak faksi ultranasionalis di parlemen maupun tentara yang tidak setuju dengan perdamaian di Aceh. "JK sendiri kan tidak memiliki akses ke tentara. Yang punya akses adalah SBY, selaku panglima tertinggi," kata Fachri. [wir]

No comments: