22 June 2009

Kaum Neoliberal Kalah Suara

Perdebatan soal ekonomi neoliberal dan ekonomi kerakyatan dalam pemilihan presiden adalah sesuatu yang bagus. Namun kelompok yang dianggap sebagai pembela ekonomi liberal justru kalah suara.

"Sebetulnya mereka tak diam. Mereka menjawab, cuma yang memberi stigma neoliberal lebih berhasil," kata Direktur Eksekutif Strategic Political Intelligence Hamid Basyaib, Senin (22/6/2009).

Di mata Basyaib, sebutan neoliberal adalah masalah stigmatisasi. Stigma ini bisa dibandingkan dengan stigma 'komunisme' atau 'Islam fundamentalis'. "Substansinya tidak jelas. Suara mereka (kelompok neoliberal) tenggelam di bawah kritikan-kritikan. Tak ada satu pun aktivis LSM yang tidak mengecam. Jadi kalah suara, kalah keras," katanya.

Basyaib menyebut pertarungan wacana ekonomi kerakyatan dan ekonomi liberal bermutu. Justru yang membingungkan adalah pernyataan-pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono dalam menepis isu neoliberalisme tersebut.

"Kapitalisme rambut hitam, itu pernyataan aneh dari SBY. Yang dimaksud itu apakah pengusaha besar, menengah, atau kecil? Orang bisa tersinggung dengan pernyataan itu. Apa salahnya berbisnis," kata Basyaib.

Basyaib mengingatkan, tanpa sektor bisnis, sebuah negara tidak akan jalan. Di Indonesia ada jutaan orang yang berusaha di sektor ekonomi. "Apa ini yang dikecam? Saya kan boleh punya supermarket, rambut saya hitam, saya bayar pajak. Para pengusaha saat ini mulai heran," katanya.

Para pengusaha adalah lokomotif perubahan. Entrepeneurship atau kewirausahaan seharusnya dikembangkan, karena menyerap tenaga kerja cukup besar. [wir]

No comments: