22 May 2009

Daun Asam Ranji di Otak Suswati

Seekor banteng telah mengubah hidup Suswati. Kini ia harus hidup dengan satu mata, setelah sempat menjalani operasi selama enam jam akibat serudukan banteng. Otaknya sempat kemasukan daun asam ranji.

Suswati datang ke kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alama Jawa Timur II, di Jalan Jawa, Jember, Jumat (22/5/2009). Ia ditemani suaminya, Muhammad, dan seorang kerabat lagi. Saat diminta membuka kacamata hitamnya oleh wartawan, perempuan berusia 35 tahun itu sempat menolak.

Suswati baru mau membuka kacamatanya, setelah diminta oleh Kepala BKSDA Jatim II Abdullah Effendi Abbas. Kaca mata dibuka, dan tampaklah mata sebelah kanannya terpejam sama sekali.

"Ini bola matanya sudah diambil. Kata dokter, kalau tak diambil khawatir infeksi," kata Muhammad.

Cerita dibuka pada medio September lalu, saat bulan puasa. Usai bersantap sahur bersama keluarga, Suswati menuju sungai Paliran yang tak jauh dari rumahnya, di Dusun Gunung Remuk Desa Ketapang Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi. Ia bermaksud mencuci pakaian.

Suara air sungai menulikan Suswati. Ia tidak tahu, jika beberapa orang di sekitarnya berteriak-teriak mengingatkan ada seekor banteng tak jauh darinya. Ia juga tak tahu kapan banteng itu mendekatinya.

Mendadak Suswati terjengkang. Salah satu ujung tanduk banteng itu sudah menancap di mata kanannya, dan menembus kepalanya. Orang-orang ketakutan tak ada yang berani mendekatinya. Banteng itu masih berkeliaran. Syukurlah, Slamet, kakak Suswati segera berlari menyelamatkannya.

"Suswati memakai pakaian warna oranye. Setahu saya korban-korban lain juga pakai pakaian warna agak merah," kata Muhammad.

Dua korban lainnya di lokasi yang berbeda adalah Suhina dan Mat Rasid. Namun, kondisi mereka tak separah Suswati.

"Banteng itu mungkin menganggap sungai tersebut sebagai habitatnya. Jadi saat ada Suswati, secara naluriah banteng ini ingin menyingkirkankannya," kata Abdullah Effendi Abbas. Apalagi, jarak antara sungai itu dengan hutan lindung Perhutani hanya sekitar 2 kilometer.

Suswati segera dilarikan ke Rumah Sakit Islam Fatimah. Kondisinya kritis. Operasi berlangsung selama enam jam. Kepala Suswati dibelah sebagian. Ada selembar daun asam ranji di otaknya. Dokter menyatakan bola mata Suswati tak bisa diselamatkan lagi.

"Kami memberikan uang santunan sekitar Rp 25 juta, sebesar biaya operasi dan pengobatan yang telah dikeluarkan," kata Abbas.

"Sudah takdir. Mau bagaimana lagi?" kata Muhammad, soal kondisi istrinya itu.

Suswati agaknya sudah melupakan peristiwa pahit itu. Bersama suaminya, ia tertawa saat dengan nada gurau saya bertanya, apakah banteng yang menyeruduknya bermoncong putih.

"Ah, sampeyan (Anda) ini bisa saja, Mas," kata Muhammad, disambut tawa istrinya.


Habitat Semakin sempit, Banteng Perlu Embung

Pertemuan antara banteng dengan manusia sebenarnya bisa semakin dikurangi, jika habitat banteng tidak terganggu. Selama ini, habitat banteng semakin terkurangi dengan semakin bertambah dan ekspansifnya manusia.

Musibah yang dialami tiga warga Kabupaten Banyuwangi, salah satunya bahkan membuat cacat permanen, tak sepenuhnya bisa dihindari. Setiap kemarau, banteng akan berupaya mencari lokasi yang menyediakan air. Kebetulan, para banteng ini turun di sungai yang juga digunakan manusia.

Bahkan, salah satu petugas lapangan golf Glantangan pernah berkata, ada keluarga banteng yang turun di padang golf. Mereka mencari minum di danau buatan.

"Kita harus membuat embung-embung, yakni tempat penampungan air. Kami sudah melakukannya di suaka margasatwa Sang Hyang," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur II Abdullah Effendi Abbas, Jumat (22/5/2009).

Effendi mengatakan, saat ini pihaknya baru bisa membuat dua embung. Jika memperhatikan wilayah atau home range banteng yang luas, jumlah embung bisa ditambah.

"Tapi sulit untuk memetakannya, karena jumlah penduduk semakin banyak. Kami hanya bisa menyarankan, agar penduduk pada musim kemarau berhati-hati terhadap satwa liar yang mencari minum," kata Abbas. [wir/kun]

No comments: