17 June 2009

Hikayat Bank Gakin (2)
Omzet Bank Keluarga Miskin Rp 3,3 M

Ahmad Erani Yustika, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Indonesia (Indef), pernah mengatakan kepada saya, bahwa, selama lima tahun belakangan, pemerintah lebih permisif terhadap investasi asing.

Erani mencontohkan pertumbuhan hipermart dan retail mencapai 30 persen per tahun. Sementara, pasar tradisional justru tumbuh minus 8 persen per tahun."Ini artinya, sektor ekonomi besar tumbuh dengan jalan mengguncang ekonomi tradisional. Rakyat kecil semakin tergusur," katanya.

Bank Gakin justru berkembang pesat di tengah menguatnya iklim fundamentalisme pasar ini. Bank ini seperti perlawanan kaum miskin terhadap neoliberalisme. Hingga April 2009, modal Bank Gakin sudah Rp 1,4 miliar dengan omzet Rp 3,3 mliar. Nasabahnya pun sudah mencapai 4.840 orang.

"Bank Gakin jadi trade mark untuk meyakinkan publik bahwa institusi itu spesifik melayani bisnis keluarga miskin," kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jember Mirfano. Sebenarnya Bank Gakin adalah lembaga keuangan mikro masyarakat, bukan bank dalam arti konvensional.

Dinas Koperasi mencatat, pada tahun 2006, dengan modal Rp 665.800.000, omzetnya mencapai Rp 1,01 miliar. Saat itu, hanya ada 13 unit Bank Gakin yang beranggotakan 1.559 orang.

Tahun 2007, bermodal Rp 1,34 miliar, sebanyak 31 unit Bank Gakin yang beranggotakan 3.917 orang mampu meraup omzet Rp. 5,2 miliar. Tahun 2008, modal meningkat menjadi Rp 1,4 miliar, dengan 37 Bank Gakin beranggotakan 4.734 orang. Omzet melesat menjadi Rp. 8,2 miliar.

Kemampuan Bank Gakin mengelola dirinya sendiri ini seperti membuktikan kebenaran petuah Muhammad Yunus, sang penggagas Grameen Bank di Bangladesh. Yunus percaya, "Berikan kredit kepada kaum miskin agar mereka dapat mengurus diri sendiri."

Pemkab Jember memang memberikan stimulus awal dari APBD. Namun, bantuan awal dalam bentuk hibah dilakukan hanya pada tahun pertama dan kedua. Tahun 2007, bantuan dipinjamkan dari Bank Jatim oleh Pemerintah Kabupaten Jember dengan nominal Rp 25 juta-35 juta untuk masing-masing 18 Bank Gakin. Tahun 2008 pinjaman Rp 20 juta masing-masing untuk tiga Bank Gakin. Mereka mengembalikan ke Bank Jatim selama dua tahun dengan bunga dua persen setahun.

Bank Gakin tak hanya membantu sektor permodalan. Bank ini menumbuhkan budaya menabung di kalangan masyarakat miskin. Menurut catatan Dinas Koperasi dan UKM Jember, hingga April 2009, simpanan 37 Bank Gakin mencapai Rp 214.615.530. Tabungan ini baru diambil menjelang lebaran dan saat tahun ajaran baru sekolah.

Tutik Aspita, pengurus Bank Gakin Wonosari di Kelurahan Mangli, Kecamatan Kaliwates, mengatakan, awalnya tidak ada anggota kelompok yang menabung. Namun perlahan tapi pasti, warga miskin mulai menabung dan tak sekadar pinjam uang. Warga miskin senang menabung di Bank Gakin, karena bisa menyimpan uang dengan nominal kecil, seperti Rp 2.000 atau Rp 5.000 per pekan.

"Kalau tabungan atau angsuran dari anggota kelompok mencapai Rp 5 juta-10 juta atau kita (pengurus) mau pergi meninggalkan rumah agak lama, kita simpan di Bank Jatim agar aman," kata Tutik. [wir]

No comments: