14 September 2015

We're Coming Back

Sebuah sosok raksasa dengan tinggi sekitar 10 meter mendadak muncul dari bagian dasar bawah tribun utara, di Stadion Gelora Bung Tomo, Minggu (13/9/2015) sore. Sosok raksasa itu mengibarkan bendera raksasa berlogo Persebaya (1927), dan kalimat raksasa di atas spanduk sepanjang 23 meter tertera jelas: We're Coming Back. Kami Kembali.

Model spanduk ini dikenal di dunia suporter sebagai sebagai spanduk tiga dimensi, karena timbul menyerupai sosok manusia. Sejumlah kelompok suporter Ultras di Italia, Jerman, maupun Turki bisa merancangnya untuk memberikan semangat kepada klub mereka.

Koreo kertas putih dan hijau bertuliskan 1927 menjadi latar belakang. Ribuan Bonek menyanyikan koor lagu kebangsaan berjudul 'Persebaya Emosi Jiwa'.

Semangat kami tak pernah padam

Suara kami pun tak kan pernah hilang

Yakinilah bahwa kau tak kan sendirian

Disini kami selalu mendukungmu

Spanduk koreo tiga dimensi itu dibuat sejak setahun silam, justru ketika masa depan Persebaya yang dikelola PT Persebaya Indonesia masih gelap. Klub berjuluk Bajul Ijo yang lahir pada 18 Juni 1927 ini tidak diakui PSSI dan tidak jelas kapan akan bisa bertanding lagi.

Namun para Bonek tetap patungan dan membuatnya bergotong-royong. Mereka yakin kemenangan hanya soal waktu. Spanduk itu mewakili apa yang mereka perjuangkan dan yakini selama dua tahun terakhir.

"Perjuangan tidak mengenal waktu. Melalui spanduk tiga dimensi ini, kami ingin menyampaikan pesan kepada mereka yang telah mematikan klub kami: kalian telah salah memilih lawan," kata Husin, salah satu Bonek.

Tergelarnya pertandingan eksibisi Persebaya melawan Persekap di Gelora Bung Tomo kemarin petang menjawab keyakinan mereka selama ini. Jadi tak heran jika sejumlah Bonek tampak emosional dengan kemunculan spanduk tiga dimensi itu. Beberapa berpelukan dan melakukan tos: Persebaya akhirnya kembali. Maka lima gol yang dilesakkan ke gawang Persekap pun dirayakan layaknya sebuah pertandingan final.

Namun tak semua spanduk berbau heroik. Ada pula yang berbau jenaka, khas arek Suroboyo. Salah satunya yang spanduk tangan (hand-banner) yang dibawa Rifi, bertuliskan: 'Saleh Mundur Aku Rabi'. Saleh mundur, saya menikah. Spanduk itu kecaman untuk Saleh Mukadar dan manajemen PT Persebaya Indonesia yang dinilai tak berbuat maksimal memperjuangkan eksistensi Persebaya selama ini.

Terlepas dari masih bersengketanya kepemilikan hak nama atas Persebaya antara PT Persebaya Indonesia dan PT Mitra Muda Inti Berlian, kehadiran sekitar 35 ribu Bonek di GBT kemarin adalah puncak dari model perjuangan Bonek dari tahun ke tahun yang kian terkoordinasi. Dari semula yang tercecer dalam kelompok-kelompok kecil, kini ada semacam presidium yang bersifat sangat cair dan longgar.

Andi Peci, salah satu juru bicara Bonek, pernah mengatakan, presidium ini dibentuk hanya untuk kepentingan administratif. "Jika kami melakukan surat-menyurat dengan instansi resmi atau dengan negara, tentu perlu alamat yang jelas," katanya.

Presidium ini tak memiliki pemimpin, kendati media massa lebih banyak mewawancarai Andi. Aksi massa ribuan Bonek dalam beberapa kali unjuk rasa membutuhkan lebih dari sekadar seorang Andi Peci. Ada banyak simpul massa Bonek tak hanya di Surabaya, namun juga luar Surabaya, mulai dari Banyuwangi dan Jember di ujung timur hingga Ngawi di sisi barat Jawa Timur. Bahkan dalam sejumlah aksi, Bonek dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta juga hadir.

Mereka berkomunikasi melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter. Isu-isu aksi unjuk rasa disebarkan di dunia maya, sehingga tak butuh waktu lama bagi koordinator lapangan untuk menyampaikan pesan dan tujuan gerakan. Boleh jadi ini salah satu yang membuat aksi unjuk rasa ribuan Bonek selalu berjalan tertib: mereka datang dalam kerangka berpikir yang sama.

Terakhir, Bonek juga mulai memanfaatkan radio streaming untuk menyebarkan pesan-pesan perjuangan. "Ide untuk punya radio sudah lama, sejak setahun silam. Awalnya ingin punya radio gelombang frekuensi, namun biaya yang sangat mahal menjadi kendala," kata Andi, 31 Agustus 2015 silam.

Radio streaming yang berbasis internet dipilih, karena hari ini sebagian besar Bonek memiliki android dan Blackberry. "Radio streaming lebih efektif dan murah," kata Andi.

Radio ini akan menyiarkan informasi seputar Bonek dan Persebaya, serta diselingi lagu-lagu bertema klub tersebut. "Dalam situasi Persebaya Surabaya belum kembali, radio ini bisa digunakan sebagai alat perjuangan. Ke depan, kami ingin punya frekuensi radio sendiri dan bisa menyiarkan pertandingan Persebaya Surabaya secara langsung, seperti era perserikatan di Radio Gelora Surabaya dulu," kata Andi.

Radio dan spanduk tiga dimensi pada akhirnya memang mengabarkan, bahwa kebanggaan dan keyakinan itu telah kembali. [wir]

No comments: