09 June 2009

Neolib Menguat, Pemerintah Silau Bisnis Konservasi

Delegasi Indonesia akan menghadiri pertemuan Climate Change Talk di Bonn, Jerman, Jumat (12/6/2009). Ada aroma menguatnya neoliberalisme dalam agenda yang dibawa delegasi Indonesia pada acara tersebut.

Siaran pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menyatakan, delegasi pemerintah Indonesia membawa Deklarasi Kelautan Manado (Manado Ocean Declaration), untuk menjadi salah satu bagian dari keputusan UNFCCC di akhir tahun mendatang. Padahal, jelas-jelas deklarasi itu tidak mengikutsertakan nelayan dalam proses pembahasannya, dan telah membungkam kebebasan berpendapat dari masyarakat sipil.

"Walhi melihat pemerintah Indonesia telah disilaukan dengan bisnis perdagangan karbon dan bisnis konservasi, yang kemudian mengakibatkan hilangnya akses dan kontrol rakyat terhadap sumber-sumber kehidupan. Manado Ocean Declaration yang merupakan hasil World Ocean Conference, yang mengancam kedaulatan negara Indonesia, merupakan bukti konkret menguatnya neo-liberalisme di Indonesia," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Berry Nahdian Forqan dalam siaran persnya.

Walhi menilai, saat ini Indonesia membutuhkan Presiden dan Wakil presiden yang memiliki visi, misi dan program yang lebih kongret dalam mewujudkan keadilan ekologis, dan berani untuk mewujudkan kemandirian bangsa melalui pengelolaan kekayaan alam berbasis rakyat, berprespektif bioregionalism dan berkeadilan ekologis. "Indonesia juga butuh Presiden dan Wakil Presiden yang berani mewujudkan Indonesia tanpa utang luar negeri,” lanjut Forqan.

Aktivis Gerakan Unsur Muda untuk Kelestarian Lingkungan (Gumuk), Dwi Priyo Atmojo, mengatakan, selama ini lingkungan hidup selalu terkena dampak pembangunan di Indonesia. Aparat pemerintah dan hukum gagal menyentuh para pelaku kerusakan lingkungan, karena menurut dia, yang bermain adalah pengusaha kelas kakap. "Lagipula, kalau sukses menuntaskan masalah lingkungan, apa akan mendongkrak popularitas," katanya.

Gumuk berharap agar presiden dan wakil presiden mendatang mengawasi betul penambangan. Di berbagai daerah, seperti Banyuwangi dan Jember, Jawa Timur, masalah penambangan mineral mulai mengusik ketenangan masyarakat. Lagi-lagi, masyarakat khawatir terhadap dampak lingkungan yang dimunculkan.

Priyo menilai, seharusnya masalah lingkungan mendapat perhatian lebih para calon presiden dan wakil presiden. Ia melihat, selama ini para capres masih terpaku pada isu-isu ekonomi. "Isu lingkungan memang tidak seksi, seberapapun diangkat, tidak akan berdampak pada popularitas," katanya.

Namun, dari tiga pasangan yang tersedia saat ini, Priyo masih bisa berharap jika melihat semangat dan visi-misi yang sudah dilemparkan ke publik. "Kalau melihat rapor dan isu yang sudah dipaparkan, saya melihat isu yang paling dekat dengan konservasi lingkungan adalah isu yang diusung Jusuf Kalla dan Megawati. Mereka mengangkat isu kerakyatan, sementara SBY-Boediono lebih pada ekonomi makro yang berbau neoliberal," katanya.

Dengan visi ekonomi kerakyatan, Priyo berharap, masyarakat akan dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait eksploitasi sumber daya alam. Ini berbeda dengan visi ekonomi neoliberal yang lebih menekankan peran investor atau pengusaha dalam eksploitasi lingkungan. [wir]

No comments: