Kisah Syahrazad Membuka Kotak Pandora
Pembongkaran kasus dugaan korupsi di Jember mulai serius dilakukan. BPK dan Bawasprov turun. Penjabat Bupati punya andil berantas korupsi.
Dalam hikayat Seribu Satu Malam, Syahrazad ditulis sebagai sosok putri ayu nan berani serta cerdas. Ia berhasil menyelamatkan diri dari hukuman mati Sang Sultan dengan kiat brilian: membeberkan seribu satu cerita yang mempesona.
Di Jember, sosok pemberani dan cerdas itu bak dihikayatkan kembali melalui seorang yang juga bernama Syahrazad. Ia memang bukan putri ayu dalam hikayat Persia itu. Tapi, Syahrazad Masdar - demikian nama lengkapnya - kelak boleh jadi bakal dikenang sebagai tokoh yang berani membuka Kotak Pandora berisi dugaan korupsi di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Simaklah. Saat dilantik sebagai penjabat bupati Jember menggantikan Bupati Samsul Hadi Siswoyo pertengahan Mei silam, Syahrazad sudah menarik garis tegas. Dalam pemilihan kepala daerah, haram hukumnya seorang birokrat di semua tingkatan untuk berpihak pada salah satu calon.
"Saya di sini hendak menegakkan profesionalisme dan netralitas. Tugas saya, menjalankan roda pemerintahan dan menyukseskan pilkada," tandas Syahrazad berkali-kali. Hasilnya, para birokrat yang mayoritas berpihak pada bupati lawas yang mencalonkan diri lagi, langsung mengkeret.
Langkah Syahrazad semakin menggetarkan, saat pria asal Lumajang ini mulai mengutik-utik Kotak Pandora yang selama ini bak tak tersentuh: soal keuangan Pemerintah Kabupaten Jember. Kebetulan, sejak lama, berbagai kalangan mengendus ada ketidakberesan dalam urusan keuangan Pemkab semasa Bupati Samsul menjabat.
Kepada pers, dengan gaya bicara santai, Syahrazad mengungkapkan susutnya dana tak tersangka APBD 2005 sebesar 82 persen dalam jangka waktu lima bulan. Dana sebesar Rp 5 M yang seharusnya digunakan untuk cadangan satu tahun, saat Bupati Samsul lengser, tinggal Rp 869 juta.
"Ah, siapa bilang jadi bupati enak. Ini uang dana tak tersangka tinggal beberapa ratus juta. Dan, saya tidak memakainya sepeserpun," tukasnya, tertawa.
Lontaran Syahrazad ini membuat publik terperangah. Apalagi, usut punya usut, ternyata sebagian besar dana tak tersangka itu digunakan untuk bantuan kegiatan yang bersifat sosial, seperti bantuan untuk mebeler kantor PCNU Jember, bantuan renovasi masjid Baitul Amien, dan pembangunan jalan beberapa pondok pesantren.
HM Madini Farouq, Ketua DPRD Jember, habisnya 82 persen dana tak tersangka dalam jangka waktu lima bulan tidak wajar. "Itu dana setahun kok tinggal segitu. Kalau lihat peruntukannya sangat kental dengan pencalonan Pak Samsul (Samsul Hadi Siswoyo) sebagai bupati mendatang," katanya.
Ketua PKB Jember itu lantas mengacu Peraturan Pemerintah No. 105/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah pasal 12 ayat 2. Di situ disebutkan dana tak tersangka untuk penanganan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tak tersangka lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan Pemerintah Daerah.
Mantan Bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo pun membantah. "Dilihat saja penggunaannya. Kan tidak apa-apa. Kan tidak ada batasan-batasan harus bagaimana. Kita kembali ke peraturan sajalah. Jadi jangan hanya pendapat-pendapat pribadi. Kita lihat sesuatu dari aturan," tandasnya.
Bahkan nada suara Samsul meninggi saat dana tak tersangka untuk beberapa pondok pesantren ditanyakan wartawan. "Ya tidak ada masalah. You jangan memfokus yang mendukung saya. Yang lain juga you harus adil dong, kalau tanya," sergahnya.
Polemik seputar dana tak tersangka ini pun lantas mencuat bak cerita bersambung 'Seribu Satu Malam'. KH Nadhier Muhammad, Ketua Takmir Masjid Baitul Amien, menyatakan tidak tahu jika dana untuk masjid itu diambilkan dari pos anggaran tak tersangka. Bahkan, Ketua Pengurus Cabang NU Jember KH Muhyiddin Abdussomad siap mengembalikan jika diperlukan.
Episode dana tak tersangka kian seru, saat Badan Pengawas Provinsi Jatim turun ke Jember. Mereka mengantongi surat perintah pengawasan khusus dari Gubernur Imam Oetomo. Sasarannya jelas: diduga total dana Rp 3,497 M dari pos tak tersangka untuk bantuan perbaikan akibat bencana alam banjir tahun 2005 adalah fiktif.
Hasil pemeriksaan pun mengejutkan. Bawasprov berhasil mengetahui dana itu masih tersisa sekitar Rp 869 juta. Yang aneh bin ajaib, Rp 450 juta di antaranya dipendam dalam tanah oleh seorang pengamat pengairan tingkat kecamatan. "Bawasprov sampai geleng kepala. Ini zaman sudah modern, banyak bank, tapi nyimpan uang di dalam tanah," tukas Syahrazad tertawa.
Kepala Kantor Pengairan Soewadi yang telah diperiksa Bawasprov bersumpah tidak pernah membuat proyek fiktif. "Demi Allah," katanya.
Namun, Syahrazad menandaskan, sepanjang tahun ini tidak pernah ada bencana alam besar yang mengharuskan Pemkab menguras dana tak tersangka. Namun, ia mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan lanjutan. "Data Bawasprov sudah diberikan kepada BPK," katanya.
BPK sendiri sudah bergerak cepat sehari setelah Bawasprov turun. Tim audit yang turun boleh dibilang the dream team. Dipimpin Sardjono, tim ini yang berhasil membongkar dugaan korupsi Bupati Blitar Imam Muhadi dan membawanya ke meja hijau.
Berbeda dengan Bawasprov, tim audit investigasi BPK memelototi aliran rekening kas daerah Pemkab Jember di Bank Jatim. Mereka sebenarnya bekerja selama 28 hari hingga 4 Juli. Tapi, pagi-pagi, aroma penyimpangan keuangan sudah tercium.
Saat BPK meminta izin untuk mengakses data keuangan, dengan tangan terbuka Syahrazad mempersilakan. Namun, alamak, salah satu staf keuangan yang pernah menjabat pelaksana tugas Kepala Bagian Keuangan justru menolak. Ia meminta agar akses data ditunda sehari.
Mendengar itu, Syahrazad pun gemas. "Kalau memang masih membangkang, saya tak segan-segan akan mencopot dari jabatannya," tukasnya, geram. Wajar, karena berkali-kali mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini sudah mengingatkan, agar para pegawai Pemkab jujur dan terbuka terhadap BPK.
BPK akhirnya menyegel sehari semalam berkas data keuangan Pemkab sebelum diakses. Dari hasil akses itu, BPK menemukan indikasi penyimpangan keuangan lainnya. Duit sebesar Rp 3,845 M di kas daerah tak jelas keberadaannya.
Sekretaris Kabupaten Djoewito menjelaskan, dana sebesar itu adalah kucuran bagi hasil pajak kendaraan bermotor (PKB) dari Pemerintah Provinsi Jatim. BPK berhasil menemukan indikasi penyimpangan setelah membandingkan antara data pendukung dari Bagian Keuangan dengan rekening koran Pemkab di Bank Jatim.
"Berdasarkan support data dari Bagian Keuangan, ada pemindahbukuan sekitar Rp 3, 8 M. Tapi setelah dicocokkan rekening koran di Bank Jatim, ternyata mulai 1 Januari - 31 Desember 2004 tidak ada pemindah bukuan itu," kata Djoewito.
Temuan-temuan BPK dan Bawasprov ini membuat kaum oposisi di Jember bersyukur. Suharyono, Wakil Ketua Kelompok Kerja Pemberantasan Korupsi (KKPK) mengatakan, hasil penyelidikan sementara BPK tersebut semakin memperjelas borok yang selama ini coba ditutupi selama kepemimpinan Bupati Samsul.
"Kalau BPK bekerja lebih intensif lagi dan membuka keuangan sejak 2001, saya yakin bakal ditemukan penyimpangan ratusan milyar rupiah," tukas Suharyono. Data-data dugaan penyimpangan itu yang sudah dilaporkan KKPK kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung. (oryza ardyansyah w., Jember)
Ditulis untuk Majalah Legal Review
15 June 2005
Labels: Politik
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment