28 March 2010

Sepakbola Indonesia Gamang

Dunia persepakbolaan Indonesia berada di persimpangan. Satu sisi ingin bergerak menuju industri, namun di sisi lain ada kontradiksi dengan kultur primordialisme. Sepakbola Indonesia pun menjadi gamang.

Demikian dikemukakan Hotman Siahaan, sosiolog Universitas Airlangga, dalam acara Rembuk Sepakbola Nasional di Hotel Shangri-La, Minggu (28/3/2010) malam. "Kita sedang bergerak dari paradigma sepakbola sebagai budaya rakyat banyak ke arah industrialisasi," katanya.

Dua hal tersebut berbenturan. PSSI menjalankan semua prosedur sepakbola profesional, namun kultur itu belum dimiliki oleh klub-klub sepakbola. "Kultur tidak tumbuh, sehingga terjadi kebangkrutan," kata Hotman.

Hotman mengingatkan, sepakbola adalah penanda dan simbol primordialisme. Sepakbola menjadi semacam kanal bagi mayoritas masyarakat kelas bawah yang kalah untuk mencari pahlawan. Di sinilah fanatisme tumbuh, dan fanatisme itulah yang diwariskan dalam masa perserikatan. "Fanatisme dalam konteks perserikatan ini tak cocok dengan industri tadi," katanya.

Saat ini, di tengah arus desentralisasi dan etnosentrisme kuat, primodialisme tadi diwujudkan dalam pembiayaan sepakbola oleh negara. "Identitas diambilalih oleh negara. Kalau mau industri, seharusnya stateless (tanpa campur tangan negara). Tapi kita gamang. Di satu sisi mau profesional, tapi di sisi lain berharap pemerintah membiayai," kata Hotman.

Hotman menyarankan kegamangan tadi diselesaikan dulu: apakah tetap berharap dari APBD atau benar-benar lepas. [wir]

No comments: