AKHIR KONFLIK DI MAP
Setiap konflik memang harus berakhir dengan pengakuan atas kekalahan. Anam akhirnya mundur dari MAP. Mundurnya Anam lumayan dramatis...Ini adegan itu...
Rabu, 22 Februari. Aku dan Mas Syamsul tengah bermain game komputer snooker, saat tiba-tiba pintu ruang kerja MAP terbuka keras. Kami menoleh. Anam bergegas masuk bersama Muslim.
“Ryz, kita bikin rapat. Pak Badri dan Pak Bambang nggak mau menggelar rapat. Aku nggak tahu kenapa mereka bilang tidak perlu rapat. Padahal redaksi MAP butuh rapat. Kelihatannya kita ada masalah komunikasi yang terputus.”
“Apa yang dirapatkan, Mas?” Aku tidak mengalihkan pandangan mataku dari layar monitor. Ujung telunjukku menekan mouse mengarahkan bola putih menghantam bola kuning ke salah satu lubang biliar maya.
“Ya, evaluasi tho. Masa produk terbitan nggak ada evaluasinya. Kamu bikin surat ngundang teman-teman.”
“Sampeyan sajalah, Mas.”
“Nanti kalau aku yang ngundang, teman-teman tidak ada yang datang seperti dulu.
“Lho, ya caranya bagaimana sampeyan agar kawan-kawan datang.” Aku masih membantah, tanpa melepaskan pandangan mata dari layar komputer.
Mas Syamsul dan Muslim diam. Membisu. Aku tidak tahu bagaimana wajah Anam. Ia lantas berpindah posisi, duduk di meja dekat Mas Syamsul, menghadap ke arahku. Lalu ia berucap dengan suara bergetar. Mungkin, karena marah, aku tidak tahu.
“Sudah begini saja. Mulai saat ini, disaksikan Mas Syamsul dan Muslim, aku mengundurkan dari MAP. Sejak saat ini saya tidak bertanggungjawab terhadap apapun di MAP. Selama ini saya juga tidak tahu apa-apa dan diajak bicara soal MAP.”
“Sebenarnya, anggaran yang dikeluarkan MAP dibandingkan dengan tanggung jawab teman-teman yang sangat besar tidak sebanding. MAP edisi Desember kemarin memang sengaja tidak saya garap. Karena dulu ada kesepakatan, jika tulisan tidak dikumpulkan, maka tidak bisa dikerjakan.”
“Oke, mulai saat ini saya mundur. Tapi saya tidak akan menyerang atau ngriwuki MAP dari luar. Aku jamin. Itu bukan style saya. Mas Syamsul tahu style saya. Oke begitu saja.” Anam lalu keluar dari ruangan, secepat ia masuk tadi.
Mundurnya Anam dari MAP adalah klimaks dari konflik internal berkepanjangan di antara wartawan yang biasa ngepos di DPRD Jember. Konflik ini dipicu sejak awal proses penggarapan MAP edisi perdana yang tidak transparan. Sebuah konflik yang mewarnai sebuah perkawanan antar wartawan yang dipenuhi intrik. (*)
27 February 2006
Labels: Pengalaman
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment