26 December 2008

Kadisperta Jember Gusur Kios Koran Caleg Hanura

Amplop warna coklat dengan kop Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Jember itu membuat Syaiful Sulum lemas. Kios koran tempatnya bekerja terancam tamat. Ia tak cukup sakti untuk menyelamatkan kios itu dari penggusuran.

Sulum adalah calon anggota legislatif dari Partai Hati Nurani Rakyat untuk DPRD Jawa Timur. Sehari-hari, ia bekerja di kios Sony Media di Jalan Kalimantan, milik salah satu kawannya. Pekerjaannya sederhana: menunggui kios dan melayani pembeli.

Kios itu sendiri menguasai sepetak trotoar di depan sebuah rumah bernomor 54. Sulum dan kawan-kawan membangun kios itu bertahap. Mula-mula hanya beratap plastik biru. Seiring dengan masuknya rejeki, kios itu direnovasi. Sulum dan kawan-kawan menambahkan satu lantai di atas kios dengan menggunakan bambu. Lantai atas itu menjadi tempat beristirahat atau kongko-kongko.

Nah, 15 Desember lalu, datanglah surat yang ditandatangani Kepala Disperta Hari Widjajadi. Widjajadi memberi tenggat 10 hari kepada Sony Media untuk hengkang dari depan rumah bernomor 54. Tiang pancang dan terpal harus dibersihkan. Rumah itu adalah rumah dinas dan akan ditempati dalam waktu dekat.

Widjajadi menganggap kios koran tersebut "sangat mengganggu kewibawaan dan keindahan rumah dinas, karena tempat tersebut bukan diperuntukkan tempat usaha berdagang."

Jika dalam waktu sepuluh hari peringatan itu tidak diindahkan, Widjajadi akan melapor ke Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Jember untuk ditertibkan. "Agar pemandangan rumah dinas yang akan ditempati benar-benar bersih indah dan tidak kumuh," tulisnya.

Tenggat itu berakhir tepat saat Hari Natal. Namun belum ada tanda-tanda Sulum dan kawan-kawan akan membongkar kios mereka. "Sementara waktu kami tidak bisa membongkar. Kami butuh proses untuk bikin gerobak. Tak cukup Rp 500 ribu. Membongkar kan juga butuh uang. Kayu-kayunya harus diangkut," kata Sulum.

Sulum menyadari posisinya dalam persoalan ini lemah. Ia menyalahi aturan, karena mengubah fungsi trotoar. Tapi dalam kondisi serba sulit cari duit, berdagang di tepi jalana adalah pilihan halal. "Selama kami tak terjebak premanisme, mohon kebijakannya," katanya.

Jumat pagi (26/12/2008), saya mampir ke kios Sony Media. Adi, salah satu pekerja kios, tersenyum saat menjawab pertanyaan kenapa kios itu belum juga dibongkar. "Tenang, Mas. Rombongnya belum selesai. Nanti kalau selesai, kita akan tetap berjualan di sini. Bagian atas (kios) nanti akan kami bongkar," katanya. [wir/kun]

No comments: