16 September 2008

Busung Lapar Habiskan Uang BLT Mereka...

Ruang rawat anak RSUD dr. Soebandi, Rabu (17/9/2008) siang. Susilowati duduk termenung. Anaknya yang baru 16 bulan, Angga Ferdiansyah, tertidur nyenyak dengan infus menancap. Angga adalah salah satu pasien gizi buruk yang dirawat di bulan puasa.

Mistarum, suami Susilowati, tak tampak batang hidungnya. "Dia lagi ngambil BLT (Bantuan Langsung Tunai)," kata perempuan warga kelurahan Jumerto kecamatan Patrang itu. Hari ini memang giliran warga miskin kecamatan Patrang yang mendapat jatah duit BLT Rp 300 ribu.

Susilowati tak terlalu bahagia menerima BLT. Berapapun duit yang diterima keluarga itu, bisa dipastikan bakal habis untuk keperluan penyembuhan sang anak. Angga sudah enam hari menginap di rumah sakit. Berat badannya hanya 6,3 kilogram.

"Dia tidak mau makan sejak kecil. Kalau makan harus dipaksa. Saya hanya menyusuinya," kata Susilowati.

Nasib Angga setali tiga uang dengan Mohammad Abdiansyah. Bocah berusia 5,5 tahun ini sudah dirawat di RSUD dr. Soebandi karena gizi buruk selama tiga hari. "Dia mencret-mencret. Kalau dikasih minum air dan makanan selalu muntah," kata Syaiful, sang ayah yang sehari-hari bekerja sebagai penarik becak.

Berat badan Abdiansyah hanya 10,4 kilogram. Saat saya datang bersama sejumlah wartawan, ia berada dalam pangkuan sang ibu, Suryani. Ia hanya diam menatap kamera televisi yang menyorot wajahnya. Kantung matanya cekung. Mulutnya terbuka.

Syaiful tak lagi berpikir bagaimana cara mereka merayakan lebaran. Persediaan uang seadanya sudah digunakan untuk kebutuhan sang anak selama di rumah sakit. Ia tak banyak berharap dari BLT. "Rp 300 ribu ya habis buat anak saya ini. Rencananya kalau anak saya tidak sakit, uang BLT buat lebaran. Sekarang apa adanya saja. Yang penting anak saya sembuh," katanya.

Syaiful masih bisa bersyukur, anak pertamanya Mohammad Ardiansyah tidak ikut sakit. "Dia kembarannya Abdi. Sekarang sama neneknya," katanya.

***

Tuberkulosis (TBC) memperparah kondisi gizi buruk yang diderita para bocah miskin. TBC biasanya dikarenakan faktor keturunan atau faktor lingkungan.

Demikian disampaikan dr Melisa Anggraeni, dokter anak RSUD dr. Soebandi Jember, Rabu (17/9/2008). "Sebagian besar menderita infeksi TBC dan ini mengurangi nafsu makan mereka. Selain itu, orang tua juga kurang telaten," kata Melisa.

Menurut Melisa, jika dalam sebuah keluarga ada yang mengidap TBC, otomatis sang anak akan rentang mengalami hal serupa. Namun untuk dua pasien yang saat ini dirawat di RSUD dr Soebandi, tidak ditemukan riwayat TBC dalam keluarga mereka. Jadi kemungkinan mereka tertular oleh lingkungan.

Daya tahan anak-anak memang belum bagus. Diperlukan perlindungan imunisasi dan air susu ibu. "Namun kesadaran masyarakat kita untuk mengimunisasi anak masih rendah. Akibatnya daya tahan saat terserang penyakit pun berkurang," kata dokter berwajah ayu ini.

Gizi buruk adalah penyakit yang biasa menimpa anak-anak dari keluarga miskin. Jumlah warga miskin di Jember versi Pemerintah Kabupaten mencapai 682.299 orang. Belum bisa diketahui berapa jumlah anak-anak warga miskin penderita gizi buruk sepanjang tahun ini. Pihak RSUD dr. Soebandi keberatan memberikan data jumlah penderita gizi buruk sepanjang tahun ini.

Dokter dan petugas yang berjaga di ruang anak cenderung tertutup. Entah kenapa, tidak seperti biasanya, wartawan dihambat persoalan birokratis untuk meliput pasien gizi buruk. Padahal, dalam beberapa kasus, pihak dokter RSUD bahkan antusias menerima kedatangan wartawan untuk meliput. (*)

No comments: