22 August 2008

Amarah Pak Menteri

Menpora Adhyaksa Dault tersinggung karena merasa tak disambut semestinya. Pemkab yang tak sopan atau Pak Menteri yang kekanak-kanakan?

Raut muka masam tampak dari wajah Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, Jumat (22/8/2008). Keluar dari masjid Universitas Muhammadiyah Jember, ia ngeloyor menuju ke Gedung Achmad Zaenuri tanpa mempedulikan orang di sekitarnya. Ia sempat salah jalan sebelum diingatkan salah satu stafnya.

“Pak, lewat sini.”

“Oh, saya kira lewat sini. Saya ngikutin orang-orang,” jawab Dault yang berjalan menuju tempat parkir.

Saya mencoba menyapanya. Namun dengan nada menggerutu, Dault mengatakan, “Saya mau pulang saja. Badan saya juga agak sakit.”

Raut wajahnya yang keruh tak berubah, saat didekati Djoewito, Sekretaris Kabupaten Jember. Dault tak mengacuhkan pria bertubuh jangkung yang berjalan cepat di sampingnya.

Dault langsung masuk ke salah satu ruangan gedung Achmad Zaenuri Unmuh Jember. Beberapa pegawai staf Kementerian Negara Kepemudaan dan Olahraga silih berganti masuk ruangan. Entah ada apa.

Saya dibisiki oleh salah satu wartawan bahwa Pak Menteri tengah berang berat. Gara-garanya, Dault merasa tak disambut sebagaimana layaknya menteri. Pasalnya, bupati dan wakil bupati tak nampak saat ia tiba di bandara dengan menggunakan helikopter milik PT Gudang Garam.

Saya jadi teringat saat Dault tiba di Bandara Notohadinegoro pada pukul 10.58. Helikopter mendarat di atas tanah berpasir yang dicat putih sebagai landasan pendaratan helikopter (helipad). Menerbangkan debu ke mana-mana. Bikin mata kelilipan.

Berbaju kasual abu-abu, Dault menebar senyum cerah. Tak tampak jika tubuhnya capek atau sakit. Beberapa orang menyambutnya, antara lain Kepala Dinas Perhubungan Jember Sunarsono, Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia Jember Kamil Gunawan, pengurus Partai Keadilan Sejahtera, dan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia M. Zaenuddin Al Ghozali.

Saya tak kenal orang-orang dari sekretariat Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Saya hanya tahu ada Icuk Sugiarto, mantan jagoan bulutangkis Indonesia. Saya sempat mewawancarainya helikopter Dault mendarat.

Sebelum Dault datang, saya sempat bercanda dengan wartawan lainnya. Purcahyono Juliatmoko, wartawan Seputar Indonesia, menunjuk spanduk ucapan selamat datang yang terbentang di salah satu sudut bandara. “Adhyarsa Dault bukan Adhyaksa Dault,” katanya.

Saya tertawa. Apa reaksi Dault jika namanya dipelintir?

Namun, Dault cuek saja. Mungkin ia tak membaca spanduk itu. Ia tampak gembira dan menguluk salam ke sejumlah orang yang menemuinya. Rahman, petugas protokol Pemerintah Kabupaten Jember, menempelkan tangan di dahi, memberikan hormat kepada Pak Menteri.

Tidak ada yang aneh, kecuali Dault yang dibiarkan berjalan sendiri menuju kendaraan yang sudah diparkir di tempat parkir bandara. Biasanya, seorang menteri akan didampingi oleh pejabat berwenang Pemkab hingga masuk ke dalam mobil. Atau bahkan si pejabat mendampingi pula dalam mobil.

Tapi sekali lagi, Dault tampaknya cuek-cuek saja. Saat wartawan meminta waktu wawancara, ia tak segera menutup pintu mobil. “Nanti saja ya, mau Jumatan,” katanya.

Rombongan mobil melaju.

Namun itu satu setengah jam lalu. Selepas salat Jumat, semua berbalik. Tak ada senyum dan sapaan lantang khas Adhyaksa Dault.

Tanda tanya terjawab, saat Dault keluar dari ruangan dan menyapa wartawan. Dalam wawancaranya itu, ia mengungkapkan kekecewaannya.

"Saya datang ke daerah (Jember), katanya dapat surat Pak Bupati untuk menghadiri Tajemtra. Karena ini olahraga rakyat, saya batalkan banyak acara dan ke sini. Kita pinjam helikoper Gudang Garam."

Menurut jadwal yang dikeluarkan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, pukul 11.30, Dault sebenarnya diagendakan menjadi khotib dalam shalat Jumat di Masjid Universitas Muhammadiyah Jember. Pukul 14.30, ia akan memberikan generale studium di Politeknik Negeri Jember. Penanggungjawab acaara adalah Dinas Pendidikan Jember dan Poltek Negeri Jember.

Jumat malam, pukul 19.30 - 22.30, Menpora rencananya akan bersilaturahmi dengan pemuda dan insan olahraga setempat di aula Hotel Panorama Jember.

Sabtu (23/8/2008), pukul 07.30 - 09.00, pertandingan persahabatan futsal akan digelar antara Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga dengan unsur Muspoda dan wartawan Jember. Pukul 14.00, Adhyaksa Dault baru akan membuka gerak jalan Tajemtra.

“Tapi yang mengundang di sini, Sekda tidak ada. Bupati tidak ada. Lebih baik saya pulang,” sergah Dault.

Menpora mengatakan, kedatangannya adalah resmi sebagai menteri. "Sampai di sini simpang siur. Ada yang rapat DPD. Saya pulang saja. Besok hari ada acara di Solo, Minggu acara di Cipanas," tegasnya.

Adhyaksa Dault mempertanyakan penjemputannya di bandara. "Yang jemput saya kawan-kawan KNPI. Saya merasa gimana ini? Orang masuk rumah tidak ada tuan rumahnya," katanya.

Hal ini disesalkan Dault. Apalagi, untuk ke Jember, ia harus membatalkan hadir di tiga acara. "Orang itu tidak lama jadi bupati, tidak lama jadi menteri. Yang lama itu persahabatan. Jadi bupati tidak selamanya. Jadi sekda tidak selamanya. Jadi presiden tidak selamanya," katanya.

Namun, Dault menegaskan, tidak menolak jika kelak akan diundang lagi datang ke Jember. Namun, ia menginginkan agar ada koordinasi yang baik.

Usai bertemu wartawan, Adhyaksa Dault langsung keluar dan menuju mobilnya. Djoewito menguntit dan meminta maaf.

"Tadi Pak Sekda tidak ada, Pak Bupati katanya di Jakarta. Tidak ada pemberitahuan resmi, lebih baik saya pulang," kata Adhyaksa Dault mengulangi pernyataannya kepada Djoewito.

Namun, Dault meminta kepada beberapa stafnya, salah satunya mantan pebulutangkis Icuk Sugiarto untuk tetap di Jember dan mengikuti pembukaan gerak jalan Tanggul Jember Tradisional.

Ketua Dewan Syariah PKS Jember Khoirul Hadi sempat bersalaman dan saling menempelkan pipi sebagai ucapan selamat jalan, saat mengantar Sang Menteri masuk mobil.

Pukul 13.08, helikopter kembali terbang membawa pergi Sang Menteri. Sekali lagi, Bupati dan wabup Jember tidak mengantarkannya. Sama seperti waktu ia datang pukul 11.00 sebelumnya.

Moch. Zainuddin Al Ghazali memandang helikopter yang mengudara dengan campur aduk. Saat beberapa orang yang mengantarkan Pak Menteri memilih menjauh karena tak mau terkena pasir yang diterbangkan baling-baling, ia memilih bertahan. Ia juga menolak saya wawancarai hingga helikopter mengudara.

"Saya kasihan melihat beliau," kata Zainuddin.

Menurut Zainuddin, koordinasi menyambut kedatangan Adhyaksa Dault awalnya sudahy cukup. Koordinasi dilakukan antara staf perencanaan Kementerian dengan protokoler Pemkab Jember.

"Tapi pada perkembangan selanjutnya, jadwal bersamaan dengan acara Sekda (Sekretaris Kabupaten Djoewito) di DPRD, dan Bupati ada acara mendadak," kata Zainuddin.

KNPI sendiri sudah merencanakan acara ramah tamah antara Adhyaksa Dault dengan organisasi kepemudaan dan KNPI, termasuk di dalamnya insan olahraga pada Jumat malam (22/8/2008).

Zainuddin menyatakan, hal ini terjadi karena ada miskomunikasi. "Kita perlu tabayyun. Saya ingin ngasih info sebenarnya ke Pemkab dan staf Kementerian," katanya.

Khoirul Hadi mengatakan, pihaknya memang menawarkan kepada Pemerintah Kabupaten Jember untuk bisa mengundang Adhyaksa Dault. "Setelah itu, soal protokoler menjadi wewenang pemerintah," katanya.

Khoirul Hadi menyerahkan kepada wartawan bagaimana 'insiden penyambutan' itu bakal diberitakan. Yang jelas, saat di bandara, Khoirul Hadi sempat berdiskusi dengan Ketua KONI Kamil Gunawan soal kemungkinan mengundang Icuk Sugiarto, staf Menpora, untuk main bulutangkis bersama atlet.

Yang kebingungan tentu saja staf Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Mereka meminta agar 'insiden penyambutan' terhadap Menteri Adhyaksa Dault tidak dibesar-besarkan.

Kepada wartawan, Kepala Biro Humas dan Hukum Kemenegpora Ngurah Sucitra menjelaskan, yang perlu dihargai adalah niat baik Pemerintah Kabupaten Jember dan Kementerian. "Kalau tidak ada undangan Pemerintah Kabupaten Jember, kita tidak akan di sini," katanya, setelah Pak Menteri berlalu.

Menurut Sucitra, pihaknya akan menjadwalkan ulang kedatangan Ahdyaksa Dault ke Jember. "Ada bantuan kompuiter dan alat-alat olahraga yang hendak diberikan," katanya.

Sekretaris Kabupaten Djoewito menolak jika dikatakan ada kesalahan komunikasi dalam penyambutan Adhyaksa Dault. Pemkab sudah melaksanakan rapat koordinasi dengan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. "Kita bagi tugas. Pada waktu menyambut di bandara, saya mohon bantuan Dinas Pendidikan dan Dinas Perhubungan. Tadi Pak Suparno (Dispendik) dan Pak Sunarsono (Dishub) hadir," katanya.

Pembagian tugas dilakukan karena Jumat ini kesibukan pejabat Pemkab begitu padat. Djoewito harus menghadiri rapat di DPRD Jember. Sementara Bupati MZA Djalal sedang menghadiri acara dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Wabup Kusen Andalas? "Wah, ini belum tahu. Saya langsung dari DPR ke sini (ke Unmuh). Baru tahu ada persoalan di sini," kata Djoewito.

Menurut Djoewito, pembagian tugas sudah jelas. Bupati sendiri akan menemui Adhyaksa Dault saat malam hari.

Dari gedung parlemen, reaksi yang muncul beragam. "Seharusnya Menteri tak perlu marah. Pemkab juga lagi sibuk. Kalau kemudian ngambek, kan sama arogannya. Saya pikir Pemkab perlu mengklarifikasi hal ini kepada Menteri," kata anggota Komisi D Bidang Olahraga dari Fraksi PDI Perjuangan, Agus Hadi Santoso.
Namun, Agus memandang Pemkab tak perlu meminta maaf. Persoalan tersebut muncul lebih karena komunikasi antara petugas protokoler kementerian dengan Pemkab. Ia sendiri mendengar, kedatangan Menpora di luar jadwal yang seharusnya 23 Agustus, bukan 22 Agustus. "Kalau benar begitu, tentu kedatangan Menteri merusak tatanan acara Pemkab," katanya.

Agus meminta kepada semua pihak agar mempertimbangkan faktor politis dalam acara bersifat massal yang mengundang pejabat. "Saat ini lagi musim kampanye. Semua level (pemerintahan) harus hati-hati," katanya, mengingatkan posisi Adhyaksa sebagai representasi Partai Keadilan Sejahtera.

Menurut Agus, acara Bulan Berkunjung Jember dan gerak jalan Tajemtra adalah milik semua golongan. "Jangan ditunggangi partai politik tertentu, karena di sana semua partai ikut berpartisipasi," katanya.

Permintaan klarifikasi meluncur juga dari Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Samuji Zarkasih. Tanpa melihat latar belakang partai politik Adhyaksa, ia menyesalkan adanya insiden tersebut. "Menpora punya jatah protokoler yang harus disiapkan benar. Kalau memang kejadian itu disebabkan Pemkab, maka Pemkab harus minta maaf dan melakukan klarifikasi," katanya.

Samuji meminta agar masalah hak protokoler diperhatikan benar pada masa mendatang, karena sudah diatur oleh negara. Selama ini, ia memandang, persoalan protokoler sudah agak dilupakan oleh Pemkab.

"Anggota DPRD saja tidak dianggap tamu sebagaimana diatur oleh protokoler. Karena tidak dianggap, dan anggota DPRD diperlakukan sama dengan tamu lain dalam suatu acara kenegaraan, akhirnya kawan-kawan ada yang malas buat datang," kata Samuji.

Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa Didik Imron menilai, insiden Jumat lalu itu menyisakan catatan yang tak bagus buat Pemkab. Ia setuju jika Pemkab meminta maaf.

Apakah insiden itu bukan karena terlalu sensitifnya Menpora? "Sensitif atau tidak dilihat latar belakangnya," kata Didik. Ua tak mau menunjuk hidung siapa yang bersalah dalam kejadian tersebut, karena perlu ditelusuri dulu kronologi kedatangan Adhyaksa.

Pelajaran yang Bisa Dipetik
Apa pelajaran yang bisa dipetik di sini?

Di satu sisi, sebagai pejabat penting, Adhyaksa memang pantas marah. Bila melihat sambutan Pemkab terhadap menteri lainnya, terutama Menteri Pendidikan Nasional beberapa waktu lalu, apa yang diterima Menpora Adhyaksa Dault memang jauh dari harapan.

Masih kuat dalam ingatan, Mendiknas disambut meriah. Jajaran petinggi Pemkab Jember hadir, termasuk Bupati Muhammad Zainal Abidin Djalal. Bahkan, Mendiknas berorasi di depan dua ribu orang guru.

Sementara Adhyaksa Dault, datang dengan helikopter dan di bandara Notohadinegoro 'hanya' disambut Kepala Dinas Perhubungan Jember, Ketua KONI Jember, jajaran petinggi PKS yang memiliki ikatan emosional dengan Pak Menteri, dan petinggi KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia).

Tidak ada Bupati. Tidak ada Wakil Bupati.

Di sisi lain, boleh juga kita menganggap Pak Menteri terlalu sensitif. Saya tidak begitu percaya, Pemkab sengaja menelantarkan Adhyaksa. Kehadiran Sekretaris Kabupaten Djoewito menemuinya di Unmuh Jember menunjukkan, bahwa ada upaya untuk menghormati Adhyaksa.

Namun harus diakui, protokoler penyambutan terhadap Adhyaksa yang datang sebagai menteri tampak kurang serius, jika dibandingkan penyambutan terhadap menteri lainnya. Dari spanduk penyambutan yang dibentangkan di bandara Notohadinegoro saja ketidakseriusan itu terlihat. Kesalahan nama seharusnya tak boleh dilakukan.

'Insiden penyambutan' ini, suka atau tidak, menampar wajah Pemkab Jember. Apalagi, Menpora mengatakan dirinya hadir atas undangan resmi Bupati.

Seharusnya, kehadiran seorang Adhyaksa Dault bisa semakin mendongkrak citra Tajemtra yang merupakan bagian dari Bulan Berkunjung Jember. Sedikit banyak, pujian dan pernyataan dari seorang menteri seperti Adhyaksa Dault terhadap Jember akan semakin mendongkrak reputasi positif kota ini. Sesuatu yang memang diharapkan dari event besar bernama BBJ.

Tanpa harus terjebak pada pola pikir strukturalisme kekuasaan, kemauan Adhyaksa membatalkan tiga agenda untuk bisa hadir di Jember demi Tajemtra layak dipuji. Setidaknya, gema Tajemtra dan BBJ (mungkin) sudah menggugah minat Pak Menteri.

Insiden tersebut mau tak mau akan memunculkan kontraproduksi. Tajemtra akan jalan terus, dengan atau tanpa kehadiran seorang menteri. Namun amarah Adhyaksa Dault, yang dengan terang-terangan melontarkan kekecewaannya kepada media, jelas bukan promosi yang bikin hati senang.

Akhirnya, sudah saatnya 'insiden Adhyaksa Dault' ini menjadi pelajaran bagi Pemerintah Kabupaten Jember, atau pemerintah daerah lain. Setiap tamu hendaknyalah diperlakukan dalam derajat yang sama. Saya tidak berprasangka buruk Pemkab Jember hendak mendiskriminasi Menpora jika dibandingkan Mendiknas. Namun setidaknya, apa yang terjadi Jumat itu menunjukkan bahwa ada yang keliru pada sebuah protokol penyambutan terhadap Adhyaksa Dault.

Adhyaksa seharusnya juga menjadikan insiden di Jember sebagai pelajaran untuk bisa lebih menahan diri. Apa yang dilakukan Pak Menteri dengan ngambek dan cabut dari Jember, justru bertentangan dengan semangat yang dikemukakannya kepada pers. Ia sempat mengatakan, lebih memilih hadir di Jember karena Tajemtra adalah olahraga rakyat.

Saya menangkap ada semangat kerakyatan yang diusung Pak Menteri. Semestinya Adhyaksa konsisten dengan semangat itu, dan tetap hadir. Tidak demi seorang bupati atau wakil bupati. Tapi demi olahraga kerakyatan yang dia sendiri mendukungnya. Jangan sampai ada kesan Pak Menteri mendadak kekanak-kanakan. Saya ingin mengingatkan ucapan Adhyaksa sendiri: "Kita tak jadi menteri selamanya."

Jumat, Pukul 13.08. Bersamaan dengan mengudaranya helikopter yang membawa Adhyaksa Dault, saya jadi ingat mantera jelangkung: datang tak dijemput, pulang tak diantar. Tapi Adhyaksa Dault bukan jelangkung. Kelak, saat kembali datang ke Jember, yakinlah ia akan disambut dengan lebih baik. (*)

1 comment:

Mashita Mashita said...

carane memotong post tuh gimana.
itu loh yang ada ditambahi

selengkapnya ....???