22 May 2009

Media Massa Diduga Digunakan untuk Manipulasi Lelang

Tiga organisasi rekanan kontraktor di Jember menemukan indikasi manipulasi lelang jasa konstruksi, melalui media massa.

Tiga organisasi itu adalah Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia (Aspekindo), Asosiasi Kontraktor Indonesia (Askindo), dan Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional (Gapeknas). Mereka mendesak agar lelang jasa konstruksi yang dilaksanakan di lingkungan Departemen Agama, sebagian diulang dan sebagian lainnya diundur jadwal pelaksanaannya.

Ceritanya, Depag Jawa Timur menyerahkan proses lelang 14 paket pekerjaan rehab bangunan dan pembangunan ruang kelas baru dan perpustakaan, kepada panitia dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jember.

Nilai total proyek sekitar Rp 5,4 miliar untuk merehab gedung Kantor Depag Jember, bangunan 3 madrasah aliyah negeri, membangun ruang kelas baru dan perpustakaan di 6 madrasah tsanawiyah, dan merehab ruang kelas di 4 madrasah ibtidaiyah. Tujuh paket sudah dilelang dan diketahui pemenangnya, sementara tujuh paket sisanya masih belum selesai proses lelangnya.

Andi Marta, salah satu rekanan mengatakan, lelang proyek itu tidak diumumkan secara benar di media massa. "Kami menemukan ada kejanggalan pada pengumuman media massa terbitan Surabaya, tertanggal 23 April 2009," katanya.

Menurut Andi, pada hari itu, media berinisial J menerbitkan dua edisi yang sama namun berbeda. Satu edisi mencantumkan pengumuman lelang. Sementara, edisi lainnya tidak mencantumkan pengumuman itu.

Rekanan menduga, edisi yang mencantumkan pengumuman lelang dicetak secara terbatas, dan tidak diedarkan untuk umum. Edisi itu dicetak hanya untuk memenuhi persyaratan, bahwa lelang tersebut telah diumumkan di media massa tingkat regional.

Dugaan menipulasi melalui media massa inilah yang menjadi salah satu poin penting, bagi tiga organisasi tersebut, untuk mendesak dilakukannya tender ulang.

"Kami menuntut agar untuk tujuh paket pekerjaan yang sudah selesai ditender, segera ditender ulang. Sementara untuk tujuh paket sisanya yang belum ditender, segera dilakukan adendum atau pengunduran jadwal tender," kata Ketua Aspekindo Jember Siswono, Kamis (21/5/2009).

Siswono mengatakan, jika dalam dua kali 24 jam tuntutan mereka tidak dikabulkan, maka pihaknya akan melaporkan panitia lelang kepada kepolisian atau kejaksaan. Unsur manipulasi pengumuman di media massa sudah masuk dalam unsur persekongkolan yang menguntungkan pihak tertentu.


Panitia Tidak Tahu Ada Manipulasi di Media Massa

Panitia lelang konstruksi di lingkungan Departemen Agama Jawa Timur menyatakan tidak tahu, jika ada dugaan manipulasi melalui pengumuman di media massa harian berinisial J.

Depag Jawa Timur menyerahkan proses lelang 14 paket pekerjaan rehab bangunan dan pembangunan ruang kelas baru dan perpustakaan, kepada panitia dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jember. Nilainya Rp 5,4 miliar.

Panitia STAIN lantas mengumumkan tender itu di harian J, sebuah harian terbitan Surabaya. Pengumuman diterbitkan 23 April 2009. Namun ternyata ada persoalan. Tiga organisasi rekanan menemukan indikasi, bahwa harian J menerbitkan dua edisi yang serupa tapi tak sama pada hari itu.

Di satu edisi, pengumuman tender dicantumkan. Namun di edisi yang lain pada hari yang sama, ternyata tidak ada pengumuman itu. Rekanan menduga, edisi yang mencantumkan pengumuman lelang dicetak secara terbatas, dan tidak diedarkan untuk umum. Edisi itu dicetak hanya untuk memenuhi persyaratan, bahwa lelang tersebut telah diumumkan di media massa tingkat regional.

Anggota panitia lelang Sofyan Tsauri mengatakan, pihaknya tidak pernah melakukan rekayasa itu. "Kami kontrak Rp 6 juta, agar diumumkan di koran J. Keesokan harinya kami dikirimi bukti korannya. Tidak ada embel-embel kami minta ada edisi khusus. Kami malah tidak tahu ada edisi khusus itu," katanya, Kamis (21/5/2009).

Sofyan tidak tahu siapa yang salah dalam persoalan ini. "Saya tidak menyalahkan penerbit," katanya.

Sofyan heran, jika memang ada dugaan manipulasi pengumuman seperti itu, kenapa jumlah peserta tender cukup banyak. "Yang ikut tender satu paket saja bisa mencapai 82 rekanan," katanya.

Terkait desakan adanya tender ulang, Sofyan mengakui kecenderungannya seperti itu. "Kami akan mengumpulkan kepala satuan kerja, yakni para kepala sekolah (yang menerima proyek rehab) Jumat besok," katanya.

Sofyan akan meminta para kepala sekolah itu menyetujui adanya tender ulang. "Kalau mereka menolak, saya akan mengembalikan mandat. Silakan cari panitia yang lain," katanya.


Media Watch: Publik Dirugikan, Adukan ke Dewan Pers

Media massa memiliki potensi untuk dimanfaatkan melakukan manipulasi lelang yang berunsur koruptif. Masyarakat yang dirugikan sebaiknya mengadukan ke Dewan Pers.

Saran ini dikemukakan Tjuk Swarsono, pegiat Media Watch Lembaga Konsumen Media, Jumat (22/5/2009). Ia menanggapi pertanyaan soal adanya temuan tiga asosiasi rekanan konstruksi, bahwa salah satu harian di Surabaya diduga digunakan untuk memanipulasi pengumuman tender proyek di lingkungan Departemen Agama Jawa Timur.

Depag Jawa Timur menyerahkan proses lelang 14 paket pekerjaan rehab bangunan dan pembangunan ruang kelas baru dan perpustakaan, kepada panitia dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jember. Nilainya Rp 5,4 miliar.

Panitia STAIN lantas mengumumkan tender itu di harian J, sebuah harian terbitan Surabaya. Pengumuman diterbitkan 23 April 2009. Namun ternyata ada persoalan. Tiga organisasi rekanan menemukan indikasi, bahwa harian J menerbitkan dua edisi yang serupa tapi tak sama pada hari itu.

Di satu edisi, pengumuman tender dicantumkan. Namun di edisi yang lain pada hari yang sama, ternyata tidak ada pengumuman itu. Rekanan menduga, edisi yang mencantumkan pengumuman lelang dicetak secara terbatas, dan tidak diedarkan untuk umum. Edisi itu dicetak hanya untuk memenuhi persyaratan, bahwa lelang tersebut telah diumumkan di media massa tingkat regional.

Tjuk mengatakan, tidak ada larangan bagi sebuah media menerbikan dua edisi dengan isi berbeda. "Tapi kalau itu digunakan untuk kepentingan tertentu, masalahnya ya pada etika profesi," katanya.

"Kalau itu dianggap layak oleh media ya monggo-monggo (silakan) saja. Sekarang masyarakat merasa terganggu atau tidak? Kalau merasa ada sesuatu yang disamarkan, masyarakat bisa menanyakannya langsung ke media bersangkutan," kata Tjuk.

Masyarakat yang merasa dirugikan juga bisa melaporkannya ke media watch atau pengawas media, atau langsung ke Dewan Pers.

Tjuk membenarkan bahwa potensi media massa disalahgunakan sangat terbuka. Sangat mungkin media berkolaborasi dengan kepentingan bisnis tertentu. Apalagi, setiap media massa otonom. Namun, jika ternyata ada pelanggaran etika, maka yang bisa bertindak adalah Dewan Pers.

Pihak yang merasa dirugikan juga bisa menegur media massa. Jika tiga kali teguran tidak juga ditanggapi, mereka bisa ke kepolisian. Tjuk menyerukan perlunya setiap pekerja media kembali kepada etika moral.

"Moral memang paling sulit diukur. Itulah pentingnya orang-orang media punya mental yang baik. Kalau mentalnya tidak baik, ya sulit untuk menjalankan profesi dengan baik," katanya. (wir/eda)

No comments: