12 December 2010

Bismillah, Pilih Mengamen daripada PNS

Minggu pagi (12/12/2010), 15 ribu orang berjuang memerebutkan 212 kursi lowongan calon pegawai negeri sipil di Pemerintah Kabupaten Jember. PNS adalah harapan bagi banyak orang yang menginginkan kepastian masa depan.

Tapi tidak bagi Kusyadi Ervan. Selangkah, hanya selangkah lagi, ia bisa menjadi PNS di Dinas Pekerjaan Umum. Namanya sudah terdaftar dalam basis data pegawai honorer yang memiliki masa kerja memenuhi syarat untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Namun ia memilih jalannya sendiri: "Bismillah, saya memilih jadi pengamen saja."

Pengamen? Hidup Ervan adalah musik. Lahir tahun 1976, sejak remaja, ia musisi. Band tempatnya bergabung dulu, Flash, adalah salah satu yang ternama di Jember. Anak-anak Flash dikenal punya kemampuan teknis oke, dan senang memainkan lagu-lagu progresif macam milik kelompok Dream Theater.

Ervan juga memberikan kursus bermain piano dan kibor. Salah satu muridnya adalah anak Kepala Dinas Pekerjaan Umum Suhardiyanto. Kebetulan, saat itu Dinas PU tengah membuka lowongan untuk tenaga honorer, dan Ervan pun melamar. Sejak tahun 2004, ia berbaju birokrat.

Menjadi birokrat tak membuat Ervan melepaskan musik sebagai bagian dari hidupnya. Apalagi, gajinya sebagai tenaga honorer daerah pas-pasan, sekitar Rp 325 ribu per bulan. "Dipotong ini itu, tinggal Rp 280 ribu. Untung istri saya juga kerja buka butik," katanya.

Pagi menjadi abdi negara, malam Ervan adalah sang musisi. "Dalam musik kutuangkan sanubari. Ooh..luapan kalbu. Semua kata hati tertuangkan dalam lirik. Ooh..alunan kisah," demikian syair lagu 'Musisi' yang dilantunkan Ahmad Albar bersama kawan-kawannya di God Bless.

Seperti syair lagu God Bless, musik adalah sanubari, dan birokrasi hanyalah formalitas bagi Ervan. Ia mengikat kontrak dengan salah satu rumah makan, untuk mengiringi penyanyi setiap malam. Di salah satu radio, ia juga menjadi pengiring lagi tembang-tembang kenangan. Selama enam tahun, hingga saat ini, Ervan terikat kontrak dengan keduanya. Jika ada permintaan untuk mengisi acara pernikahan atau kenduti, Ervan pun menyanggupi.

"Tapi badan saya remuk, Mas. Pagi kerja, malam juga kerja," kata Ervan, menggambarkan hari-harinya yang padat. Hari-harinya yang padat itu membuatnya jarang bercanda bersama Taraka Risqy Abhinaya, anak pertamanya.

Pernah suatu kali, Ervan berangkat ke kantor pagi-pagi. Sesampainya di kantor, beberapa sejawatnya tertawa melihatnya. Ervan kebingungan. "Wah, gaya, rek, antingan," sahut salah satu kawan.

Ya Tuhan, Ervan lupa mencopot anting-anting di telinga kirinya. Anting-anting adalah salah satu aksesoris yang dipakainya saat bermain musik. Dengan tersipu-sipu, ia mencopotnya.

Beberapa kawannya bermusik sempat meramalkan, Ervan tak akan bertahan lama menjadi birokrat. Mereka benar. "Rasanya tidak cocok," katanya. Bermusik adalah panggilan jiwanya. Maka suatu hari di tahun 2007, ia mengajukan pengunduran diri resmi. Sang atasan menyarankannya bertahan, mengingat namanya sudah terdata untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Namun hatinya tak tergoyahkan.

"Istri saya setuju. Orang tua saya setuju," kata Ervan. Dari hasilnya bermusik, ia sudah bisa membeli rumah sendiri yang cukup besar untuk ditempati keluarga dan orang tuanya.

Jadi, bercerita tentang Ervan hari ini adalah bercerita tentang anomali. Bercerita tentang orang yang mengikuti kata hati. Kata hati: sesuatu yang rasanya ganjil dan klise untuk diucapkan belakangan ini. Namun yang ganjil tak selamanya keliru, dan Ervan menunjukkan itu. [wir]

No comments: