28 November 2006

Kisah Mahasiswa yang Tersesat di Semeru (2-Habis)
Terselamatkan di Jalur Illegal Logging

Tak ada pilihan bagi Dian. Dengan air yang hanya sebotol dan tanpa bekal makanan, ia harus harus bertahan di alam bebas. “Saya harus hidup,” katanya, menceritakan perasannya saat itu.

Maka, mulailah Dian mengeruk pasir basah. Dari sana ia mendapatkan air setelah menanti agak lama.

Perutnya yang melilit diisi dengan daun-daunan. Tak mudah untuk mengunyah dedaunan di hari pertama. Namun, Dian tak ingin mati kelaparan. Maka di hari kedua, ia paksakan diri untuk menelan daun-daun yang getir rasanya itu.

Beruntung, akhirnya Dian menemukan buah berry. Ia juga menemukan beberapa tumbuhan jamur. Semuanya cukup sebagai bekal untuk perjalanan menemukan kembali pos Kalimati.

Namun, dua hari Dian hanya berputar dalam rimba. Jalur itu tak ditemukan. “Akhirnya, saya memutuskan langsung lurus ke arah timur. Saya berharap bertemu perkampungan di Lumajang,” katanya.

Tiga malam Dian diguyur air hujan. Tenggorokannya mulai gatal, hidungnya mengeluarkan ingus.

Dian juga mendengar Semeru batuk-batuk, saat sudah mendekati hutan bambu. Tapi ia mengaku tak merasakan apa-apa lagi. “Cuma seperti meletus biasa. Padahal sampai di bawah warga bilang banyak yang lari (menyelamatkan diri) ke bawah,” katanya.

Setelah berjalan sekian lama, pada hari kelima, Dian menemukan lahan yang menjadi area pembalakan kayu liar. Tubuhnya sudah letih. Kaki kirinya masih sakit, akibat terjatuh di jurang Cemara Tunggal. Tapi ini jalan pulang, dan melangkah ia.

Dalam perjalanannya itu, Dian bertemu dengan seorang pria yang membawa kayu. Sang pria kaget setengah mati. Ia langsung lari menjauh. “Saya disangka polisi hutan,” kata Dian tertawa.

Sang pembawa kayu lantas mengantarkan Dian ke dusun terdekat, di wilayah Desa Sumber Mujur, Jatipuro, Kabupaten Lumajang. Di sana, warga menyambutnya. Ia diminta mandi dan dipinjami pakaian ganti.

Dian menghubungi sekretariat Mahapala Universitas Jember. “Saya dihubungkan ke PA 32 untuk jemput, lalu diserahkan tim SAR Lumajang,” terangnya.

Begitu tiba di Jember, Dian mengaku ingin langsung bertemu sang ibu. “Saya keburu mau pulang ketemu ibu saya, karena (beliau) tiap hari pingsan,” katanya.

Dian tidak tahu, apakah kelak sang ibu akan mengizinkannya kembali mendaki gunung. Yang jelas, sang ayah yang bertugas sebagai provoost di Kodim 0823 Situbondo, Tardi, masih mengizinkannya. (*)

No comments: