Tuduhan Sogok untuk Dua anggota KPU Jember
Dua anggota KPU Kabupaten Jember dituduh menyuap partai politik dalam pilkada.
Tuduhan suap di tak hanya menyasar ke Komisi Pemilihan Umum Pusat, tapi juga KPU Jember. Tapi lain lubuk lain ilalang. Lain KPU, lain kasusnya. Jika sogok di KPU Pusat terkait logistik, kisah sogok di KPU Jember terkait persaingan politik dalam suksesi kepala daerah.
Dugaan suap pertama diletupkan Kelompok Kerja Pemberantasan Korupsi. (KKPK). KKPK adalah semacam gabungan lembaga swadaya masyarakat yang intensif mengawasi kasus korupsi di Jember, dan tak ada kaitannya sama sekali dengan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyikat Mulyana W. Kusumah.
Tapi kerja KKPK tak kalah nyaring dengan KPK. Mereka mengaku punya bukti dan saksi yang menyatakan bahwa Ketua KPU Jember Achmad Syakir Asyari telah berupaya menyuap Partai Amanat Nasional Jember. "Ada delapan pengurus PAN yang siap bersaksi," tandas Bambang Irawan, Sekretaris KKPK tanpa merinci siapa saja pengurus itu.
Menurut versi KKPK yang disampaikan ke DPRD Jember, upaya penyuapan itu diketahui saat pengurus PAN menggelar rapat pleno 3 Januari lalu. Saat itu, rapat pleno dilaksanakan di pondok pesantren yang diasuh Ketua DPD PAN KH Lutfi Ahmad, yakni PP Madinatul Ulum, Desa Cangkring, Kecamatan Jenggawah.
Menurut para saksi, saat itu Lutfi Ahmad menjelaskan, bahwa dirinya bersama beberapa kader dan pengurus PAN telah menerima uang Rp 350 juta pada akhir Desember 2004. Dijelaskan dalam laporan tersebut, uang itu berasal dari Bupati Samsul Hadi Siswoyo dan diserahkan sendiri oleh Achmad Syakir Asyari, Ketua KPU Jember. Berdasarkan hasil investigasi KKPK, uang itu diberikan pada 29 Desember 2004 pukul 11.00 di kantor KPU Jember.
Masih menurut laporan tersebut, Lutfi menyatakan dalam rapat partai, bahwa itu uang pembinaan DPD PAN Jember, tanpa syarat dan ikatan apapun. Dikatakan juga kalau semua partai menerima uang pembinaan tersebut. Lantas Lutfi menunjukkan kepada peserta uang dari Syakir yang terkemas dalam sebuah travel bag itu.
Akhirnya, berdasarkan keputusan rapat, sebagian uang itu langsung diserahterimakan kepada seluruh ketua dewan pimpinan cabang. Masing-masing DPC menerima tunai Rp 10 juta, yang kemudian masing-masing dipotong Rp 500 ribu untuk disumbangkan kepada korban bencana alama di Aceh.
“Ini kan sudah tidak benar,” tukas Bambang. Dalam suratnya, KKPK menduga bahwa langkah pengurus KPU Jember itu telah mengandung unsur keberpihakan, penyalahgunaan wewenang, money politics (perbuatan korup).
Pihak-pihak yang disebut dalam laporan KKPK jelas menolak tuduhan tersebut. “Sama sekali tidak benar. Dari mana saya dapat uang sebanyak itu? Untuk keperluan apa saya menyuap PAN? KPU tak ada urusan dengan partai,” tukas Syakir. Ia bahkan mengajak untuk membuktikan di jalur hukum.
Bantahan senada muncul dari Pemkab Jember. M. Fadhallah, Kepala Bagian Humas Pemkab Jember, meminta agar setiap tuduhan harus didukung data valid.” Lihat dulu seperti apa, jangan serta merta menuduh,” katanya.
Yang menarik, Lutfi Ahmad mengakui telah membagi-bagikan uang Rp 350 juta kepada 31 Dewan Pimpinan Cabang PAN di Jember. Namun, ia mengatakan bahwa duit itu bukan dari Samsul. “Itu uang dari beberapa simpatisan, tak hanya satu simpatisan. Bahkan, uang sumbangan dari para simpatisan lebih besar dari itu,” katanya.
Lutfi juga mengakui, bahwa dirinya bertemu dengan salah satu simpatisan di kantor KPU Jember. Namun, itu tidak menunjukkan bahwa KPU ada kaitannya dengan duit yang mengalir ke PAN. Untuk membuktikan, ia siap menunjukkan data penyumbang yang dimilikinya.
Tak ingin terjebak dalam polemik terlampau lama, KKPK langsung mengadukan persoalan itu ke Kejaksaan Negeri Jember dan Kepolisian Daerah Jatim. Bambang pun telah dimintai keterangan. Tidak tertutup kemungkinan Syakir pun akan dipanggil oleh kepolisian untuk dimintai keterangan.
Namun, saat ramai-ramai dugaan sogok Syakir belum beres, muncul dugaan sogok kedua. Kali ini yang meletupkan adalah Abdullah Faqih, Ketua Dewan Pimpinan Daerah PKPB Jatim. Pada 9 Mei lalu, didampingi sejumlah pengurus PKPB Jember, ia menyerahkan barang bukti uang Rp 25 juta ke Panitia Pengawas Pilkada Jember.
“Uang ini ditransfer oleh Gatot Prawoto, salah satu anggota KPU Jember, ke rekening saya pada 4 April,” kata Faqih. Kompensasinya, ia diminta membatalkan surat keputusan kepengurusan DPD PKPB Jember untuk Ahmad Afandi, dan mengesahkan Rudolf Sahureka sebagai Ketua PKPB Jember
Keinginan pembatalan tersebut diduga kuat terkait dengan pilkada di Jember. Sebagai Ketua DPD PKPB Jember yang mengklaim diri sah, Rudolf telah membubuhkan tanda tangan pencalonan pasangan Samsul Hadi Siswoyo – Baharuddin Noer pada 4 April lalu. Dalam pencalonan itu, PKPB berkoalisi dengan PPP dan Partai Demokrat.
Pencalonan oleh Rudolf ini ditolak oleh pengurus PKPB Jember lainnya. Rudolf dianggap sudah tak berhak menandatangani surat apapun, mengingat DPD PKPB Jatim telah mengeluarkan surat keputusan untuk Ahmad Afandi sebagai ketua PKPB Jember yang baru pada 2 April.
Sengketa kepengurusan ganda ini bahkan sudah masuk ke Pengadilan Negeri Jember. Afandi menggugat KPU Jember dan kubu Rudolf. Namun, tanpa menanti hasil pengadilan, KPU Jember tetap mengabsahkan pasangan Samsul – Baharuddin sebagai duet calon kepala daerah.
Tapi persoalan tak lantas beres. Kubu Afandi masih punya amunisi. Mereka melaporkan ke Panwas bahwa oknum KPU ikut campur dalam konflik internal PKPB. Oknum yang belakangan diketahui adalah Gatot ini bahkan telah berupaya menyuap Faqih. Namun Faqih menolak.
Urusan semakin meruncing, setelah Faqih tiba-tiba secara sepihak diberhentikan oleh Dewan Pimpinan Pusat PKPB dari jabatannya. Akibat pemberhentian itu, ia gagal mencalonkan diri sebagai Bupati Lamongan. Diduga, pemberhentian itu akibat persekongkolan broker politik Jember dan oknum pengurus DPD PKPB Jatim. Salah satu yang dianggap bertanggungjawab adalah Gatot.
Geram, pria yang dikenal sebagai pengusaha ini pun ke Jember untuk menyokong kubu Afandi. “Ulah Pak Gatot sebagai anggota KPU sudah mengintervensi partai. Saya siap menjadi saksi bahwa beliau telah berusaha melakukan penyuapan,” tandas Faqih.
Persoalan ini pun sudah dilaporkan ke Polda. “Saya sudah dipanggil untuk melakukan klarifikasi,” kata Moch Sholeh, ketua LSM Mina Bahari yang melaporkan persoalan itu.
Namun, Gatot menolak tuduhan Faqih. “Saya memang mentransfer uang ke rekening Pak Faqih. Tapi itu uang pinjaman untuk Pak Faqih yang akan dikembalikan dalam dua bulan,” katanya melalui kuasa hokum Abdul Haris Afianto SH.
Pinjaman uang itu dikehendaki sendiri oleh Faqih untuk tambahan dana mencalonkan diri sebagai bupati Lamongan. “Pak Gatot selaku pengusaha dan bukan sebagai anggota KPU, akhirnya bersedia meminjamkan uang Rp 25 juta," kata Afianto.
Merasa dicemarkan nama baiknya, Gatot mengancam akan menggugat balik Faqih Rp 10 M. “Silakan. Mari kita buktikan di pengadilan,” sahut Faqih.
Dua perkara dugaan suap yang menghantam KPU Jember memang masih harus dibuktikan di jalur hukum. Namun, publik sudah terlanjur mulai tidak percaya kepada lembaga ini. Ratusan orang demonstran sempat menyegel kantor KPU. Mereka menuntut Syakir turun dari jabatannya sebagai Ketua KPU. “Kami menuntut KPU dibubarkan, karena tidak netral,” teriak mereka. (oryza ardyansyah, Jember)
Dikirimkan untuk majalah Legal Review
13 May 2005
Labels: Politik
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment