02 June 2009

Pemilu Musim Cuci Duit Korupsi

Dari tahun ke tahun, Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya kenaikan jumlah praktik pencucian uang. Pemilihan umum menjadi momentum untuk mencuci uang hasil korupsi oknum pejabat.

PPATK mencatat: pada tahun 2002, ditemukan transaksi keuangan yang mencurigakan per bulan ada 10,3 kasus. Tahun 2005 ditemukan 171 kasus per bulan, tahun 2006 sebanyak 290 kasus per bulan, tahun 2007 sebanyak 486 kasus per bulan, dan tahun 2008 menjadi 869 kasus per bulan.

Tahun 2009 jumlah praktik pencucian uang lebih dahsyat lagi. Hingga saat ini, telah ditemukan 1.310 kasus transaksi mencurigakan. "Ini disebabkan saah satunya oleh sistem di Indonesia yang masih lemah, dan memberi celah terjadina pelanggaran," kata Ketua PPATK Yunus Husein, di Jember, Selasa (2/6/2009).

Pemilu juga dijadikan saat bagi pelaku korupsi untuk mencuci uang yang diberikan kepada salah satu calon legislatif. PPATK menemukan data, bahwa 309 kasus pencucian uang disebabkan oleh korupsi, dan 211 kasus karena penipuan.

Untuk menghindari intaian aparat hukum, ada pengurus partai yang tak mau bertransaksi sendiri, dan menyuruh sang istri atau sopirnya melakukannya. PPAT juga menemukan ada oknum anggota KPU yang ikut bermain dalam praktik pencucian uang ini. "Ada saja cara untuk main akal-akalan," keluh Yunus.

Yunus berharap, ada pembenahan sistem segera. Ia mengkritik diperbolehkannya sumbangan oleh anggota partai tanpa batas. Pembatasan hanya dilakukan untuk orang luar partai, di mana perorangan hanya boleh menyumbang maksimal Rp 1 miliar dan kelompok maksimal hanya boleh menyumbang Rp 5 miliar.

Yunus menganggap pembatasan tersebut akan melempangkan kesempatan untuk bermain-main. "Mana ada orang yang mau menyumbang sebanyak itu. Jumlah itu fantastis bagi seseorang untuk memberi sumbangan," katanya. [wir]

No comments: