18 June 2009

KUD Distributor Pupuk, Kelompok Kepentingan Melawan


Niat Muhammad Jusuf Kalla untuk menjadikan koperasi unit desa sebagai penyalur pupuk bersubsidi sangat mungkin. Namun, dengan keinginan itu, JK harus siap mendapat perlawanan.

Demikian pendapat yang dikemukakan ekonom Universitas Airlangga, M. Ikhsan Modjo, Kamis (18/6/2009). "Revitalisasi KUD sangat mungkin. Sebelum tata niaga diubah, penyaluran pupuk memang melalui koperasi. Sejak 'diliberalisasikan', pupuk disalurkan oleh pabrik," katanya.

Jika kemudian penyaluran pupuk bersubsidi dikembalikan, maka kelompok kepentingan akan melawan. Kelompok kepentingan ini bisa siapa saja. "Bisa industri, bisa petani besar yang mendapat keuntungan dari distribusi pupuk bersubsidi selama ini. Jika kembali ke KUD, mereka akan terganggu. Setiap mata rantai kan punya margin (keuntungan), kalau mata rantainya hilang, marginnya akan berkurang," kata Modjo.

Dalam kampanye di GOR Sriwijaya, Palembang, Sumatra Selatan, Rabu (17/6/2009), JK sempat ditanya oleh Ketua Koperasi Petani Sumsel, Asmawi soal ketersediaan pupuk bagi petani. Asmawi menanyakan bagaimana distribusi pupuk yang akan dilakukan JK jika terpilih jadi presiden.

"Kita hidupkan kembali KUD atau koperasi lainnya untuk menyalurkan pupuk bersubsidi para para petani," kata JK, yang menjadi capres bernomor 3 ini.

Namun, JK harus benar-benar bekerja keras untuk melaksanakan niatnya itu. Modjo mengatakan, ada persoalan tata niaga pupuk dan kondisi koperasi yang berbeda. Dalam tata niaga pupuk, ada dua harga pupuk yakni harga di pasaran dan harga subsidi. Adanya dua harga ini membuat munculnya penggelapan.

"Modusnya, selama ini, perusahaan pupuk mengaku kepada petani telah menjual sekian. Padahal dari yang dijual itu, sekian masuk ke perusahaan (industri). Kesulitannya memang bagaimana pemerintah melakukan verifikasi," kata Modjo.

Kendati ada penggelapan, tidak bisa juga dilakukan penghapusan subsidi, karena petani akan merasa dirugikan. Modjo sendiri lebih suka agar subsidi pupuk dan sarana produksi pertanian dialihkan ke subsidi produk.

Selain masalah tata niaga, menurut Modjo, JK menghadapi persoalan kondisi KUD saat ini. "Manajemen KUD lemah. Ada masalah struktural. Di KUD, insentif untuk anggota yang berprestasi kurang, karena sama rasa sama rata. Jadi antara yang kerja keras dengan yang tidak kerja apa-apa saat pembagian SHU (sisa hasil usaha) sama saja. Koperasi memang sangat sosialis," katanya.

Pembenahan manajemen inilah yang harus dilakukan oleh JK pertama kali, jika ingin menggunakan KUD sebagai ujung tombak distribusi pupuk bersubsidi. Salah satu pembenahan manajemen ini adalah pemberian akses permodalan. "Peraturan yang tak bersahabat harus diubah, seperti Keppres nomor 80 tahun 2003 yang membatasi peserta tender hanya perusahaan, bukan koperasi," kata Modjo.

Modjo optimis, jika KUD direvitalisasi dan pupuk disalurkan melalui koperasi, maka minat petani untuk berkoperasi akan besar. [wir]

No comments: