15 June 2009

Neolib vs Kerakyatan, Ekonomi Syariah Alternatifnya

Perekonomian syariah adalah alternatif di antara dua wacana ekonomi besar yang saat ini digelindingkan: ekonomi neoliberal dan ekonomi kerakyatan. Apalagi, perekonomian syariah di Indonesia tengah menggeliat terus mencari bentuk.

Ekonom syariah Universitas Airlangga, Dr. Suherman Rosyidi, mengatakan, wacana ekonomi neoliberal dan ekonomi kerakyatan, sebenarnya sama-sama berbasis kepada sistem kapitalisme. "Bedanya, neoliberal lebih memperhatikan pertumbuhan daripada ekonomi kerakyatan yang memperhatikan pemerataan," kata Suherman Rosyidi.

Dalam ekonomi liberal, pengusaha besar dan kecil dibiarkan bertanding satu sama lain. Akibatnya, pengusaha kecil tentu saja kalah. Suherman menunjuk hadirnya berbagai hipermarket dan supermarket yang menghancurkan toko-toko tradisional kecil.

"Paham liberalisme seolah-olah berpihak pada ekonomi keseluruhan. Tapi wujudnya berpihak pada pengusaha besar. Sementara dalam ekonomi kerakyatan, uang yang masuk ke bank, seharusnya digunakan untuk kegiatan perekonomian rakyat. Namun masih ada riba di situ, tidak membedakan halal dan haram," kata Suherman.

Ini berbeda dengan ekonomi syariah yang mengharamkan adanya bunga di situ. "Saat ini sistem ekonomi syariah masih mencari bentuk. Namun lembaga keuangan syariah (LKS) sudah tumbuh. Perbankan syariah dan LKS lebih maju daripada umurnya," kata Suherman.

Awal 1990-an, hanya ada satu bank syariah. Tahun 1999, sudah bermunculan bank-bank lain yang syariah. Saat ini semua bank konvensional diingatkan oleh Bank Indonesia untuk memiliki bank syariah.

Suherman mengakui, capaian serapan dana perbankan syariah baru lima persen secara nasional, dan nilai aset baru 2,5 persen. Namun kinerja perbankan syariah kian membaik. Pertumbuhannya pun bagus, sekitar 35 persen per tahun. "Sementara, kredit macet di bank konvensional 10-20 persen. Namun di perbankan syariah, non performing finance (NPF) hanya 5 persen," katanya.

Sementara itu, loan to deposit ration (LDR) bank syariah 96 persen, dan perbankan nasional 54 persen. LDR merupakan rasio antara pinjaman terhadap dana pihak ketiga. Dalam perspektif intermediasi, perbankan syariah lebih bagus. "Ini berarti uang yang disalurkan ke masyarakat, ke sektor riil lebih tinggi di bank syariah daripada di bank konvensional," kata Suherman.

Oleh sebab itu, Suherman menyambut gembira calon presiden yang berani bicara soal ekonomi syariah. Ia menilai, pernyataan dukungan terhadap ekonomi syariah tidak akan berdampak buruk. "Kalau masyarakat menyambut pernyataan itu, maka calon presiden yang lainnya akan ikut-ikutan bicara soal itu," katanya. [wir]

No comments: