11 June 2010

Berkelahi Saja, karena Hanya Kena Peringatan

Namun, harapan tinggal harapan. Noh Alam Shah dan Abanda hanya mendapat peringatan saat keduanya memenuhi panggilan komdis pada Senin (7/6). Padahal, mereka dipanggil karena tindakannya yang benar-benar mencoreng sportivitas dalam sepak bola.

link: http://jawapos.com/sportivo/index.php?act=detail&nid=138792
[ Kamis, 10 Juni 2010 ]
Keputusan Komisi Disiplin PSSI yang di Luar Dugaan


Catatan : SIDIQ PRASETYO, Wartawan Jawa Pos

SEPAK bola Indonesia penuh kejutan. Mulai juara, yang katanya, bisa ditebak dari awal hingga keputusan-keputusan yang mengiringi perjalanannya.

Yang bikin penasaran tentu kasus Noh Alam Shah dan Abanda Herman. Meski sempat berlarut-larut tanpa ada kejelasan, keduanya pun dipanggil Komisi Disiplin (Komdis PSSI).

Publik sepak bola nasional berharap keduanya bakal dikenai sanksi. Entah itu hukuman larangan bertanding selama beberapa waktu atau malah selamanya di Indonesia atau bisa juga denda sejumlah uang.

Namun, harapan tinggal harapan. Noh Alam Shah dan Abanda hanya mendapat peringatan saat keduanya memenuhi panggilan komdis pada Senin (7/6). Padahal, mereka dipanggil karena tindakannya yang benar-benar mencoreng sportivitas dalam sepak bola.

Along, sapaan karib penyerang Arema Noh Alam Shah, dipanggil karena memegang (maaf) kemaluan pemain Persela Lamongan F.X. Yanuar pada laga Indonesia Super League (ISL) 2009-2010 di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 4 Mei lalu.

Sebenarnya, tingkah itu belum seberapa bila dibandingkan dengan tendangan kungfu yang dilakukannya setelah dia dan Yanuar dikeluarkan. Publik sepak bola nasional bisa menyaksikannya karena kejadian itu terekam kamera televisi yang menyiarkan langsung laga tersebut. Alon pun masih bisa membela klubnya hingga laga ISL 2009-2010 usai.

Kejadian yang dilakukan Abanda juga mencoreng semangat sportivitas. Sebagai pemain asing, seharusnya bek Persija tersebut bisa menghargai apa pun keputusan wasit saat Macan Kemayoran, julukan Persija, menjamu Arema di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, pada 30 Mei lalu. Bukannya malah melakukan protes berlebihan.

Ironisnya lagi, keduanya merupakan pemain asing. Seharusnya Along dan Abanda bisa jadi panutan, bukan malah sebaliknya. Keduanya menjadi contoh buruk dalam menahan emosi.

Herannya, bukannya bertambah berat, hukuman keduanya hanya berupa peringatan. Kasus Along dan Abanda berbeda dengan kejadian di babak delapan besar Divisi Utama 2009-2010.

Komdis langsung bergerak cepat dalam menangani kejadian pada laga Persibo versus Persidafon Dafonsoro di Gelora Delta, Sidoarjo, 20 Mei lalu. Dua pemain Laskar Angling Dharma, julukan Persibo, M. Irfan dan Hery Prasetyo, divonis komdis karena dianggap melakukan protes berlebihan kepada pengadil yang memberikan penalti kepada Persidafon. M. Irfan dikenai hukuman absen dalam sekali pertandingan. Sedangkan Herry terkena peringatan.

Tentu, menjadi tanda tanya besar tentang hukuman yang jauh berbeda. Satu kejadian bisa ditangani dengan begitu cepat, tapi kejadian lain diputus secara lambat dan penuh kontroversial.

Sangat disayangkan jika berdasar hukuman tersebut pemain di pentas sepak bola Indonesia dapat mengambil kesimpulan lebih baik berkelahi dengan pemain lawan karena hanya mendapat peringatan.

Jika ini terjadi, arah prestasi sepak bola Indonesia yang digadang-gadang bakal meningkat akan semakin terpuruk.

Ironisnya, harapan tersebut semakin meninggalkan Indonesia di saat masyarakat pencinta bola di tanah air tengah terkena magis Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

Alangkah bagusnya jika kita juga belajar tentang arti penting fairplay dalam even olahraga terakbar di muka bumi ini. (*)

No comments: