Catatan dari Diskusi Media Massa di Pantau (5)
Awas, Informasi Off The Record Menyesatkan Wartawan!
Jakarta - Waspadalah terhadap informasi yang tak bisa dikutip (off the record) dari seorang narasumber. Informasi off the record bisa menyesatkan wartawan.
"Biasanya wartawan senang kalau diberi informasi off the record. Padahal itu bisa digunakan untuk menyesatkan (misleading)," kata Andreas Harsono, instruktur kursus jurnalisme sastrawi Yayasan Pantau yang digelar pada 10 - 21 Desember 2007.
Wartawan dianjurkan untuk menegaskan aturan main dalam wawancara. Sebaiknya semua informasi yang disampaikan dalam suatu wawancara haruslah on the record (bisa dikutip).
"Aturan ini harus dibuat wartawan dan bukan narasumber, dan itu harus dijelaskan sejak awal sebelum wawancara dimulai," kata Harsono.
Harsono mencontohkan teknik Bob Woodward, wartawan Washington Post, saat mewawancarai seorang narasumber via telpon. Sang narasumber tak mau bicara banyak. Tapi Woodward sudah punya banyak informasi yang tinggal dikonfirmasi.
Maka, Woodward menetapkan aturan main: jika sang narasumber tidak menjawab pertanyaan konfirmasi yang diajukan olehnya selama sepuluh detik, maka dianggap fakta yang dikonfirmasikan adalah benar.
Oleh sebab itu, Harsono menyarankan setiap wartawan untuk selalu menyiapkan diri sebelum melakukan wawancara. "Sumber akan lebih menghormati kalau kita siap," kata jurnalis asal Jember yang menjadi anggota International Consortium of Investigative Journalists.
Wartawan juga diminta mewaspadai sumber anonim, sumber yang tak mau disebutkan namanya. Harsono menekankan untuk menghindari narasumber anonim. Apalagi jika sang sumber hanya mengeluarkan pernyataan yang bersifat opini.
Ada tujuh kriteria sumber anonim yang diambil dari The Rise of Anonymous Sourcing dalam Warp Speed karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Pertama, sumber tersebut berada pada lingkaran pertama berita. Dia bisa pelaku, korban atau saksi mata.
Kedua, keselamatan sumber terancam jika identitasnya dibuka. Ketiga, motivasi sumber murni untuk kepentingan publik, bukan lempar batu sembunyi tangan. Keempat, integritas sumber utuh. Orang yang suka berbohong tidak diberi status anonim.
Kelima, harus seizin redaktur. Keenam, keterangan dengan sumber anonim minimal harus diverifikasi secara independen dengan dua sumbr anonim. Terakhir, perjanjian keanoniman batal dan nama sumber dibuka bila terbukti berbohong atau sengaja menyesatkan. (*)
15 December 2007
Labels: Jurnalisme
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment