08 June 2009

Aktivis Buruh: JK Lebih Mandiri

Semasa Orde Baru, aktivis buruh Dita Indahsari menjadi 'langganan tetap' penjara. Ia memilih golput. Namun dalam pemilihan presiden kali ini, Dita memilih menjatuhkan pilihan kepada Muhammad Jusuf Kalla yang memiliki latar belakang pengusaha yang kuat.

"Saya tidak setuju dengan golput. Kita harus memilih, dan kami memilih untuk mendukung Jusuf Kalla, karena dia memiliki gagasan kemandirian, lebih bisa berkomunikasi, dan lebih mencerminkan ke-Indonesia-an," kata Dita kepada beritajatim.com, Senin (8/6/2009).

Saat ini, buruh masih dihadapkan sekian persoalan mulai dari masalah kepastian kerja, upah, daya beli yang semakin rendah, biaya kesehatan dan pendidikan yang tinggi, dan industri dalam negeri yang hancur. Buruh membutuhkan pemimpin negara yang mampu menaikkan upah, dan di satu sisi mengendalikan harga barang-barang kebutuhan pokok.

Industri harus dibuat seefisien mungkin, dengan menekan biaya energi yang tinggi dan menghapuskan biaya suap terhadap pejabat. Selama ini, biaya suap terhadap pejabat membuat ongkos produksi tinggi, dan alokasi biaya untuk kesejahteraan buruh terkurangi.

Dita memandang, Jusuf Kalla adalah pemimpin dengan kemandirian ekonomi yang bisa mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Bangsa Indonesia harus mampu membangun perekonomian dengan otak, otot, dan kantong sendiri. "Kalau dengan otak sendiri, kita tidak perlu menyewa konsultan asing. Biayanya bisa dialokasikan untuk kesejahteraan buruh. Dengan otot sendiri, kita tak perlu mempekerjakan ekspatriat yang bergaji dollar. Dengan kantong sendiri, kita tak perlu menggunakan uang utang luar negeri," kata Dita.

Soal latar belakangnya sebagai aktivis buruh dan JK sebagai pengusaha, Dita menilai tidak ada masalah. "Situasi krisis seperti ini, semua menjadi korban. Buruh dan pengusaha jadi korban. Kalau mau mengubah ini semua, kita harus melakukannya bersama-sama: buruh, pengusaha, wartawan, dan semua pihak," kata Dita. [wir]

No comments: