11 May 2011

Lima Tahun, 80 Kota, 18 Sepatu, 1 Belahan Jiwa

Berawal dari mimpi, Sudarmin melihat bencana itu. Dan, ia memutuskan menjadi sang petualang, melangkahkan kaki dari kota ke kota, dengan keyakinan untuk melihat Indonesia yang lebih baik.

Sebelumnya, warga Bekasi ini bekerja sebagai pemandu wisata. Lalu suatu hari di tahun 2006, ia bermimpi dan melihat banyak bencana di Indonesia. Semula, Sudarmin menganggapnya bunga tidur. Namun seorang ulama yang menjadi gurunya menyatakan: 'Kamu dipilih untuk melakukan perjalanan ini.'

Orang tuanya merestui, dengan catatan di setiap kota Sudarmin memberi kabar. Maka pria kelahiran 2 Juni 1968 ini memutuskan memulai perjalanannya dari Bandung, 22 Agustus 2006. Berbekal awal Rp 200 ribu dan ransel pemberian kawan, Sudarmin berjalan kaki dari kota ke kota. Misinya: menyerukan bahaya penyalahgunaan narkoba dan pelestarian alam.

Sudarmin memilih dua misi itu karena melihat dua hal itu yang mengancam Indonesia. "Di Indonesia, bandar narkoba tak dihukum mati. Hanya dihukum 15 tahun penjara. Di Penjara masih ngedarin juga. Kita kalah sama Malaysia dan Singapura," katanya. Ia membawa poster-poster dari Badan Narkotika Nasional (BNN).

Misi lingkungan sesuai dengan mimpinya. "Pulau Jawa ini, sekitar 70 persen hutannya sudah berubah," kata Sudarmin.

Setiap hari ia menghabiskan waktu 13 jam untuk berjalan sejauh 40 kilometer. Saat lelah dan malam tiba, ia menghampiri rumah Tuhan yang membuka pintu bagi pengembara seperti dirinya untuk beristirahat.

"Saya di Jember sudah tiga hari ini, tidur di musola kantor Pemkab Jember. Nyamuknya banyak," kata Sudarmin, tertawa.

Di setiap kota, Sudarmin memutuskan menetap beberapa saat. Terlama saat di Lebak, Banten. Ia tinggal di kampung orang Baduy selama sebulan. "Di setiap kota saya tinggal di masjid, bisa dakwah tentang lingkungan. Kita tak menyadari lingkungan sudah rusak parah."

Sudarmin juga menghampiri komunitas anak jalanan, untuk mengingatkan bahaya narkoba. Ia tak berdaya menyaksikan salah satu remaja tewas karena over dosis obat-obatan. Ia datangi sekolah-sekolah. "Jakarta, Surabaya, Bali, dan Medan paling parah (ancaman bahaya narkoba)," katanya.

Sepanjang pengembaraannya, Sudarmin telah menghabiskan Rp 10 juta. Dari mana uang untuk biaya hidup? "Dari simpatisan. Saya juga membuka praktik terapi zikir," katanya.

Salah satu simpatisan itu adalah Ketua DPRD Jember Saptono Yusuf. Sudarmin mendatangi kantornya. Ekspresi wajah Saptono terkejut saat mendengar cerita Sudarmin. "Sudah ke kantor Pemkab?" tanyanya.

Sudarmin nyengir. "Sudah ke bupati, dilempar ke sekda (sekretaris daerah), dilempar lagi kayak bola," katanya dengan logat Sunda kental.

Sudarmin menjelaskan misi pengembaraannya. Ia memberikan beberapa poster kepada Saptono, dan menyodorkan sebuah buku besar yang dipenuhi stempel dan tanda tangan beberapa pejabat kota-kota yang dikunjunginya selama lima tahun.

Saptono lantas menuliskan pesan di buku itu:

"Saya ketua DPRD Jember sangat haru dan bangga, bahwa di negara kita masih ada orang yang peduli kepada orang lain, bahkan mengabaikan kebahagiaan dan kesenangan pribadi untuk mencegah bagaimana bahayanya penggunaan narkoba bukan pada tempatnya. Semoga kita bisa mencontoh dan menirukan niat yang mulia ini. Amin."

Saptono lantas menyodorkan selembar amplop berisi uang. "Jangan dilihat isinya. Ini untuk beli es di jalan," katanya kepada Sudarmin.

Agustus nanti, perjalanan Sudarmin genap lima tahun. Ia masih jauh dari selesai. Namun apa saja yang sudah diperolehnya selama perjalanan itu?

"Saya sudah habis 18 pasang sepatu. Ada sepatu yang saya beli jebol dalam waktu tiga bulan. Ada sepatu yang diberi orang bertahan awet sampai setahun," kata Sudarmin.

Ponselnya rusak. "Jatuh kelindes motor. Habis sudah."

Saat Sudarmin mengembara, sang ayah meninggal dunia. "Saya sempat pulang."

Namun, perjalanan panjang itu tak hanya menghadirkan duka, tapi juga cinta. Ia bertemu dengan Tutik, seorang perempuan yang terpaut dua tahun dengan usianya, di Cilacap. Mulanya berkenalan, lalu saling tanya soal pribadi.

"Saya bilang, saya punya kerja begini. Kalau kamu mau menerima apa adanya, saya akan terima kamu apa adanya. Dia bekerja di supermarket. Doakan tahun depan saya menikah," kata Sudarmin. Pernikahan tak akan membatalkan niat awalnya menyelesaikan perjalanan.

Sudarmin masih butuh 15 tahun lagi untuk menyelesaikan perjalanannya. Lima tahun ini, ia baru berkutat di 80 kota di Jawa. Sebentar lagi, ia akan menyeberang ke Bali dan melanjutkan perjalanannya di beberapa pulau, sebelum akhirnya menuju Malaysia dan Singapura.

Perjalanannya akan diakhiri di Lampung. Dan jika kalkulasi Sudarmin benar dan Tuhan masih memberinya usia panjang, maka perjalanan itu akan berakhir saat umurnya 58 tahun.

"Ini panggilan jiwa. Perjalanan ini ilham, petunjuk dari Yang Kuasa."

Dan, Sudarmin pun bergerak kembali, meninggalkan gedung DPRD Jember.

Petualang bergerak tenang
Melihat diri untuk pergi lagi

Petualang merasa sepi...merasa sunyi
Sendiri di kelam hari
Petualang jatuh terkulai
Namun semangatnya bagai matahari...

(Sang Petualang, Iwan Fals dan Kantata Takwa) [wir]

No comments: