28 March 2008

Padi Politik Itu Bernama MSP

PDI Perjuangan punya senjata politik baru. Senjata ini sebenarnya dipersiapkan untuk pemilihan presiden 2009, namun sudah diujicobakan pada pemilihan gubernur Jawa Timur.

Inilah senjata rahasia itu: padi MSP. Ini padi varietas lokal yang ditemukan oleh seorang insinyur lulusan Institut Pertanian Bogor yang tinggal di Lampung, Surono. Ia meneliti varietas ini bertahun-tahun.

Resminya, MSP sendiri adalah akronim dari Mari Sejahterakan Petani. Namun di kalangan kader banteng, MSP adalah kependekan dari Mega Sejahterakan Petani atau Megawati Sukarno Putri. Surono memang kader nasionalis tulen.

Di Jawa Timur, bibit padi varietas ini baru diujicobakan di beberapa kabupaten/kota oleh sejumlah petani kader PDIP. Petani Jember baru kebagian 10 bungkus bibit, per bungkus berisi 8 kilogram. Bibit-bibit ini ditanam saat musim tanam lalu di kecamatan Wuluhan, Semboro, dan Gumukmas, dan dipanen saat ini.

Supomo, pengurus kelompok tani Mulyo Lima desa Bagorejo kecamatan Bangsalsari mengatakan, MSP lebih tokcer ketimbang padi hibrida. Padi ini memiliki cir-ciri tahan rebah, punya malai panjang, butiran 400 – 500 butir per malai.

Hasil produksi per hektare minimal 15 ton dan maksimal 25 ton gabah. “Tapi karena cuaca tidak mendukung, saya baru dapat 11,7 ton per hektare,” kata Supomo. Di Wuluhan, seorang petani malah memanen hasil 17 ton per hektare.

Kendati baru 11,7 ton, hasil ini dua kali lipat lebih besar daripada varietas padi lain. Di Bagorejo, dari 59 hektare sawah yang dikelola petani, 111 orang menggunakan padi hibrida, 106 orang menggunakan varietas Ciherang, dan hanya 3 orang yang menggunakan MSP.

Banyak petani yang tertarik dengan varietas MSP. Menurut Supomo, beras MSP enak dan sejenis dengan Ciherang dan IR 64. Padi ini tahan hama. Terpenting lagi, MSP cenderung menyukai pupuk organik ketimbang non organik.

Di Wuluhan, padi ini diujicoba dengan 3 – 4 kuintal pupuk organik per hektare. Di Bagorejo, 300 kilogram organik dipadukan dengan 150 kilogram urea.

Pembenihan padi ini pun mudah. Supomo mengatakan, padi yang tumbuh lebih dulu akan ditandai dan dijadikan benih.

Kehadiran padi MSP di musim kampanye politik ini disambut sukacita oleh para kader PDI Perjuangan.

Padi MSP dianggap sebagai ajang pembuktian bahwa PDI Perjuangan tak hanya bicara dalam urusan memperjuangkan petani yang disebut oleh Soekarno sebagai kaum marhaen.

Saat panen padi MSP di desa Bagorejo kecamatan Gumukmas oleh Sutjipto, kandidat gubernur Jawa Timur dari PDIP, MSP dijadikan yel-yel. “Mari sejahterakan petani,” teriak Sutjipto.

Massa yang hadir pun dengan lantang menjawab, “Indonesia!”

Sutjipto menegaskan, PDIP ingin menyejahterakan petani Indonesia. “Oleh sebab itu, kita menolak impor beras, karena itu menyejahterakan petani luar negeri,” serunya.

Sutjipto memuji Surono, sang penemu MSP, sebagai pahlawan rakyat dan pahlawan partai. Surono bekerja tanpa pamrih untuk kepentingan petani.

“Mbak Mega pernah ke rumah Pak Surono. Rumahnya sederhana. Di dalamnya tidak ada perabotan sama sekali. Mbak Mega terharu, dan meninggalkan uang yang cukup untuk memenuhi perabotan rumah itu. Tapi apa yang terjadi? Uang itu malah digunakan Pak Surono berkeliling mengunjungi petani yang menggunakan varietas ini,” kata Sutjipto.

Mindo Sianipar, anggota DPR RI, dengan terang-terangan menyebut MSP sebagai padi Megawati. “Sebut saja ini padi Megawati. Petani yang menanam adalah komunitas MSP yang memenangkan Mega tahun 2009,” katanya.

Jatim agaknya menjadi semacam pilot project bagi varietas padi ini. “Program MSP bakal berjalan baik jika Pak Tjip menjadi gubernur di Jatim,” kata Sianipar.

Sianipar mengatakan, jika empat juta hektare lahan ditanami MSP, maka pada tahun 2009 Indonesia akan menjadi eksportir beras. Oleh sebab itu, distribusi varietas ini akan dilakukan secara cepat dan gratis untuk petani.

Menurut Sianipar, padi MSP tidak boleh langsung dijual kelompok tani yang menanam. Penjualan harus dikoordinasikan dengan dewan pimpinan cabang partai dan petugas partai di eksekutif dan legislatif. Nantinya merekalah yang mengganti biaya sarana dan produksi tanaman.

“Lalu legislatif akan membagikan benih padi ini secara gratis. Tidak boleh diperjualbelikan,” kata Sianipar.

Sianipar optimistis MSP bisa menyejahterakan petani. Usia MSP saat ini 105 hari sejak persemaian. Kelemahannya, padi ini tak tahan air tergenang.

“Mei, kami akan bagikan MSP jilid dua yang tahan kering dan tahan banjir. Usia padi ini 95 hari sejak penyemaian. Jumlah produksi memang sedikit turun dibanding yang pertama. Tapi masih di atas 10 ribu ton,” katanya.

Layak ditunggu apakah padi MSP akan ampuh sebagai senjata politik PDI Perjuangan, berhadapan dengan politik perberasan SBY. (*)

2 comments:

Unknown said...

om, saya berminat utk mendapatkan bibit padi MSP ini, saya memiliki akses ke beberapa pokja petani di daerah jember dan lampung. Dimana saya bisa mendapatkannya atau harus menghubungi siapa? Posisi saya di Jakarta, email:sandy_wardhana@yahoo.com, mohon infonya om, thx.

Anonymous said...

bukannya padi ini yang dibakar petani di lampung?
betul tuh sampai 25 ton per ha? jangan jangan anya perhuitungan matematis speerti kasus super toy. apakah pengambilan sampel padi sudah benar?