21 September 2010

Revolusi, dari Sebuah Kampung

Topik kita kali ini revolusi. Jangan terlampau serius membacanya. Semasa saya kuliah, saya banyak membaca teori-teori yang berkobar-kobar tentang revolusi, sebuah pilihan yang banyak digunakan kaum Marxian. Namun sebuah buku kecil dari George Orwell, berjudul Animal Farm, mematahkan mitos heroisme sebuah teriakan revolusi.

Orwell menyampaikan pesan: dalam teriakan revolusi, selalu terkandung hipokrisi. Pertama-tama, justru dari mereka yang getol meneriakkannya. Dengan semangat bercerita seperti Orwell yang lucu dan satiris, saya akan memulai kisah saya.

Syahdan, di Kampung Merpati, arisan menjadi kegiatan rutin keluarga- keluarga di sana. Semua berjalan damai, sampai putaran arisan yang diselenggarakan di rumah Pak K. Pertengkaran keras mendadak terjadi di sana. Pak M berang bukan kepalang, karena merasa tukang kopyok arisan berbuat curang. Pak M merasa seharusnya dia yang memenangkan kopyokan itu. Tapi hasil kopyokan dianulir, dan peruntungan kopyokan akhirnya jatuh kepada Pak W.

Anak-anak Pak M yang hadir dalam arisan tidak terima. Mereka marah-marah dan merusak perabotan rumah Pak K. Tukang kopyok yang dianggap tak adil kena jitak kepalanya. Begitu pula anak-anak dan istri si tuan rumah yang tak tahu apa-apa. Hansip kampung itu tak berdaya mengatasi amukan anak-anak Pak M.

Hari-hari berikutnya, kampung itu dilanda ketegangan. Seperti dalam pentas pemilu, anak-anak Pak M mulai berkampanye menuduh tukang kopyok sebagai biang keributan di rumah Pak K. "Coba kalau tukang kopyoknya adil, kami tidak akan mengamuk," begitu kata anak-anak Pak M membela diri, tanpa menjelaskan kenapa anak dan istri Pak K yang tak tahu apa-apa juga kena jitak kepalanya. Kasihan juga Pak K, tak ada yang mengganti rugi kerusakan di rumahnya atau mengobati istri dan anak-anaknya yang benjol-benjol.

Situasi semakin menegangkan, setelah pengurus RT (Rukun Tetangga) memutuskan menjatuhkan hukuman kepada anak-anak Pak M. Mereka tak boleh mendampingi sang bapak ikut arisan lagi.

Kali ini kemarahan anak-anak Pak M ditujukan kepada pengurus RT. Mereka mulai mengajak warga lain untuk melakukan gerakan: REVOLUSI PENGURUS RT! Ketua RT harus diganti karena dialah biang ketidakbecusan acara arisan. Pengurus RT sudah terlampau bobrok, karena terlibat kolusi, korupsi, dan pungli kecil-kecilan.

Anak-anak muda dari beberapa tetangga pun menyambut baik ajakan anak-anak Pak M. Namanya saja masa reformasi, semua bebas bicara tho? Maka dengan semangat empat lima, mereka berunjukrasa di depan rumah ketua RT. Supaya seragam, mereka bikin kaos untuk dipakai bareng, bertuliskan 'Pengurus RT Geblek!'.

Entah bagaimana, warga pun mulai bersimpati kepada anak-anak Pak M. Gosip kampung pun mulai merebak. Singkat kata: Pak RT dan kepengurusannya memang tak becus dan bobrok. Sudah saatnya diganti secepatnya. Namanya saja gosip, temanya semaunya yang bergosip. Semakin digosok semakin sip. Tapi, maaf-maaf saja, istri dan anak Pak K yang benjol-benjol tidak masuk dalam poin-poin pergosipan.

Gosip yang semakin panas di Kampung Merpati rupanya sampai juga ke telinga Pak Ketua RW. Pak Ketua RW (Rukun Warga) berpikir, kalau gosip dan situasi ini dibiarkan, bisa menganggu stabilitas RW yang sudah kondusif. Maka ia menggagas agar semua pihak duduk bersama, dan menggagas masa depan kepengurusan RT Kampung Merpati yang lebih baik. Tentunya agar penyelenggaraan arisan tetap berkualitas.

Pak Ketua RW pun memutuskan, semua warga Kampung Merpati diundang buat rembukan bersama. Pak M ditunjuk jadi tuan rumah. Anak-anak Pak M pun bergembira ria. Gosip pun semakin kencang. Kali ini gosipnya bergeser: acara rembuk bersama buat melengserkan Pak RT.

Giliran Pak RT yang marah-marah. Ia menolak dicopot dari jabatannya. Bagaimana tidak marah, wong pemilihan ketua RT masih agak lama, kira-kira setahun lagi. Tapi gosip semakin kencang saja. Pak RT Kampung Merpati kewalahan juga. Orang-orang satu RW pun memusatkan perhatian ke Kampung Merpati. Semua sudah optimistis, revolusi pengurus RT bakal berhasil kali ini. Pak RT bakal dicopot, diganti yang baru, yang lebih bijak bestari. Acara rembukan pasti sukses, karena Pak Ketua RW turun langsung sendiri.

Pak RT diundang hadir juga. Semua deg-degan: wah, Pak RT ini pasti akan 'dibantai habis' alias dipermalukan. Namanya saja revolusi, pasti akan memangsa anak kandungnya sendiri.

Tapi orang-orang kecele tujuh belas. Pak RT justru disambut hangat di rumah Pak M. Kaos 'Pengurus RT Geblek' disimpan dulu. Anak-anak Pak M memberikan kalungan bunga kepada Pak RT sebelum masuk rumah. Pak RT pun tersenyum-senyum simpul: ah, ternyata tidak seram-seram amat.

Pak RT pun tampil percaya diri dalam acara rembukan itu. Ujung-ujungnya, pengurus RT tak jadi dirombak, atau menurut istilah anak-anak Pak M, 'direvolusi'. Mereka tetap dipersilakan menjabat sampai masa bakti selesai. Namun para peserta rembukan mengeluarkan amanat, agar arisan berjalan lebih baik lagi.

Pak RT pun berbaik hati. Kebetulan rumah Pak M perlu diperbaiki: ada genteng yang bocor, lantai yang perlu ditambal. Salah satu pengurus RT ditugaskan untuk membantu Pak M, dan berangkatlah Pak Ketua Seksi Arisan. Dengan cepat, ia diterima sebagai salah satu bagian keluarga Pak M. Namanya juga dimasukkan dalam daftar kartu keluarga.

Gosip revolusi pun hilang tak berbekas, seperti asap yang disapu angin. Semuanya kembali normal: Pak RT tetap duduk di kursinya, dan kebetulan atau tidak, akhirnya dari kopyokan arisan keluarlah nama Pak M. Anak-anak Pak M tak pernah lagi memakai kaos bertuliskan 'Pengurus RT Geblek!'. Mungkin mereka tidak enak dengan Pak Ketua Seksi Arisan yang kini tinggal di rumah mereka.

Namun yang namanya 'situasi normal' ini tak bertahan lama. Sebagian besar warga sebenarnya kecewa berat dengan hasil rembukan di rumah Pak M. Meniru bahasa orang-orang cerdik-pandai: hasil rembukan tak signifikan.

Kerja pengurus RT Kampung Merpati dinilai oleh sebagian orang masih saja tak becus, bahkan kian ngawur dalam mengurus acara arisan. Tapi kali ini tak ada lagi yang berseru-seru 'revolusi pengurus RT', atau mau bikin rembukan lagi. Ada yang mulai menggosipkan perlunya pembentukan pengurus RT tandingan. Namun yang jelas akan dilakukan adalah menggelar acara arisan di luar acara arisan yang diselenggarakan pengurus RT. "Ini bukan arisan tandingan, tapi arisan alternatif," kata yang menggagas.

Arisan alternatif ini menjanjikan penyelenggaraan arisan yang lebih adil dan tak diwarnai kolusi. Ini acara arisan visioner. Si penggagas arisan tahu bahwa warga kampung tak semuanya kaya-raya. Ada juga yang miskin. Maka dana arisan akan ditambah dalam jangka waktu tertentu, agar warga yang miskin bisa menggunakan dana itu untuk perbaikan ekonomi masing-masing.

Sebagai awal, penggagas arisan memberikan bantuan secukupnya kepada warga, agar ketika tiba giliran menjadi tuan rumah arisan, maka arisan berjalan layak. Minimal acara rehat makan-makan lebih mantaplah.

Pak RT dan pengurusnya kebakaran jenggot (sebenarnya mereka tak punya jenggot). Pak Ketua Seksi Arisan mengeluarkan ultimatum bak tentara sekutu yang mau menyerang: 'kalau ikut arisan alternatif, tak akan dianggap sebagai warga Kampung Merpati dan tak boleh ikut arisan kampung'.

Mendapat gertakan seperti itu, sebagian warga mulai pikir-pikir. Ada yang antusias menyambut. Ada yang ragu-ragu alias takut-takut. Ada pula yang langsung menolak.

Pak M salah satu warga menerima bantuan secukupnya dari sang penggagas arisan alternatif. Anak-anak Pak M senang, karena uang itu bisa dipakai untuk membayar utang dan membeli peralatan rumah tangga yang sudah mulai lapuk.

Pak RT semakin menggertak melalui Pak Ketua Seksi Arisan. Akhirnya, Pak M memutuskan tetap setia kepada Pak RT, orang yang dulu pernah dikampanyekan untuk direvolusi dan diganti. Anak-anak Pak M mulai bergosip saat cangkrukan di warung-warung, kalau arisan alternatif bukan solusi saat ini. Memperbaiki kepengurusan RT tak perlu melalui cara seperti itu. Istilah kata: itu cara yang terlalu revolusioner, terlalu tergesa-gesa. Terakhir, warga kampung peserta arisan pun menyatakan tetap akan ikut arisan seperti biasa.

Ya, seperti halnya di peternakan dalam cerita George Orwell, revolusi hanya sebatas teriakan dan seruan saja di Kampung Merpati. Pada akhirnya, apa yang disebut revolusi tak lebih dari sebuah teriakan di depan, dan berakhir dengan pengkhianatan oleh mereka yang menyeru paling lantang. Atau dengan kata lain: teriakan revolusi dan amnesia agaknya selalu beriringan. [wir]

No comments: