13 June 2009

SBY Tak Konsisten Soal Pejabat Berbisnis

Calon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa kali menyindir pejabat yang merangkap pengusaha. Sindiran terakhir dilakukan saat kampanye di Malang, Jumat (12/6/2009). SBY tidak menyebut nama memang, namun sejumlah media dan pengamat curiga, SBY tengah menyodok Muhammad Jusuf Kalla, sekondannya dalam pemerintahan sekaligus calon presiden dengan nomor urut 3.

Di Malang, SBY mengatakan, "Kami ingin membangun pemerintah bersih untuk kesejahteraan, pemerintah yang bersih seperti apa? yaitu pemerintah yang bebas dari KKN, Pejabat pemerintah jangan merangkap pengusaha."

Dengan pernyataan tersebut, seolah-olah ada logika berpikir, rangkap kerja dengan pengusaha menyebabkan munculnya kolusi, korupsi dan nepotisme. Pejabat yang pengusaha atau pengusaha yang pejabat dianggap akan terperangkap KKN.

Benarkah demikian? Sejumlah narasumber yang diwawancarai beritajatim.com sejak pekan lalu menampik pendapat serta-merta seperti itu. Bahkan, tertangkap adanya inkonsistensi dalam pernyataan tersebut.

Bachtiar Effendy, pengamat politik Universitas Islam Negeri Jakarta, mengatakan, tidak relevan mempertanyakan bisnis Jusuf Kalla. "Dulu tahun 2004, Presiden SBY justru membela keluarga pejabat yang berdagang. Saya ingat juru bicara presiden mengatakan, 'apa kalau keluarga pejabat lantas tidak boleh berdagang? Lalu mau makan apa'," katanya saat diwawancarai beritajatim.com, Jumat (12/6/2009).

Bachtiar mengingatkan, tidak ada politisi di Indonesia yang tidak memiliki konflik kepentingan (conflict of interests). "Mayoritas anggota DPR kita memiliki conflict of interests. Menyusun undang-undang, ada kepentingan partai, teman dekat, dan lain-lain," katanya.

Aktivis buruh yang pernah menjadi musuh rezim Orde Baru, Dita Indah Sari, menambahkan, semua orang punya peluang untuk melakukan KKN. "Wartawan juga bisa," katanya.

Mohamad Fadhil Hasan, ekonom dari Indef menegaskan, belum ada bukti jika seorang pengusaha menjadi presiden bakal terjerat KKN. "Jangan tendensius. Belum ada bukti sahnya," katanya.

Justru yang telah terbukti melakukan KKN saat menjadi presiden adalah tentara. Saat berkuasa, Soeharto, sang Jenderal Tersenyum itu, memberikan keleluasaan bagi anak-anaknya untuk membangun jaringan bisnis besar. Sementara, Jusuf Kalla selama menjadi wakil presiden, sudah melepas jabatannya di dunia bisnis. Bisnis yang dikelola keluarganya pun sekitar 95 persen tidak berhubungan dengan pemerintah. "Siapapun presidennya, bisnis keluarga kami tetap berjalan," katanya dalam sebuah wawancara, untuk menunjukkan tidak adanya ketergantungan bisnis dengan pemerintah.

Pengajar Universitas Airlangga Tjuk Kasturi Sukiadi mengatakan, JK memang perlu membuktikan, bahwa kelak jika menjadi presiden, tidak akan mencampuradukkan bisnis dan pemerintahan. "Kallanomics harus bersih dari KKN. Dia harus punya komitmen," katanya.

"Yang penting adalah penegakan aturan yang tegas," sambut Fadhil Hasan, yang juga dibenarkan secara terpisah oleh Dita Indah Sari.

Dalam pandangan Bachtiar Effendy, untuk menilai seseorang sudah terjerat konflik kepentingan adalah dengan melihat adanya pelanggaran aturan atau tidak. Namun, ia menyadari, sodokan terhadap bisnis JK tak lepas dari suasana politik. "Karena ini masa kampanye, apa saja dikampanyekan," katanya. [wir]

No comments: