09 May 2011

Petani Tebu Curigai Orang-Orang Presiden

Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal swasembada gula kontradiktif dengan kebijakan di lapang. Presiden diduga tak menyerap informasi seluruhnya dan sebenarnya.

Kecurigaan ini disampaikan Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Arum Sabil, Senin (9/5/2011). "Swasembada gula yang disampaikan presiden benarkah serius? Benarkah petani dan industri gula dalam negeri terlindungi," katanya.

Arum justru menemukan fakta sebaliknya. Tahun 2011, rencana pengadaan gula nasional mencapai 6,955 juta ton. Padahal kebutuhan konsumsi gula nasional sekitar Rp 4,6 juta ton, yang terdiri dari 2,4 juta ton konsumsi rumah tangga dan 2,2 juta ton konsumsi industri makanan-minuman.

Produksi gula nasional tahun ini diperkirakan 2,6-2,7 juta ton. "Kalau memang dibutuhkan impor gula untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, seharusnya kan tinggal mengimpor sekitar 1,9 juta ton. Tapi ini pemerintah kenapa mempersiapkan pengadaan surplus 2,3 juta ton dari jumlah konsumsi," kata Arum setengah bertanya.

Arum menduga melimpahnya persediaan gula dalam negeri tak lepas dari pasokan gula impor rafinasi. Ini sangat membahayakan industri gula dalam negeri. "Gula di Jawa tak bisa keluar pulau, karena di luar Jawa sekitar 80 persen dipenuhi gula rafinasi," katanya.

Arum memperkirakan, presiden tak mengerti persoalan ini. "Arus informasi tak sampai ke presiden. Presiden selalu berpidato tentang swasembada gula. Tapi ini kontrakdiktif. Kalau presiden tahu, pasti tak akan dibiarkan. Saya melihat ada permainan di tingkat bawahan presiden," katanya.

APTR mengusulkan solusi penetapan ijin impor gula bukan berdasarkan kapasitas terpasang, namun berdasarkan kebutuhan gula dalam negeri. Kedua, petani menuntut penegakan hukum. "Gula ini seperti bahan peledak dan pupuk, yakni termasuk barang yang diawasi. Maka siapa saja kalau terlibat menyalahgunakan, termasuk tindak pidana ekonomi," kata Arum. Ancaman hukumannya penjara seumur hidup atau hukuman mati. [wir]

No comments: