30 May 2010

Menjaga Kesucian Kompetisi

[JAWA POS, Minggu, 30 Mei 2010 ]
Catatan CANDRA WAHYUDI, Wartawan Jawa Pos

Kompetisi adalah persaingan. Ada yang menang, ada yang kalah. Tapi, bukan berarti ada yang harus dimenangkan atau ada yang harus dikalahkan. Biarkanlah menang dan kalah itu lahir dari perjuangan di atas lapangan.

Tanpa persaingan, kompetisi menjadi tak berarti. Kompetisi tidak berarti kalau sang pemenang sudah ditentukan. Kompetisi tidak bernilai bila ada tim yang dipaksa untuk kalah. Kompetisi tidak lagi membanggakan kalau promosi dan degradasi ditiadakan.

Sekali lagi, kompetisi adalah persaingan. Karena itu, tugas otoritas sepak bola nasional adalah menciptakan dan melaksanakan kompetisi dengan baik dan benar. Ya, baik dan benar. Baik saja tidak cukup. Tapi, kompetisi harus dijalankan dengan benar. Aturan yang sudah ditetapkan dan disepakati harus dijalankan tanpa pandang bulu! Tidak boleh ada penelikungan regulasi.

Celakanya, kompetisi sepak bola di Indonesia masih saja kental dengan aroma tidak sedap itu. Aturannya sudah sangat jelas dan tegas. Tapi, masih saja ada upaya untuk mengingkarinya. Lihat saja bagaimana PSSI dengan enteng dan tanpa malu meniadakan degradasi beberapa musim lalu. Di lain kesempatan, mereka dengan enaknya mengangkut sejumlah tim untuk sama-sama promosi. Hancurlah kompetisi.

Bukannya berakhir, indikasi praktik-praktik kotor tersebut justru tumbuh subur. Sinyal itu kembali mencuat jelang berakhirnya kompetisi musim ini. Ketika pertarungan beberapa tim untuk menghindari degradasi tengah seru-serunya, eh kabar tak sedap merebak. Katanya, ada upaya untuk melengserkan tim tertentu. Di sisi lain, ada langkah taktis untuk menyelamatkan tim lain.

Benarkah? Sulit memang membuktikannya. Namun, melihat realitas di lapangan, tudingan itu bisa saja benar. Keputusan Komisi Disiplin (Komdis)PSSI menganulir sanksi untuk Persik Kediri sungguh mengundang tanda tanya besar. Komding membatalkan keputusan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI yang menghukum Persik dengan kekalahan 0-3 dan denda Rp 25 juta karena gagal menggelar pertandingan melawan Persebaya Surabaya pada 29 April lalu.

Tidak ada yang salah pada vonis komdis. Keputusan itu sudah sesuai dengan pasal 26 ayat 6 Manual Liga Indonesia. Sebelumnya, komdis memberikan hukuman serupa kepada Persija Jakarta yang tak mampu melaksanakan pertandingan melawan Persiwa Wamena.

Dampak keputusan komding sangat serius. Peta persaingan di zona degradasi menjadi tak keruan. Persik yang seharusnya sudah terdegradasi kini punya peluang selamat. Di sisi lain, Persebaya ganti terancam. Sangat terancam. Bukan tidak mungkin Persebaya dengan sukses tersingkir dari pentas Indonesia Super League (ISL).

Tapi, masih ada "skenario" lain. Persebaya "dipaksa" untuk degradasi, sangat mungkin iya. Tapi, apakah itu berarti menyelamatkan Persik? Bisa iya, bisa juga tidak. Tidak mudah bagi Persik lepas langsung dari jerat degradasi. Justru yang punya kans selamat dari degradasi adalah Pelita Jaya.

Jangan salah, Pelita Jaya adalah klub yang punya hubungan sangat spesial dengan tokoh-tokoh sepak bola tanah air. Bila "skenarionya" mulus, Pelita Jaya akan finis di peringkat ke-15 klasemen akhir ISL. Artinya, mereka berkesempatan bertahan asal nanti memenangi playoff melawan tim peringkat keempat Divisi Utama. Kalau "skenarionya" seperti itu, Persik dan Persebaya berdampingan mengiringi Persitara turun kasta.

Saya sungguh tak tahu "skenarionya" seperti apa. Bisa jadi seperti itu, bisa juga ada "skenario" lain. Apa lagi? Kali ini menyangkut agenda promosi tim-tim Divisi Utama. Manual Liga Indonesia dengan sangat jelas menegaskan bahwa tiga tim teratas Divisi Utama berhak promosi ke ISL. Sedangkan tim peringkat keempat playoff melawan tim peringkat ke-15 ISL.

Eh, ternyata ada selentingan bahwa "skenarionya" tidak seperti itu. Masih ingat dengan tim-tim peserta babak delapan besar Divisi Utama? Ya, kabarnya, delapan tim tersebut akan dipromosikan. Semuanya!

Artinya, peserta ISL akan bertambah. Apalagi kalau proses degradasi di ISL juga dibatalkan. Kontestan ISL bakal semakin gemuk. Tapi, bukan masalah. Toh, bisa saja kompetisi dipecah (lagi) menjadi dua atau tiga wilayah.

Regulasi memang tidak memungkinkan lahirnya "skenario" seperti itu. Tapi, tidak ada yang tidak mungkin di sepak bola Indonesia. Apalagi, kita punya track record yang bagus untuk urusan melanggar aturan dan mengakali kompetisi. (*)

http://jawapos.com/sportivo/index.php?act=detail&nid=136704

No comments: