18 March 2008

Ketika Saya Sakit...

Ketika saya sakit, saya menyadari betapa banyaknya cinta orang-orang di sekitar saya. Selama ini saya menganggap mereka ada sebagai sesuatu yang biasa saja dan memang seharusnya ada. Namun, saat saya sakit, saya tahu bahwa mereka bagian dari eksistensi saya.

Ceritanya: Sabtu pagi dua pekan lalu, tubuh saya menggigil hebat. Suhu tubuh saya tinggi. Lidah kelu.

Sabtu malam, saya ke dokter. Saya diduga terkena demam berdarah. Kecutlah hati ini. Dokter meminta saya banyak minum dan segera cek darah Senin pagi. "Anda harus bed rest," katanya.

Saya melewati malam penuh derita. Saya kirimkan pesan pendek ke Dwi Eko Lokononto atau Pak Lucky, pemimpin redakasi www.beritajatim.com. Saya minta izin off. Saya tidak tahu sampai kapan harus off. Penyakit saja belum jelas.

Terus terang, saya agak trauma, pasca pemecatan saya dari Harian Jatim Mandiri. Saya khawatir juga Pak Lucky tidak bisa memahami. Ternyata, ia menelpon dan menanyakan kondisi saya. Ia meminta saya beristirahat, agar saya cepat sembuh.

"Kalau memerlukan sesuatu untuk berbagi, jangan malu-malu untuk menghubungi saya," kata Pak Lucky.

Saya lega mendengarnya. Sepanjang karir saya bekerja di sejumlah media, terus terang baru Pak Lucky pemimpin redaksi yang mau menelpon dan menanyakan kondisi reporter yang sakit.

Saya beruntung memiliki pemimpin redaksi seperti Pak Lucky. Saat sakit saya memasuki pekan kedua, dia menelpon saya dan menyuruh agar beristirahat. Lagi-lagi ia mengingatkan agar saya tak segan memberitahu apa yang bisa dilakukannya. Terus terang, saya segan. Saya sakit selama dua pekan dan tak bisa melakukan reportase untuk beritajatim.

Sakit saya memang aneh. Berdasarkan dua kali cek darah, trombosit saya normal. Artinya, saya tak terkena demam berdarah. Alhamdulillah.

Setelah sepekan dihajar suhu badan tinggi, naik turun, bagian dalam mulut saya ditumbuhi jamur alias candida begitu banyak. Orang awam bilang sariawan. Ini lebih menyiksa daripada penyakit panas yang saya derita. Saya nyaris tak bisa makan. Saya kadang keluar keringat dingin karena merasa kelaparan.

Dokter menduga jamur disebabkan infeksi dalam mulut saya. Saya mengambil sejumlah uang tabungan untuk berobat ke dokter dan menebus resep yang ternyata mahalnya alamak.

Selama dua pekan, saya merasakan betapa beruntungnya memiliki istri seperti Heni Agustini. Dalam kondisi hamil muda, ia mendapat tugas tambahan merawat saya. Belum lagi kalau anak kami, Neo, rewel waktu malam.

Saya juga beruntung punya adik Arif Budi Wicaksono. Dia bersedia mengantarkan saya ke dokter atau ke mana pun. Saya tahu dia capek. Tapi dia masih mau menolong saya.

Saat saya sakit, orang-orang seperti Heru Putranto, Ahmad Halim, Nova, dan Narto datang menghibur. Halim mengulurkan tangan saat saya membutuhkan dan tanpa saya meminta.

Saya juga beruntung memiliki adik seperti Kiki. Dia dokter lulusan Universitas Airlangga, dan mau saya repoti dengan pertanyaan-pertanyaan cerewet dari saya. Dari jarak jauh, dia yang memprediksi bahwa saya mengalami infeksi. Saya mungkin masih harus cek darah lagi, untuk memastikan bahwa penyakit saya tak dipicu diabetes. Semoga bukan.

Saya memang kesakitan. Tapi sakit semakin membuka mata saya tentang perlunya syukur. (*)

2 comments:

Anonymous said...

Janga lupa olahraga to mas... push up kek, sit up kek, atau jalan-jalan pagi biar kondisi tetap fit...
ayo... mau barengan? semoga cepat sembuh..

Ratih said...

Thx atas semangatnya. Pa kabar mas Oriza? Thz dah mampir di Blogku (tapi hati2 terprovokasi, coz ada pendatang yg hobby neror he3x).Tetap semangat juga ya Bung Oriza!!!