01 March 2009

Pertanyaan Supiyati

Mengklaim diri pro rakyat miskin, para calon anggota legislatif gagal menjawab pertanyaan seorang siswi sekolah soal jumlah rakyat miskin di Jember.

Komunitas Perempuan Jember menggelar kampanye dialogis di pusat belanja Golden Market, Minggu (1/3/2009). Ada calon legislator yang cerita soal istri dan ibu, ada yang cuma membaca Pancasila.

Acara tersebut diikuti tujuh caleg laki-laki, dan enam caleg perempuan. Sebenarnya ada satu caleg perempuan lagi, namun mendadak ia memilih pulang.

Kampanye dialogis ini digelar di lantai tiga yang bersebelahan dengan pusat mainan anak-anak. Kendati para caleg menggunakan mikrofon saat menjelaskan visi dan misi masing-masing, tak pelak mereka harus bersaing dengan kegaduhan musik yang terdengar dari arena bermain anak-anak.

Sialnya pula, para caleg hanya diberi kesempatan dua menit untuk memberikan pemaparan. Maka tak ada caleg yang menyentuh persoalan substansial.

Beberapa caleg terpaksa harus diinterupsi mendadak, saat tengah asyik berorasi. Namun, ada juga caleg yang sesingkat-singkatnya berorasi. Rima, seorang caleg dari Partai Patriot hanya butuh waktu 42 detik untuk berorasi.

Orasinya singkat saja. "Visi dan misi saya sesuai Pancasila, menanamkan jujur pada diri sendiri, jujur pada Allah SWT, dalam segala hal," katanya, sembari membacakan satu per satu sila Pancasila.

Lain lagi dengan Agus Sarwanto, caleg DPR RI dari Partai Amanat Nasional. Bukannya menjelaskan soal visi dan misinya secara singkat dan jelas, ia malah bercerita soal ibu dan istrinya.

Sembari mencontohkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Agus mengatakan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang muda, amanah, dan aspiratif.

"Amanah pertama berasal dari ibu saya. Ketika saya minta izin mencalonkan diri ke DPR RI, ibu saya mengatakan, apa bisa saya menjaga amanah rakyat. Saya sungkem dan mencium ibu saya," kata Agus.

"Amanah kedua dari istri saya. Istri saya bertanya, apakah saya bisa menjaga amanah, atau seperti orang-orang (DPR) yang muncul di televisi karena selingkuh. Lalu saya mencium kening istri saya," lanjut Agus.

Ada juga caleg yang protes karena merasa pemandu acara tak adil. Lilik Ni'amah, caleg dari Partai Keadilan Sejahtera, mengatakan, caleg pria diberikan kesempatan bicara waktu lebih lama daripada caleg perempuan.

Namun tak ada yang lebih membuat para caleg tak berkutik selain Supiyati. Supiyati hanya siswa sekolah menengah atas biasa. Namun pertanyaannya yang singkat, tak mampu dijawab dengan tepat oleh 13 calon anggota legislatif yang berkampanye bersama di pusat belanja Golden Market.

Saat diberi kesempatan mengajukan pertanyaan, dengan malu-malu, Supiyati sempat enggan menyebutkan namanya. "Saya sebagai anak SMA tidak tahu seluk-beluk Jember. Ada berapa jumlah masyarakat miskin di Jember?" katanya.

Mendapat pertanyaan itu, sejumlah caleg langsung mengeluarkan ponsel. Ada yang menelpon, ada yang mengirimkan pesan pendek. Entah ke mana.

Kustiyono, Sekretaris Jaring Pemilih Rasional, yang hadir dalam acara itu, mengatakan, ada caleg yang mengontak salah satu anggota tim sukses untuk menanyakan angka penduduk miskin tersebut. "Saya kebetulan ada di sebelah anggota tim sukses itu," katanya, tersenyum.

Namun nyatanya, tidak ada caleg yang mampu menjawab dengan tepat pertanyaan sederhana itu. Cora Elly Novianti, caleg Partai Hanura, yang sebelumnya menyatakan punya visi dan misi profesional, pro poor (pro rakyat miskin), dan kesetaraan, mulanya menjawab persentase: 40 persen. Setelah didesak pembawa acara, ia menjawab jumlah warga miskin Jember 70 ribu orang.

Mohammad Rifki Fahruddin, caleg dari Partai Barisan Nasional, dengan gaya meyakinkan menjawab jumlah penduduk miskin di Jember 250 ribu orang. "Saya pegang data tahun 2007. Memang ada perubahan," katanya sembari mengacung-ngacungkan seberkas kertas.

Jawaban Rifki ini diikuti caleg lain yang menjawab sesudahnya. Sementara, caleg Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Khairul Farid menyatakan, menurut data Badan Pusta Statistik, jumlah warga Jember yang miskin 320 ribu orang. "Saya pun tidak percaya," katanya.

Jika mengacu data terbaru yang digunakan pemerintah Jember untuk penerimaan asuransi kesehatan, jumlah warga miskin di Jember sebesar 682.299 orang. Betapa melesetnya jawaban para calon wakil rakyat itu! Padahal, dalam paparan visi dan misi masing-masing, sebagian besar caleg menyinggung masalah kemiskinan.

Namun, Tak mampu menjawab pertanyaan tersebut tak mengendorkan semangat para caleg untuk mempromosikan jurus jitu masing-masing dalam menekan angka kemiskinan.

"Kemiskinan tidak bisa diberantas sama sekali, tapi dikurangi," kata Machfud Sidik, caleg DPR RI dari Partai Hati Nurani Rakyat.

Nur Yasin, caleg DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa, malah mengkritik bantuan langsung tunai (BLT). "BLT penghinaan bagi martabat manusia. Program seperti BLT perlu tapi untuk padat karya. Jangan kemudian (warga miskin) terima duit Rp 100 ribu, tapi antre terus masuk rumah sakit yang biayanya lebih dari Rp 100 ribu," katanya.

Sementara itu, caleg DPR Jawa Timur dari Partai Amanat Nasional Rendra Wirawan, berkali-kali menyinggung sukses partainya mengantarkan Soekarwo sebagai gubernur Jatim.

Rendra menyebut program keluarga harapan (PKH) cukup berhasil. "Ke depan PKH 2015 diharapkan ada pendampingan dari APBD. Oleh sebab itu, butuh wakil rakyat yang mengawal pemerintahan agar APBD benar-benar untuk rakyat," katanya, menyinggung jargon Soekarwo saat kampanye pilgub.


No comments: