Masa Depan Jurnalisme Naratif di Indonesia (3)
Dipertanyakan, Asumsi Masyarakat Ogah Tulisan Panjang
Benarkah liputan berita naratif yang panjang tidak akan disukai pembaca koran di Indonesia?
Asumsi ini diragukan oleh Janet Steele, profesor George Washington University yang menjadi pangampu dalam kelas jurnalisme sastrawi Pantau yang dilaksanakan 10 - 21 Desember.
"Ada asumsi orang Indonesia tidak suka membaca. Saya kira ini tidak benar. Saya kira orang Indonesia suka membaca. Mereka suka membaca blog, suka membaca novel. Mungkin berita koran perlu diubah sedikit," kata Steele.
Steele menyarankan eksperimen tulisan naratif yang cukup mendalam dilakukan untuk koran edisi hari Minggu. Selama ini edisi Minggu di sejumlah surat kabar lebih banyak diisi wawancara, esai, tulisan intelektual, atau cerita pendek.
"Tapi mengapa tidak mencoba jurnalisme yang lebih seperti cerita, kaya dengan detail, reportase, wawancara. Fakta bisa menarik seperti fiksi, kadang lebih menarik," kata Steele.
Reportase naratif bisa dimanfaatkan untuk liputan bidang keilmuan yang cukup teknis, seperti hukum atau pertanian. "Saya kira di semua bidang selalu ada aspek manusia. Selalu ada orang yang akan menderita, menang, gagal. Saya kira di jurnalisme naratif sama dengan cerita, ada plot, ada adegan, ada tokoh," kata Steele.
"Saya kira kalau mau menjelaskan sesuatu tentang hukum, pasti ada tokoh yang menarik, ada kejadian menarik, ada adegan yang bisa diciptakan kembali. Saya kira tidak di semua berita. Tapi sebagian bisa digambarkan cerita tentang seorang, dan ini pasti akan lebih menarik. Mengapa tidak?" (*)
25 December 2007
Labels: Jurnalisme
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment