21 May 2008

Mei Sepuluh Tahun Silam

Mei 1998 menjadi bulan yang mengguncangkan Indonesia. Sebuah rezim yang berkuasa 32 tahun akhirnya runtuh: oleh desakan massa, desakan krisis ekonomi, perpecahan militer, menguatnya kelas menengah. Bagaimana kronologi hari-hari itu?

Saya mencuplik dan meringkas kronologi Mei 1998 dari buku yang dieditori Edward Aspinall, Herbert Feith, dan Gerry Van Klinken berjudul The Last Days of President Suharto.

Mei – Desember 1997:
Indonesia dihantam krisis ekonomi yang berawal dari Thailand. Nilai rupiah terhadap Dollar anjlok. Michael Camdessus dari International Monetary Fund menyetujui pinjaman 10 milliar dollar untuk Indonesia, namun dengan syarat Suharto harus menjalankan paket reformasi. Sejumlah mega proyek yang tertunda kembali dijalankan. Menjelang tutup tahun, nilai rupiah terhadap dollar anjlok menjadi Rp 5.600.

Januari – April 1998
Presiden Suharto membacakan nota anggaran 1998 – 1999. Rupiah anjlok menjadi Rp 10 ribu per dollar Amerika Serikat. Rumor bakal terjadi kudeta berkembang. Warga panik dan memborong barang-barang di supermarket. Kerusuhan dan penjarahan terhadap etnis China terjadi di 12 kota.

Dari 286 perusahaan yang tercatat di bursa saham, tinggal 22 perusahaan yang tak bangkrut. Suharto menandatangani perjanjian utang 43 miliar dollar dengan IMF.

Suara-suara terhadap perlunya pemerintahan baru semakin gencar. Setahun sebelumnya, Ketua Muhammadiyah Amin Rais menyatakan diri siap menjadi presiden. Tahun ini, giliran Megawati Sukarnoputri menyatakan kesiapannya. Yayan Kerukunan dan Persaudaraan Kebangsaan (YKPK) meminta Wakil Presiden Try Sutrisno mengambil alih kekuasaan Suharto saat berakhir Maret.

Steve Hanke, ekonom Amerika Serikat yang dikenal anti IMF, menyarankan sistem dewan mata uang (currency board system) agar Indonesia tak tergantung terhadap IMF. Tapi IMF, Bank Dunia, dan Bill Clinton mengingatkan Suharto agar tak mencoba sistem itu atau semua bantuan dihentikan paksa.

Para mahasiswa di berbagai kampus mulai berani berunjukrasa seiring dengan semakin terpuruknya ekonomi. Penangkapan dan penculikan mulai terjadi: Pius Lustrilanang diculik. Aktivis PDI Perjuangan Haryanto Taslam diculik. Karlina Leksono, sang astronom perempuan, ditangkap gara-gara menggelar aksi simbolik memprotes kenaikan harga susu.

Memasuki sidang umum MPR, Suharto membuat kejutan dengan mengemukakan program IMF Plus yang merupakan gabungan program IMF dengan ide Hanke soal CBS. Namun Presiden AS Bill Clinton tidak suka dengan gagasan itu, dan mengutus Walter Mondale untuk mendesak Suharto agar patuh terhadap persetujuan IMF.

Di tengah krisis itu, majalah Detektif dan Romantika (D&R) membuat kover Suharto berbentuk raja dalam kartu remi. Menteri Penerangan Hartono langsung membreidel majalah itu.

Suharto jalan terus. Majelis Permusyawaratan Rakyat kembali memilihnya sebagai presiden masa jabatan 1997 – 2002. Ia memilih memasukkan anaknya Tutut dan sohibnya Bob Hasan dalam kabinet.

Sidang parlemen tandingan yang digelar di Jakarta Utara, yakni Kongres Rakyat Indonesia, yang menolak Suharto, dibubarkan aparat dan para aktornya ditangkap. Sementara aksi unjukrasa mahasiswa semakin membesar di mana-mana, dan mulai muncul bentrokan dengan polisi, bahkan berdarah-darah.


Mei 1998
Tanggal 1 – Panglima TNI Jenderal Wiranto membentuk dewan internal ABRI untuk menyelidiki hilangnya para aktivis politik.

Tanggal 2 – Aksi unjukrasa mahasiswa berlangsung makin masif. Suharto masih belum mau turun tahta. Pemerintah menegaskan, presiden terbuka terhadap reformasi politik asal tidak bertentangan dengan keputusan MPR.

Tanggal 4-6 – Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik 20 – 70 persen. Bentrokan terjadi di Medan, Sumatra Utara, antara aparat dengan pengunjukrasa. Dua orang tewas. Petinggi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Ahmad Tirtosudiro menyerukan sidang istimewa MPR untuk mengganti Suharto.

Tanggal 9 – Suharto ke Kairo, Mesir, untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi pemimpin negara-negara Islam.

Tanggal 12 – Empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas ditembak saat berunjukrasa damai di luar kampus mereka.

Tanggal 13 – Pemakaman empat mahasiswa Trisakti dihadiri para tokoh oposisi, seperti Amin Rais dan Megawati. Kerusuhan mulai pecah di mana-mana.

Tanggal 14 – Kerusuhan semakin parah di Jakarta. Toko-toko milik keturunan China dibakar. Ribuan orang tewas, di antaranya terjebak dalam kobaran api di pusat pertokoan. Warga keturunan etnis China melarikan diri ke luar negeri. Di banyak kota, gerakan mahasiswa semakin kuat. Sejumlah tokoh membentuk Majelis Amanat Rakyat (Mara), yakni Amin Rais, Goenawan Mohamad, Adnan Buyung Nasution, Nurcholish Madjid, Ali Sadikin, dan lain-lain. Media massa memberitakan pernyataan Suharto di Kairo yang siap mundur bila tak dikehendaki rakyat.

Tanggal 15 – Kerusuhan di Jakarta dan kota-kota lain meluas. Pengumuman pemotongan subsidi BBM disiarkan. Suharto menyatakan tidak menyampaikan keinginan mundur kepada pers.

Tanggal 16
– Melalui Ketua MPR Harmoko, Suharto menyatakan hendak merombak kabinet. Amin Rais menyatakan itu tak cukup, dan Suharto harus mundur.

Tanggal 18 – Gedung Dewan Perwakilan Rakyat mulai diduduki ribuan mahasiswa. Para oposan berdatangan memberikan dukungan. Harmoko dan sejumlah pimpinan fraksi meminta agar Suharto mengundurkan diri. Wiranto menyatakan pernyataan Harmoko dan para elite DPR adalah opini pribadi.

Tanggal 19 – Suharto menawarkan komite reformasi untuk mengatur reformasi politik dan pemilihan umum. Ia tidak akan maju dalam pemilu sebagai presiden. Jumlah mahasiswa yang menduduki gedung DPR bertambah, dan para pialang di bursa saham berunjukrasa menuntut reformasi politik.

Tanggal 20 – Rencana aksi sejuta massa di lapangan Monas yang hendak dipimpin Amin Rais dibatalkan. Ada kekhawatiran bakal terjadi tragedi Tiananmen seperti di China. Tentara dan polisi berjaga di mana-mana. Namun di kota-kota lain, aksi ribuan orang masih terus berjalan. Di Jogjakarta, digelar aksi pawai sejuta orang.

Mahasiswa di gedung DPR mendesak Harmoko segera melengserkan Suharto. Sebanyak 14 orang menteri melayangkan surat ke Suharto, dan menyatakan tak akan duduk di Komite Reformasi.

Tanggal 21 – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat menelpon Suharto dan memintanya melakukan pergantian kekuasaan. Pukul sembilan pagi, Suharto membacakan pidato pengunduran diri, dan Baharuddin Jusuf Habibie dilantik sebagai penggantinya.

Tanggal 22 – Prabowo digeser dari posisi panglima komando strategis Angkatan Darat. Ribuan orang dari kelompok Islam turun jalan menuju gedung DPR, mendukung kepemimpinan Habibie. Nyaris terjadi bentrokan dengan massa mahasiswa.

Tanggal 23 – Tentara mengosongkan gedung DPR dari mahasiswa. (*)

No comments: