01 January 2011

Daftar

Satu Januari pagi. Saya tidak ke mana-mana tadi malam. Jember diguyur hujan lebat. Lagipula, saya juga tak terlampau suka keramaian yang tak beraturan. Apalagi di antara semua ketakberaturan itu, semuanya tertebak dengan muda di ujungnya: orang-orang meniup terompet dan menyalakan kembang api saat jarum jam tepat di angka 12 tengah malam.

Satu Januari pagi. Langit masih mendung. Sisa-sisa hujan semalam. Saya tidak tahu, apakah Anda berpikir sama seperti saya: saya memikirkan orang-orang. Majalah Time memiliki tradisi edisi khusus akhir tahun yang bicara soal orang terpenting tahun ini (person of the year). Mark Zuckerberg, penemu Facebook, menjadi orang terpenting tahun 2010 karena membuat jejaring sosial yang diminati ratusan juta orang. Zuckerberg dan Facebook mengubah wajah interaksi sosial kita.

Tapi saya tak sedang memikirkan Zuckerberg. Saya memikirkan orang-orang yang ada dan hadir dalam hidup saya sepanjang tahun 2010. Mereka bisa saja musuh, kawan, saudara, anak, istri, atau rekan sekerja, maupun narasumber. Seberapa penting mereka, saya yakin kita tidak pernah membuat list atau daftar orang-orang dan seberapa penting mereka dalam hidup kita.

Kita membuat petisi, janji, itikad, atau apapun namanya, bahwa kita akan lebih baik daripada tahun sebelumnya. Tahun 2011 lebih baik daripada tahun 2010. Kita berjanji tentang pencapaian: pekerjaaan, gaji, prestasi, cita-cita pernikahan, dan banyak lagi. Tapi kita selalu bicara tentang diri kita sendiri, kita tak pernah bicara tentang orang lain.

Orang lain tak masuk dalam petisi kita. Padahal, petisi kita, tentang perbaikan nasib kita, berhadapan dengan peluang dan kemungkinan-kemungkinan. Kemungkinan-kemungkinan ini hadir acak, dan selalu dikonstruksi berdasarkan interaksi kita dengan yang lain. Saya jadi ingat teori chaos, butterflies effect: bahwa kepak sayap kupu-kupu di sebuah negara bisa menyebabkan dampak global bagi negara lain.

Kita tak hidup sendiri. Maka petisi atau janji kita di tahun baru ini akan selalu bicara tentang sesuatu yang jamak, tak pernah tunggal. Dan, jika saya harus menyusun daftar orang-orang yang hadir dalam hidup saya pada tahun 2010, maka saya akan meletakkan orang-orang kepada siapa saya berutang pada tempat teratas.

Utang di sini tak selamanya berupa materi atau uang, namun bisa janji. Bisa pula harapan, atau laku baik dan utang budi. Orang-orang ini, kepada siapa kita berutang, adalah orang yang memberikan kesempatan kepada kita untuk bertahan pada tahun 2010. Tanpa kehadiran mereka 'memberikan utang' kepada kita, ada rantai yang hilang dalam hidup kita: mungkin kita tak akan melakukan tindakan yang lebih baik atau meneruskan hidup kita.

Marilah kita bayangkan: di saat kita tak punya uang untuk membeli nasi, seseorang datang meminjamkan uang. Kita membeli nasi, hari itu perut kita terisi, dan bisa bekerja lagi. Bagaimana jika tak ada orang yang bersedia meminjamkan uang kepada kita untuk membeli nasi?

Marilah kita bayangkan pula: saat kita menghardik bawahan kita atau membuat hati kita terluka atas silap yang kita perbuat, kita berutang maaf kepadanya. Bagaimana jika maaf itu tak juga terucap, dan kawan atau bawahan kita itu kelak turut andil dalam langkah kita?

Atau lebih maju lagi: jika saya seorang pemimpin yang menjanjikan kesejahteraan, rakyat banyak berharap, tapi saya belum bisa memenuhi harapan itu. Rakyat mengutangkan harapan kepada saya, agar saya bisa bertahan lebih lama. Bagaimana jika rakyat sudah bosan menitipkan harapan itu kepada saya?

Jadi, tak ada salahnya, mulai hari ini kita mulai menyusun daftar orang-orang kepada siapa kita berutang untuk mulai melunasinya tahun ini. Selamat tahun baru 2011. [wir]

No comments: