23 January 2007

Hikayat Ratna di Negeri Blambangan (2)
Gempuran Isu Gender dan Agama

Ratna Ani Lestari yang berpasangan dengan Yusuf Nur Iskandar memang berhasil meluncur ke kursi pendapa dalam pilkada Juni 2005. Ini kemenangan yang mengejutkan banyak kalangan. Namun ini bukan kemenangan yang mulus.

Oposan mulai bermunculan. Mereka mempersoalkan keabsahan pencalonan Ratna, setelah belakangan diketahui Gabungan Partai-Partai Non Parlemen (GPPNP) menarik dukungan terhadap istri Bupati Jembrana itu. Bahkan, persoalan itu dibawa ke jalur hukum.

Namun persoalan GPPNP tidak menyita perhatian publik dan media massa. Ilham Juanda, anggota Dewan Pakar Forum Penegak Demokrasi Rakyat Semesta mengatakan, hal ini disebabkan publik masih ditelan euforia politik pesta demokrasi. Situasi politik menghendaki KPUD segera menuntaskan proses pilkada.

Menguatnya perlawanan terhadap Ratna datang dari DPRD dan elemen-elemen masyarakat. Dewan sempat mengancam tak akan menghadiri pelantikan Ratna.

Isu-isu berkembang, dan tak hanya menyangkut urusan legalitas formal pencalonan. Isu itu mulai menyentuh persoalan gender dan agama.

Ratna dinilai telah melakukan kebohongan publik soal agama yang dianutnya. Perkawinannya dengan Bupati Jembrana I Gede Winasa yang beragama Hindu dipertanyakan oleh sebagian kalangan muslim. Ia juga dituding sebagai pemimpin boneka yang dikendalikan suaminya.

Suara oposan semakin kencang, setelah Ratna terpeleset kebijakan yang dikeluarkannya sendiri. Entah bagaimana dalam rancangan APBD tercantum harga satuan babi. Publik semakin curiga, bahwa Ratna menjiplak mentah-mentah kebijakan di Jembrana.

“Tudingan-tudingan itu tidak terbukti sah dan meyakinkan dalam legalitas formal hukum,” kata Juanda.

Namun, isu-isu itu berhasil memikat kalangan ulama untuk mendukung gerakan anti Ratna. Apalagi belakangan kebijakan sekolah gratis yang dikeluarkan Ratna dinilai tidak adil, karena hanya diperuntukkan sekolah-sekolah negeri. Sekolah-sekolah swasta bernapaskan Islam merasa dianaktirikan.

Isu anti Ratna menyatukan faksi-faksi politik yang saat pilkada saling tumbuk, terutama faksi Samsul Hadi dan faksi Wahyudi. Faksi Samsul yang mulanya mendukung Ratna untuk mengalahkan Wahyudi dalam pilkada, kini berbalik arah. Saat demonstrasi dan aksi mogok Senin (22/1/2007) lalu, bahkan Samsul ikut berorasi.

Tidak jelas apa yang menyebabkan Samsul berbalik arah. Boleh jadi ia mendengar suara publik, atau karena ada kesepakatan politik yang diingkari oleh Ratna sehingga Samsul kecewa.

Perubahan konstalasi politik di DPP PKB juga memperkuat posisi Samsul. Kemenangan Gus Dur atas Choirul Anam dalam perseteruan PKB membuat Samsul mengambilalih pengaruh partai itu dari tangan Wahyudi. (bersambung)

No comments: