21 March 2006

Jurnalisme Sastrawi

Aku mengenal PANTAU, sebuah majalah jurnalisme, sudah sejak lama. Saat aku kuliah dan aktif di pers kampus aku sudah mengenalnya, dan membacanya. Walau tak sering. Namun, kala itu, aku tak pernah tahu, bahwa PANTAU mengembangkan sebuah genre yang disebut sebagai jurnalisme sastrawi.

aku banyak mengenal model penulisan kreatif yang berkelok-kelok, enak dibaca, dari TEMPO. Aku belajar banyak dari TEMPO untuk feature, dan GOENAWAN MOHAMAD untuk penulisan esai. Namun, yang tak aku pahami, bahwa jurnalisme sastrawi teryata berbeda dengan features.

Saat bekerja di Radar Jember, aku mulai menerapkan penulisan feature yang berkelok-kelok yang aku sadap dari TEMPO. Aku merasa telah banyak mewarnai koran lokal kelompok Jawa Pos ini. Ini aku ketahui setelah membaca arsip koran RJ edisi lama. Ternyata model penulisan feature tidak sebagaimana model penulisan yang aku terapkan.

Lalu aku membeli buku Septiawan Santana berjudul Jurnalisme Sastra. Dari sana aku baru mengenal nama-nama seperti Capote dan Tom Wolfe. Kesimpulanku: jurnalisme sastra mengandalkan detil, naratif, dan sangat jeli dalam penggambaran adegan. Aku terheran-heran saat membaca potongan artikel The Heroes yang dicuplik Santana dari New York Times. Betapa bagusnya.

Begitu buku Jurnalisme Sastrawi, yakni antologi tulisan panjang di PANTAU, diterbitkan, aku semakin bergairah mengenalnya. Aku jatuh kagum dengan tulisan-tulisan yang ada dalam antologi itu. Betapa detilnya. Betapa indahnya. Seperti film yang digambar dengan kata-kata.

Dari antologi itu, aku paling suka tulisan Chik Rini: “Kegilaan di Simpang Kraft” dan tulisan Alfian Hamzah: “Kejarlah Daku Kau Kusekolahkan”. Tulisan mereka mengilhamiku untuk membuat tulisan panjang yang enak dibaca.

Ada beberapa tema yang bisa kugarap: Hikayat dan Kematian Rofik Nurhuda (tokoh Tebu Semboro, ayahanda Fikri) atau soal buruh kebun. Bisa juga soal semrawut di Suara Indonesia.

Data untuk Rofik sudah beres. Kalau soal buruh kebun, mungkin bisa minta tolong Gogot. Semrawut SI, sedang kugarap. (*)

No comments: